Puisi: Menanti Kilatan Bulan (Karya Kirdjomuljo)

Puisi "Menanti Kilatan Bulan" karya Kirdjomuljo menggambarkan tema mendalam tentang rindu, kepisahan, dan pencarian makna dalam cinta.
Menanti Kilatan Bulan
Pengalaman seorang pelukis dalam sel tahanan

Dalam kegelapan mata hendak lebih terang
Dalam kepisahan cinta hendak lebih dalam

Malam itu
Bayangan bulan bermain di depan mata
Tetapi bulan yang bulat

Aku telah dipisahkannya

Aku hendak lihat bulan
Kebengisan manusia menghalangi
Dibunuhnya cinta yang hidup dalam jiwaku

Tetapi cinta mana hendak mati dalam kenangan
Jika kepisahan dan kejauhan
hendak menyalakan bara api cinta dan rindu

Aku hendak melihat bulan – aku menanti
menanti – menanti aku
kaki membentak melompat mata mencari bulan

Bulatan putih tertangkap sepenuhnya
Aku dapat cinta kembali
Tetapi – hanya air mata menyampaikan itu semuanya

Kulihat sepenuhnya
Tetapi tidak selamanya
Aku harus menanti lagi – menanti

Sampai kapan
Waktu tak pernah mengatakan

Jogjakarta, 5/2/1953

Sumber: Majalah Budaya (Juli, 1953)

Analisis Puisi:

Puisi "Menanti Kilatan Bulan" karya Kirdjomuljo menggambarkan tema mendalam tentang rindu, kepisahan, dan pencarian makna dalam cinta. Melalui imaji yang kuat dan bahasa yang emosional, puisi ini menyampaikan perasaan yang kompleks tentang cinta yang terhalang dan keinginan yang tak terpenuhi.

Kegelapan dan Terang

Puisi dimulai dengan kontras antara kegelapan dan keinginan untuk terang:

"Dalam kegelapan mata hendak lebih terang / Dalam kepisahan cinta hendak lebih dalam"

Penggunaan kontras ini menggambarkan perasaan terjebak dalam kegelapan emosional dan keinginan untuk menemukan cahaya atau kejelasan dalam situasi yang penuh kesulitan. Ini mencerminkan perjuangan internal untuk memahami dan mengatasi perasaan yang mendalam.

Bayangan Bulan dan Kepisahan

Di bagian berikutnya, penulis menggambarkan bagaimana bulan yang bulat menjadi simbol dari kepisahan dan kegelapan:

"Malam itu / Bayangan bulan bermain di depan mata / Tetapi bulan yang bulat / Aku telah dipisahkannya"

Bulan yang bulat menjadi simbol dari sesuatu yang diinginkan dan dirindukan, tetapi juga menjadi simbol dari kepisahan yang menyakitkan. Rasa sakit dari perpisahan ini memperdalam kerinduan dan menambah ketidakmampuan untuk mencapai cinta yang diinginkan.

Cinta dan Rindu

Puisi ini melanjutkan dengan penekanan pada rasa sakit yang diakibatkan oleh kebengisan manusia dan kepisahan yang menghalangi cinta:

"Aku hendak lihat bulan / Kebengisan manusia menghalangi / Dibunuhnya cinta yang hidup dalam jiwaku"

Penulis mengungkapkan betapa kebengisan manusia dan jarak fisik dapat menghancurkan cinta yang ada dalam diri seseorang, meskipun cinta tersebut tetap hidup dalam kenangan dan rindu.

Menanti dan Keputusasaan

Di bagian akhir puisi, penulis menyampaikan rasa putus asa dan ketidakpastian dalam menunggu kilatan bulan:

"Aku hendak melihat bulan – aku menanti / menanti – menanti aku / kaki membentak melompat mata mencari bulan"

Menanti bulan menjadi metafora dari menunggu kejelasan dan kepuasan emosional yang tampaknya tak pernah datang. Perasaan ini diperburuk oleh keputusasaan karena waktu yang tak pernah memberikan jawaban atau solusi.

Air Mata dan Kenangan

Puisi diakhiri dengan perasaan sedih dan air mata:

"Bulatan putih tertangkap sepenuhnya / Aku dapat cinta kembali / Tetapi – hanya air mata menyampaikan itu semuanya"

Meskipun bulan terlihat dan cinta tampaknya dapat dijangkau kembali, kenyataan adalah bahwa hanya air mata yang bisa menggambarkan kedalaman perasaan dan penderitaan yang dirasakan.

Konteks dan Relevansi

Puisi "Menanti Kilatan Bulan" menyentuh tema universal tentang cinta, kepisahan, dan pencarian makna dalam hidup. Puisi ini relevan untuk pembaca yang pernah mengalami rasa sakit akibat perpisahan dan rindu yang mendalam. Melalui imaji bulan dan bahasa emosional, Kirdjomuljo berhasil menggambarkan perasaan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata, menciptakan resonansi yang kuat dengan pengalaman pribadi pembaca.

Puisi ini juga menggarisbawahi ketidakpastian dalam hidup dan cinta, menekankan bagaimana perasaan rindu dan kepisahan dapat mempengaruhi perjalanan emosional seseorang.

Puisi "Menanti Kilatan Bulan" adalah puisi yang mengeksplorasi tema rindu, kepisahan, dan pencarian makna dengan cara yang mendalam dan emosional. Kirdjomuljo menggunakan imagery bulan untuk menyampaikan perasaan putus asa dan keinginan yang mendalam, menciptakan pengalaman yang reflektif bagi pembaca. Puisi ini mengajak kita untuk merenung tentang perjalanan pribadi kita dalam mencari cinta dan memahami perasaan kita sendiri.

Kirdjomuljo
Puisi: Menanti Kilatan Bulan
Karya: Kirdjomuljo
Biodata Kirdjomuljo:
  • Edjaan Tempo Doeloe: Kirdjomuljo
  • Ejaan yang Disempurnakan: Kirjomulyo
  • Kirdjomuljo lahir pada tanggal 1 Januari 1930 di Yogyakarta.
  • Kirdjomuljo meninggal dunia pada tanggal 19 Januari 2000 di Yogyakarta.

Anda mungkin menyukai postingan ini

  • Hari Kemerdekaan Akhirnya tak terlawan olehku Tumpah di mataku, di mata sahabat-sahabatku ke hati kita semua Bendera-bendera dan bendera-bendera Bendera kebangs…
  • Tanah Air Siapa hendak kusebutnya Kini jelas berlinang di mata puisiku Kenyataan dan impiannya menatapku Betapa indahnya, betapa jelita Siapa hendak kusebutnya …
  • Di Bayang Mata Pak DirmanSaat kutatap adamu di masa silamKulihat adamu di masa datang dan lebih menyalaMeyakinkan generasikuHarus menyelesaikan yang telah dimulaiKutemukan di bayan…
  • Di Batas Yogya Kenangan demi kenangan memimpin langkahku Angin kurasa menyertai di sisiku Tetapi aku tetap termangu Berdiri di antara dua prasangka Jauh di ma…
  • Duka Di ujung malam orang hendak melupakan duka Ke mana duka akan terlempar datangnya serupa hari serupa ada serupa tak ada Sumber: Romansa Perjalan…
  • Perjuangan Yang terjauh ia hanya minta kepadamu Kepadamu, kepada semua perjuangannya Semua hal yang sementara Yang terpahit ia hanya minta kepadamu Kepadaku kep…
© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.