Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Pamit (Karya Slamet Sukirnanto)

Puisi "Pamit" karya Slamet Sukirnanto bercerita tentang seorang anak yang berpamitan kepada ibunya untuk pergi berjuang. Anak itu meninggalkan ...
Pamit
Mengenang: Prajurit Trimin

Ibu
Relakan anakmu meninggalkan perigi
Menimba air membasuh kaki
Ketika engkau hendak bersuci
Tubuhmu renta dari kotoran —
Debu yang fana!

Ibu
Aku kantongi dongeng yang dulu
Bekal melengkapi mimpi
Ketika tidur di gardu atau di lereng bukit

Ibu
Kini kami berpacu:
Mengarungi rimba kenyataan-kenyataan
Tak ada jalan kembali!

Ibu
Relakan anakmu pergi
Ke luar kota lagi sekarang
Bersama gerombolan kawan-kawan
Senapan kami sandang
Ditunggu induk pasukan
Yang semalam mengepung pertahanan musuh
Berlampu sinar bulan yang penuh!

Jakarta, 14 Agustus 1997

Sumber: Gergaji (2001)

Analisis Puisi:

Puisi berjudul "Pamit" karya Slamet Sukirnanto menyuguhkan sebuah perjalanan batin yang dalam tentang hubungan seorang anak dengan ibunya. Melalui bait-bait sederhana namun sarat makna, puisi ini memuat banyak hal penting yang layak direnungkan, mulai dari tema perjuangan, perpisahan, hingga rasa hormat kepada sosok ibu.

Tema

Tema utama dalam puisi "Pamit" adalah perpisahan seorang anak dengan ibunya demi menjalankan tugas berat. Di balik tema perpisahan ini, terselip pula semangat perjuangan, pengorbanan, dan rasa tanggung jawab terhadap sebuah misi yang lebih besar daripada dirinya sendiri. Nuansa cinta kasih dan duka lara juga membalut puisi ini, memperkuat kesan haru dalam setiap lariknya.

Makna Tersirat

Makna tersirat dalam puisi ini adalah tentang kerelaan untuk melepaskan kenyamanan masa kecil demi menghadapi realitas keras kehidupan, bahkan mungkin perang. Dalam bait-baitnya, anak berbicara tentang kantong dongeng masa kecil sebagai bekal, menandakan bahwa kenangan masa kecil dan nasihat sang ibu menjadi kekuatan batin untuk menghadapi dunia yang keras dan penuh risiko.

Di sisi lain, permohonan agar sang ibu merelakan kepergian sang anak menunjukkan bahwa perjuangan hidup kadang membutuhkan pengorbanan emosi yang sangat berat, bukan hanya dari si anak, tetapi juga dari orang-orang yang mencintainya.

Puisi ini bercerita tentang seorang anak yang berpamitan kepada ibunya untuk pergi berjuang. Anak itu meninggalkan kampung halaman, perigi tempat ia biasa membantu ibunya, dan memulai perjalanan berat bersama teman-temannya, membawa senapan, dan menuju medan pertempuran. Di tengah keberanian itu, ia tetap membawa kenangan masa kecil dan kasih sayang ibunya sebagai bekal semangat.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi Pamit terasa melankolis dan heroik sekaligus. Ada rasa sedih dan berat saat berpamitan, tetapi juga ada keteguhan dan semangat membara untuk mengarungi tantangan hidup. Keduanya saling berkelindan membentuk atmosfer yang getir namun penuh keberanian.

Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi

Pesan yang disampaikan puisi ini adalah bahwa perjalanan hidup seringkali mengharuskan kita untuk meninggalkan kenyamanan masa lalu, berani menghadapi kenyataan keras, dan tetap membawa nilai-nilai luhur dari orang tua sebagai kekuatan batin. Selain itu, puisi ini juga menekankan pentingnya restu dan doa seorang ibu dalam setiap langkah besar seorang anak.

Imaji

Imaji dalam puisi ini cukup kuat dan hidup. Misalnya:
  • "meninggalkan perigi" menghadirkan gambaran tentang kampung halaman yang sederhana dan penuh kenangan masa kecil.
  • "mengantongi dongeng" menciptakan citra anak kecil yang polos, yang kini harus meninggalkan dunia imajinasi menuju kenyataan keras.
  • "senapan kami sandang", "ditunggu induk pasukan", dan "berlampu sinar bulan penuh" memperkuat visualisasi tentang sekelompok pemuda yang siap menghadapi peperangan dalam suasana malam yang temaram.
Semua imaji ini membangun latar suasana yang penuh ketegangan namun juga penuh harapan.

Majas

Dalam puisi Pamit, beberapa majas yang digunakan antara lain:
  • Metafora, seperti dalam frasa "mengantongi dongeng", yang berarti membawa kenangan atau pelajaran hidup dari masa kecil.
  • Personifikasi, seperti "rimba kenyataan-kenyataan" yang membuat kenyataan seolah menjadi hutan yang harus ditaklukkan.
  • Hiperbola, tampak dalam "tak ada jalan kembali", mengesankan betapa berat dan mutlaknya jalan yang sudah dipilih si anak.
Semua penggunaan majas ini membuat puisi terasa lebih emosional dan menggetarkan.

Puisi Slamet Sukirnanto
Puisi: Pamit
Karya: Slamet Sukirnanto

Biodata Slamet Sukirnanto:
  • Slamet Sukirnanto lahir pada tanggal 3 Maret 1941 di Solo.
  • Slamet Sukirnanto meninggal dunia pada tanggal 23 Agustus 2014 (pada umur 73 tahun).
  • Slamet Sukirnanto adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.