Puisi: Hukla Final Pacuan Kuda (Karya Leon Agusta)

Puisi "Hukla Final Pacuan Kuda" karya Leon Agusta adalah sebuah karya yang menggambarkan
Hukla Final Pacuan Kuda

Di sebuah gelanggang berjuta khalayak
hadir dengan jantung berdebar-debar
menunggu pacuan kuda putaran terakhir
Setiap mereka bertaruh dengan segala
kekayaan yang ada. Yang tak punya harta
mempertaruhkan nasib dan keyakinannya
Semuanya tegang menunggu, menatap bendera
menantikan aba-aba bagi satu peristiwa
sejarah yang sudah lama dinantikan dan
akan menentukan masa depan mereka
Ketika gong berbunyi pertanda pacuan
dimulai khalayak yang berjuta itu pun
berteriak bagaikan kesurupan. Huklaaa,
hukla, hukla hingga seekor kuda pada
akhirnya menembus pintu gerbang di
garis penghabisan yang segera disusul
dengan pekikan dan tepuk tangan gempita
Kemudian menyusul upacara dengan arak-
arakan mengelu-elukan sang pemenang
gagah perkasa yang telah didandani
dan dengan megah berjalan di depan
Suara genderang, teriakan hukla dan tepuk
tangan serta pekikan membahana ke langit tinggi

Tram tam tam tram tam tam tram tam tam tram tam tam
Tam tam tam tam tam tam tam tam tam tam tam
Huklaaa

Tram tam tam tram tam tam tram tam tam tram tam tam
Tram tam tam tram tam tram tam tram tam tam tam
Huklaaa

Dalam pacuan itu
tak ada pemenang nomor 2
kuda yang dipacu
hanya satu

1977

Sumber: Gendang Pengembara (2012)

Analisis Puisi:

Puisi "Hukla Final Pacuan Kuda" karya Leon Agusta menggambarkan sebuah peristiwa spektakuler dan menegangkan dalam sebuah pacuan kuda. Dalam puisi ini, Agusta tidak hanya mengisahkan kejadian pacuan kuda, tetapi juga menciptakan sebuah metafora yang mendalam tentang pertaruhan hidup, harapan, dan kemenangan.

Struktur dan Gaya

Puisi ini memiliki struktur yang membangun suasana tegang dan penuh harapan. Melalui deskripsi yang detail tentang suasana gelanggang pacuan kuda, Agusta menciptakan gambar yang hidup dan mendalam. Gaya penulisan yang dramatis dan repetitif menekankan intensitas dari momen-momen penting dalam puisi.

Deskripsi dan Suasana

Puisi ini dimulai dengan deskripsi suasana di sebuah gelanggang pacuan kuda yang dipenuhi oleh "berjuta khalayak," menciptakan kesan skala dan kegembiraan yang besar.

"Di sebuah gelanggang berjuta khalayak / hadir dengan jantung berdebar-debar"

Deskripsi ini menggarisbawahi betapa pentingnya acara ini bagi para penonton, yang tidak hanya bertaruh dengan harta benda tetapi juga dengan "nasib dan keyakinannya."

Tensi dan Harapan

Kehadiran bendera dan aba-aba menambah ketegangan, dan reaksi khalayak yang "berteriak bagaikan kesurupan" menunjukkan kegembiraan dan keterlibatan mereka dalam acara tersebut.

"Menunggu pacuan kuda putaran terakhir / ... / menantikan aba-aba bagi satu peristiwa / sejarah yang sudah lama dinantikan"

Gong yang berbunyi menandai dimulainya pacuan, dan seruan "Huklaaa" yang diulang menunjukkan keputusasaan dan gairah dari penonton.

Kemenangan dan Perayaan

Ketika kuda yang terpilih akhirnya "menembus pintu gerbang di garis penghabisan," diikuti dengan tepuk tangan dan pekikan gembira, kita melihat perayaan besar dari kemenangan yang dicapai. Upacara arak-arakan dan sorakan untuk pemenang menggambarkan penghormatan dan kekaguman terhadap keberhasilan.

"Kemudian menyusul upacara dengan arak-arakan / mengelu-elukan sang pemenang gagah perkasa"

Teriakan "Huklaaa" dan suara genderang menambah suasana meriah dan megah dari perayaan tersebut.

Makna dan Simbolisme

Puisi ini menggunakan pacuan kuda sebagai metafora untuk kehidupan dan pertaruhan yang kita hadapi. Penonton yang bertaruh dengan harta dan nasib mereka mencerminkan betapa besar risiko yang dihadapi dalam mencapai tujuan hidup. Kemenangan kuda yang hanya satu mencerminkan fakta bahwa dalam banyak situasi, hanya ada satu pemenang yang benar-benar berhasil mencapai garis akhir.

"Dalam pacuan itu / tak ada pemenang nomor 2 / kuda yang dipacu / hanya satu"

Pesan ini bisa diartikan bahwa dalam banyak aspek kehidupan, hanya satu yang benar-benar menang, sementara yang lainnya mungkin hanya menjadi penonton atau mengalami kegagalan.

Puisi "Hukla Final Pacuan Kuda" karya Leon Agusta adalah sebuah karya yang menggambarkan dengan cermat ketegangan, harapan, dan perayaan dalam sebuah pacuan kuda. Melalui deskripsi yang detail dan penggunaan simbolisme, Agusta mengajukan refleksi mendalam tentang risiko, kemenangan, dan pertaruhan dalam hidup. Puisi ini tidak hanya mengisahkan sebuah acara olahraga, tetapi juga menawarkan wawasan tentang bagaimana kita menghadapi tantangan dan merayakan keberhasilan dalam konteks yang lebih luas.

Leon Agusta
Puisi: Hukla Final Pacuan Kuda
Karya: Leon Agusta

Biodata Leon Agusta:
  • Leon Agusta (Ridwan Ilyas Sutan Badaro) lahir pada tanggal 5 Agustus 1938 di Sigiran, Maninjau, Sumatra Barat.
  • Leon Agusta meninggal dunia pada tanggal 10 Desember 2015 (pada umur 77) di Padang, Sumatra Barat.
  • Leon Agusta adalah salah satu Sastrawan Angkatan 70-an.
© Sepenuhnya. All rights reserved.