Analisis Puisi:
Puisi "Aku Ingin" karya Leon Agusta adalah sebuah karya yang menggambarkan keinginan mendalam untuk hidup dalam kesederhanaan dan keindahan alam, serta rasa kesedihan dan kegalauan yang melingkupi penulis. Melalui pilihan kata dan imaji yang kuat, puisi ini menyampaikan pesan tentang aspirasi dan realitas yang sering kali bertentangan.
Struktur dan Gaya
Puisi ini terdiri dari dua bagian yang kontras: keinginan ideal penulis dan realitas yang menyedihkan. Struktur ini memungkinkan pembaca untuk merasakan perbedaan antara dunia impian dan kenyataan yang pahit. Leon Agusta menggunakan bahasa yang indah dan imaji yang kaya untuk menggambarkan keinginan ideal, sementara di bagian kedua, puisi ini menjadi lebih reflektif dan introspektif.
Keinginan untuk Kesederhanaan
Di bagian awal puisi, penulis menyatakan keinginannya untuk menjadi seperti rumput dan bunga-bunga:
"Aku ingin seperti rumput dan bunga-bunga / Tarianku tercipta dari angin dan matahari"
Ungkapan ini mencerminkan keinginan untuk hidup dalam harmoni dengan alam dan menikmati kehidupan yang sederhana dan bebas. Rumput dan bunga-bunga melambangkan keindahan dan ketenangan yang tidak terikat oleh kompleksitas kehidupan manusia. Penulis berharap untuk merasakan kebahagiaan yang alami dan tidak terpengaruh oleh kesulitan duniawi.
Rinduku Diasuh Malam dan Embun
"Rinduku diasuh malam dingin dan embun pagi / Dipestakan bintang-bintang di langit lazuardi"
Pernyataan ini melanjutkan tema keinginan untuk kedamaian dan keindahan alam. Malam dingin dan embun pagi adalah elemen alami yang menenangkan, sementara bintang-bintang melambangkan keindahan dan keagungan kosmos. Penulis merindukan pengalaman ini sebagai cara untuk mengatasi kegalauan dan mencari penghiburan.
Kesedihan dan Kegalauan
Memasuki bagian kedua puisi, penulis mencerminkan perasaan kesedihan dan kegalauan:
"Kini, di dadaku bersarang galau dan gulana / Suaraku menghilang di batas segala sabda / Kehormatan terasa kabur di wajahku"
Di sini, penulis mengungkapkan konflik internal dan kesedihan yang mendalam. Kegalauan dan gulana menggambarkan ketidakpastian dan penderitaan yang mengganggu kedamaian batin. Suara penulis—yang mungkin mewakili ekspresi diri atau tujuan hidup—terasa hilang, dan kehormatan terasa kabur, menunjukkan krisis identitas atau kehilangan arah.
Kematian dan Harapan
"Bila kumati / Adalah sebuah buku harian kelabu / Buat anak-anak malang di sebuah negeri / Yang tak kunjung bangkit, bisu untuk menjerit"
Bagian ini mengekspresikan pandangan pesimis tentang kematian penulis, yang digambarkan sebagai buku harian kelabu yang tidak memberikan banyak makna atau inspirasi. Ini juga mencerminkan ketidakadilan dan penderitaan di negeri yang belum bangkit, memberikan suara kepada mereka yang terpinggirkan dan tidak didengar.
Kesimpulan dan Refleksi
"Aku ingin seperti rumput dan bunga-bunga / Di taman nenek moyangku yang tercinta"
Puisi diakhiri dengan pengulangan keinginan penulis untuk kembali ke kesederhanaan dan keindahan alam. Taman nenek moyang mencerminkan tempat yang penuh kenangan dan nilai-nilai yang dihargai.
Puisi "Aku Ingin" karya Leon Agusta menggambarkan kontras antara keinginan ideal dan kenyataan yang menyedihkan. Melalui imaji yang kuat dan bahasa yang emosional, puisi ini mengeksplorasi tema keinginan untuk kedamaian alami dan kesedihan yang mendalam. Ini merupakan refleksi tentang bagaimana realitas sering kali bertentangan dengan impian kita dan bagaimana kita berusaha mencari makna dan penghiburan di tengah kegalauan hidup.
Puisi: Aku Ingin
Karya: Leon Agusta
Biodata Leon Agusta:
- Leon Agusta (Ridwan Ilyas Sutan Badaro) lahir pada tanggal 5 Agustus 1938 di Sigiran, Maninjau, Sumatra Barat.
- Leon Agusta meninggal dunia pada tanggal 10 Desember 2015 (pada umur 77) di Padang, Sumatra Barat.
- Leon Agusta adalah salah satu Sastrawan Angkatan 70-an.