Puisi: Sebab Aku Terdiam (Karya O.R. Mandank)

Ppuisi "Sebab Aku Terdiam" mencerminkan refleksi mendalam atas keheningan dan ketidakmampuan untuk bertindak di tengah penderitaan dan kesulitan.
Sebab Aku Terdiam

Sekali aku jatuh terpekur
Datang tersandar membentak diri:
"Engkau mimpi berasa masyhur
Ke dalam kaca lihatlah diri!
Nanti kusebut segala peri..."

Serasa 'kan naik ke atas gunung
Dan kupandang kian kemari
Nampak olehku mereka bingung
...' akibat caraku selama ini!
Orang yang mabuk oleh dongengku:
Lesu-lesu tenaga hilang...
' Akibat petuah ta' pasti-tentu
Dipusing-pusingkan bibir yang lancing.

Aku dongengkan yang jauh-jauh
Yang ta' dapat dilihat mata
Yang tidak-tidak dapat disentuh
Yang Cuma ada di bibir saja

Sedang mereka tengah terngagah
Melihat cakap aku menari
Mendengar bijak aku bicara
Aku merasa banggalah diri

Di sepanjang jalan aku berjumpa
Dengan kaumku yang papa-papa
Anak menangis ditinggal bapa
Ibu sakit pucat rupa...
Kepada mereka yang sakit lapar
Aku berkata: "hendaklah sabar"
Mereka mengeluh: "kami lapar"
Kuberi petuah: "wajib sabar!"

Inilah sebab, wahai saudara
Sekian lama aku terdiam
Hampir ta' tahu lagi bicara
Menyebabkan patah tumpul kalam...

Jauh-jauh aku berseru
Begini-begitu kusebut dalil
Ahli kerabat dekat mataku
Kulihatkan saja: sengsara, jahil

Kepada mereka yang hampir pingsan
Aku berteriak: "mari berkorban!"
Mereka berkata: "kami ta' makan ..."
Muka segera aku palingkan

Inilah sebab, wahai saudara,
Sekian lama aku terdiam
Hampir ta' tahu lagi bicara
Menyebabkan patah tumpul kalam ...
Kepada mereka yang sedang payah
Selalu kuberi nasehat pula:
"hendaknya kamu kuat bersedekah
Dengan hati yang suci rela!"
Tiada lama sesudah itu
Ke mukaku lalu yatim piatu
Pucat kurus tidak berbaju...
Aku berpaling pepura ta' tahu...

Inilah sebab, wahai saudara,
Sekian lama aku terdiam
Hampir tak tahu lagi bicara
Menyebabkan patah tumpul kalam

Di jalan pulang aku berjumpa
Dengan kirabat yang sedang lumpuh
Lemah, melarat, sengsara, papa...
Memohon-mohon sedang bersimpuh…
Aku berbuat pepura lengah
Atau serupa terburu-buru...
Tinggallah dia lagi tengadah
Sampai sekarang menunggu-nunggu...

Inilah sebab wahai saudara
Sekian lama aku terdiam
Hampir ta‟ tahu lagi bicara
Menyebabkan patah tumpul kalam...

Lagi suatu, wahai saudara,
Menyebabkan dadaku malu bicara
Kaumku tidak terpelihara
Lantaran daku mereka sengsara...

Katanya aku tempat berlindung
Hujan dan panas 'kan ganti tudung...
Begitu cerita bunda-kandung
Sedari Putera lagi dibendung...

Kini Putera sudah dewasa
Sedikit ta' ada membalas jasa
Bagi se-Kaum, Bangsa dan Nusa
Bagi keluarga jadi penyiksa...

Betapa aku mendongeng jua
Besar mulut banyak bicara
Jika dilihat tidak bersua
Orang yang tahu menggeleng tertawa?

Mungkinkah aku bunda lahirkan
Sahaya untuk mendongeng saja
Dengan ta' wajib lagi amalkan
Teladan cukup di bibir saja?

Betapa, saudara,
Mulutku ta' akan tertutup
Jika aku tengah bicara...
Kudengar sayup-sayup
Keluhan saudara saya
Menderita kesakitan hidup? ...

Aku berpetuah di muka khalayak
Mencurahkan serba jenis nasihat
Didengarkan oleh umat yang banyak...
Sedang di situ nyata kulihat
Fakir meminta terberi tidak...
Lemah, lumpuh, tidak bertongkat...
Betapa, saudara
Aku ta' kan terpekur
Bila aku habiskan bicara...
... fakir memohon, sayup suara
Lutut terujam, tangan terukur? ...

Dia nyata orang yang lemah
Bukan karena malas dan lalai
Nafasnya sesak terengah-engah...
Tidak didengar si burung murai
Orang yang lalu berpura lengah
Serupa terburu hendak lekas sampai...

Betapa, saudara
Lidahku ta' akan terkalang
Sesudah aku habis bicara
Berjumpa saudaraku bingung tualang
Sedikit ta' dapat aku membela
Mengantarkan ke tempat yang dia jelang...
Saudara!
Sudah malulah kini suara
Seperti dulu memenuhi udara
Ta' tahu lagi aku bicara
Jika ujud tidak kentara
Banyak disebut tidak bertara...

Sumber: Sebab Aku Terdiam (1939)

Analisis Puisi:
Puisi "Sebab Aku Terdiam" karya O.R. Mandank menggambarkan kegelisahan dan perenungan atas keheningan yang telah lama terjalin.

Refleksi atas Kesunyian: Puisi ini dibuka dengan ungkapan ketidaksanggupan untuk berbicara, yang mungkin disebabkan oleh kegelisahan atas keadaan sekitar. Penyair merenungkan alasan di balik keheningan tersebut dan mengungkapkan rasa malu atas ketidakmampuannya untuk berbicara di tengah penderitaan yang terjadi di sekitarnya.

Kegagalan dalam Memberi Nasihat: Meskipun penyair memiliki kata-kata nasihat dan penghiburan untuk orang-orang yang menderita, namun ia merasa bahwa kata-katanya hanya berupa ucapan kosong jika tidak diikuti oleh tindakan nyata. Puisi ini menggambarkan pertentangan antara kata-kata yang diucapkan dan realitas yang dihadapi.

Perasaan Bersalah dan Malu: Penyair mengekspresikan perasaan bersalah dan malu karena merasa tidak mampu membantu orang-orang yang menderita di sekitarnya. Ketidakmampuannya untuk memberikan bantuan nyata membuatnya merasa terdiam dan malu.

Pertanyaan atas Kebermaknaan Bicara: Puisi ini juga menyoroti pertanyaan tentang makna dari bicara dan nasihat. Penyair merenungkan apakah kata-kata dan nasihatnya memiliki arti yang sebenarnya jika tidak diikuti oleh tindakan nyata dan bantuan konkrit kepada mereka yang membutuhkan.

Ketidakmampuan untuk Bertindak: Puisi ini menggambarkan rasa frustasi dan putus asa karena ketidakmampuan untuk melakukan sesuatu untuk membantu orang-orang yang menderita. Meskipun penyair memiliki keinginan yang kuat untuk membantu, namun ia merasa terbatas dan tidak mampu memberikan kontribusi yang signifikan.

Dengan demikian, puisi "Sebab Aku Terdiam" mencerminkan refleksi mendalam atas keheningan dan ketidakmampuan untuk bertindak di tengah penderitaan dan kesulitan. Puisi ini mengeksplorasi tema-tema seperti perasaan bersalah, malu, dan ketidakmampuan untuk memberikan bantuan yang nyata kepada orang-orang yang membutuhkan.

O.R. Mandank
Puisi: Sebab Aku Terdiam
Karya: O.R. Mandank

Biodata O.R. Mandank:
  • O.R. Mandank adalah salah satu penyair tahun 1930-an.
  • Nama sebenarnya adalah Oemar Gelar Datoek Radjo Mandank.
  • O.R. Mandank lahir di Kota Panjang, Suliki, Sumatra Barat, pada tanggal 1 Januari 1913.
  • O.R. Mandank meninggal dunia pada tanggal 26 Desember 1995 di Jakarta (pada usia 82 tahun).
© Sepenuhnya. All rights reserved.