Puisi: Ah, Ombak Laut dan Darat Hamparkan Hasrat, Biru, Kuning (Karya Wing Kardjo)

Puisi "Ah, Ombak Laut dan Darat Hamparkan Hasrat, Biru, Kuning" mengajak pembaca untuk merenungkan perjalanan hidup yang dipenuhi dengan memori, ....
Ah, Ombak Laut dan Darat
Hamparkan Hasrat, Biru, Kuning

(1)

Tahun-tahun hanya tinggal kenangan
Berjalan menyusur Sungai Themes,
memandang gedung, menara
serta jembatan. Merpati

terbang dan lonceng tua berdentang. Kesaksian
zaman masih juga berdiri, megah dan anggun,
sedang kita yang pernah menatapnya (Monet,
kau dan aku) mesti berlalu dengan waktu.

Lewat malam laut, ferry dan keretaapi terbukalah
pagi. Matahari musim semi layak mimpi.
Tapi yang dulu kujumpa di kapal,

antara Jakarta dan Genoa, berkata menyesal,
"Lupakan saja cinta (tak ada apa-apa antara
kita). Kujanjikan persahabatan yang kekal."

(2)

Maka London dengan taman-tamannya jadi alum.
Gerimis senja turun, lampu-lampu mulai benderang
hingga mesti kucari perlindungan dari sepi dan
hujan misalnya di sebuah bar remang di Soho.

Hanya tambah pedih saja luka. Perempuan-perempuan
begitu hanya pandai merentang jerat, kejam dan
jahat. Tahun-tahun hanya tinggal ingatan, samar
seperti senja. Percakapan tergantung di udara.

Dan rumahmu di luar kota, alangkah dingin! Alang-
alang dan rumputan. Lantas kita jalan lagi bagai
bayang-bayang ruh yang merindukan kepenuhan

lintas ruang dan waktu. Ah, tinggal ombak-ombak biru,
daratan kuning, hamparkan pula langit bening,
tempat jiwa berbaring.

Sumber: Fragmen Malam, Setumpuk Soneta (1997)

Analisis Puisi:

Puisi "Ah, Ombak Laut dan Darat Hamparkan Hasrat, Biru, Kuning" karya Wing Kardjo adalah sebuah karya yang penuh dengan refleksi tentang kenangan, waktu, dan hubungan manusia. Puisi ini terbagi dalam dua bagian yang masing-masing menggambarkan suasana dan pengalaman yang berbeda. Melalui puisi ini, Wing Kardjo mengajak pembaca untuk merenungkan perjalanan hidup yang dipenuhi dengan memori, kesepian, dan pencarian makna.

Tema dan Makna: Tema utama dalam puisi ini adalah kenangan dan perjalanan waktu. Dalam bagian pertama, penyair menggambarkan kenangan masa lalu yang terikat dengan tempat-tempat tertentu, seperti Sungai Thames, gedung, menara, dan jembatan. Tempat-tempat ini menjadi saksi bisu dari perjalanan waktu yang tak terelakkan. Penyair mengajak kita untuk merenungkan bagaimana kenangan tetap bertahan meskipun waktu terus berjalan.

Pada bagian kedua, tema kesepian dan pencarian makna lebih menonjol. Penyair merasakan kesepian di tengah keramaian kota London, dengan lampu-lampu dan hujan senja yang menciptakan suasana melankolis. Kesepian ini membawa penyair pada refleksi tentang hubungan dan keinginan untuk menemukan kedamaian dan kepenuhan jiwa.

Gaya Bahasa dan Teknik Puisi: Wing Kardjo menggunakan gaya bahasa yang liris dan penuh dengan imaji yang kuat. Dalam baris "Berjalan menyusur Sungai Themes, memandang gedung, menara serta jembatan," penyair menciptakan visual yang jelas tentang suasana kota London. Penggunaan kata-kata seperti "merpati", "lonceng tua", dan "megah dan anggun" menambah kedalaman dan keindahan gambaran tersebut.

Teknik repetisi dan kontras juga digunakan untuk menekankan perubahan suasana dan perasaan. Misalnya, perubahan dari "matahari musim semi layak mimpi" menjadi "perempuan-perempuan begitu hanya pandai merentang jerat" menunjukkan transisi dari harapan ke kekecewaan. Ini memperkuat tema tentang perubahan dan ketidakpastian dalam hidup.

Analisis Struktural: Puisi ini terbagi menjadi dua bagian yang masing-masing memiliki fokus yang berbeda namun saling melengkapi. Bagian pertama lebih reflektif, berfokus pada kenangan masa lalu dan keindahan tempat-tempat yang pernah dikunjungi. Baris-baris seperti "Tahun-tahun hanya tinggal kenangan" dan "Matahari musim semi layak mimpi" menggambarkan nostalgia dan keindahan yang melintas seiring berjalannya waktu.

Bagian kedua lebih introspektif, menggambarkan kesepian dan pencarian makna dalam kehidupan yang penuh dengan perubahan dan ketidakpastian. Baris-baris seperti "Maka London dengan taman-tamannya jadi alum" dan "Ah, tinggal ombak-ombak biru, daratan kuning, hamparkan pula langit bening" menggambarkan kesan kesendirian yang mendalam serta harapan untuk menemukan kedamaian dan kepenuhan.

Pesan yang Disampaikan: Puisi ini menyampaikan pesan tentang pentingnya mengenang masa lalu sebagai bagian dari perjalanan hidup. Kenangan, meskipun kadang menyakitkan, adalah bagian dari identitas dan pengalaman kita. Penyair juga mengingatkan kita bahwa kehidupan penuh dengan perubahan dan ketidakpastian, namun di balik itu ada harapan untuk menemukan kedamaian dan makna.

Selain itu, puisi ini juga menggambarkan hubungan manusia dengan alam sebagai sumber ketenangan dan refleksi. Dalam baris terakhir, "tempat jiwa berbaring," penyair menunjukkan bahwa alam dapat menjadi tempat untuk menemukan kedamaian batin dan kepenuhan jiwa.

Puisi "Ah, Ombak Laut dan Darat Hamparkan Hasrat, Biru, Kuning" adalah puisi yang kaya akan refleksi dan makna. Wing Kardjo berhasil menggambarkan perjalanan waktu dan kenangan dengan indah melalui penggunaan gaya bahasa yang liris dan penuh imaji. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan pentingnya mengenang masa lalu, menghadapi kesepian, dan mencari kedamaian dalam hubungan dengan alam. Dengan demikian, puisi ini tidak hanya menjadi sebuah karya sastra yang indah, tetapi juga sebuah refleksi mendalam tentang kehidupan dan pencarian makna.

Puisi Wing Kardjo
Puisi: Ah, Ombak Laut dan Darat Hamparkan Hasrat, Biru, Kuning
Karya: Wing Kardjo

Biodata Wing Kardjo:
  • Wing Kardjo Wangsaatmadja lahir pada tanggal 23 April 1937 di Garut, Jawa Barat.
  • Wing Kardjo Wangsaatmadja meninggal dunia pada tanggal 19 Maret 2002 di Jepang.
© Sepenuhnya. All rights reserved.