Puisi: Bulan Dini Hari (Karya Sugiarta Sriwibawa)

Puisi Bulan Dini Hari karya Sugiarta Sriwibawa menggambarkan perasaan mendalam yang tercipta saat merenungi keheningan malam menjelang pagi.
Bulan Dini Hari

Gema sepi yang kudengar terlalu pagi
Alam ramah yang luka risik suaranya
Rebah rentah sayap mataku

Tapi terasa akhir hidup adalah rindu
Bagai bulan lela dinihari
Kunafas dalam, betapa sejuknya cahaya mati

Analisis Puisi:

Puisi Bulan Dini Hari karya Sugiarta Sriwibawa menggambarkan perasaan mendalam yang tercipta saat merenungi keheningan malam menjelang pagi. Melalui penggambaran suasana yang sepi dan suasana alam yang penuh kedamaian namun juga luka, puisi ini mengeksplorasi tema kerinduan, akhir kehidupan, dan keindahan yang terkandung dalam kesunyian.

Gema Sepi dan Luka Alam: Refleksi Kesunyian Dini Hari

Puisi ini dimulai dengan gambaran "Gema sepi yang kudengar terlalu pagi," yang langsung membawa pembaca pada suasana sunyi dan hening yang sering kali dirasakan di dini hari. Gema sepi ini bukan hanya menandakan ketenangan, tetapi juga sebuah perenungan yang dalam, di mana suasana tersebut memungkinkan hadirnya refleksi terhadap kehidupan.

Alam yang digambarkan sebagai "ramah yang luka risik suaranya" menimbulkan kesan bahwa di balik ketenangan alam, ada luka atau kesedihan yang tersembunyi. Risik suara yang lemah lembut dari alam mengindikasikan adanya rasa duka yang samar, yang hanya bisa dirasakan saat semua suara lain menghilang. Ini menunjukkan betapa kesunyian malam bisa menjadi momen untuk merenungi luka batin yang mungkin tidak terasa di siang hari.

Rebah Rentah Sayap Mata: Simbol Kelelahan Jiwa

Baris "Rebah rentah sayap mataku" menggambarkan kelelahan yang dirasakan oleh penyair. Sayap mata, yang dapat diartikan sebagai kelopak mata atau pandangan, terasa lemah dan rentah, menandakan rasa lelah baik secara fisik maupun emosional. Ini mungkin merupakan akibat dari perenungan mendalam yang terjadi di tengah keheningan dini hari.

Rindu sebagai Akhir Hidup: Perenungan Eksistensial

Puncak dari puisi ini adalah pernyataan "Tapi terasa akhir hidup adalah rindu." Di sini, kerinduan diidentifikasi sebagai perasaan yang mengiringi atau mungkin mendefinisikan akhir kehidupan. Rindu ini bukan sekadar perasaan kehilangan, tetapi juga mungkin kerinduan akan kedamaian, keabadian, atau kembali ke asal mula yang suci.

Rindu yang dibandingkan dengan "bulan lela dinihari" menekankan perasaan sepi yang lembut, mirip dengan cahaya bulan yang redup di saat fajar mulai merekah. Bulan dini hari, yang bersinar lemah sebelum tenggelam oleh cahaya matahari, menjadi metafora bagi kehidupan yang mendekati akhirnya, sebuah momen penuh keindahan dan kedamaian, tetapi juga diwarnai dengan kesedihan yang mendalam.

Nafas dalam dan Cahaya Mati: Simbol Kesadaran dan Kedamaian

Baris terakhir, "Kunafas dalam, betapa sejuknya cahaya mati," mencerminkan sebuah penerimaan terhadap akhir. Nafas dalam di sini bisa dilihat sebagai tindakan menerima atau menyerap kedamaian yang ditawarkan oleh kesadaran akan akhir kehidupan. Cahaya mati, meskipun terdengar seperti sesuatu yang suram, sebenarnya di sini menggambarkan sebuah kedamaian yang tenang—cahaya yang sudah tidak lagi menyilaukan tetapi tetap ada, memberikan kehangatan dan ketenangan dalam kelembutannya.

Puisi "Bulan Dini Hari" mengajak pembaca untuk merenungkan makna kehidupan, kerinduan, dan keheningan yang mendalam. Sugiarta Sriwibawa berhasil menangkap esensi dari momen-momen sunyi menjelang pagi, di mana segala sesuatu tampak melambat dan pikiran menjadi lebih dalam. Melalui gambaran alam yang tenang namun menyimpan luka, serta perenungan tentang akhir hidup yang penuh dengan kerinduan, puisi ini menghadirkan sebuah potret indah tentang kedamaian yang bisa ditemukan dalam kesepian dan ketenangan malam.

Puisi ini memberikan pesan bahwa dalam keheningan dini hari, di bawah sinar bulan yang lemah, ada ruang bagi kita untuk merenungi perjalanan hidup dan menerima akhir dengan ketenangan hati. Ini adalah saat di mana segala sesuatunya tampak lebih jelas, ketika kita dapat berdamai dengan diri sendiri dan dengan dunia di sekitar kita.

Puisi
Puisi: Bulan Dini Hari
Karya: Sugiarta Sriwibawa

Biodata Sugiarta Sriwibawa:
  • Sugiarta Sriwibawa lahir di Surakarta, pada tanggal 31 Maret 1932.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.