Puisi: Lagu Pohon Pala (Karya Beni R. Budiman)

Puisi "Lagu Pohon Pala" karya Beni R. Budiman menawarkan eksplorasi mendalam tentang keterasingan, perjuangan, dan refleksi terhadap makna kehidupan.
Lagu Pohon Pala

Waktu selalu menolak bumi
Menjadi abadi
Karenanya jenis kelamin
Tak lagi guna: 
Semua hamba
Semua iba

Sebuah jembatan gantung dari bambu
dan jeram yang bergemuruh
memukul batu-batu
adalah gagu
saksi perjalananku yang sunyi

Sebuah tapak jalan menanjak
dari bukit batu yang terjal
menyiratkan betapa berat ini tubuh
Langkahku lamban seperti tutut
Nafas patah-patah naik turun
Dada seakan godam beruntun

"Kau harus mendaki terus
sebelum malam gegas
siang berkemas
dan pohon-pohon pala bernyanyi keras,"
demikian angin berbisik dari lembah
sambil menyeka langit yang basah

Aku pun terus merayap
seperti bekicot yang membawa rumah
karena di puncak itu aku akan
bertemu seseorang dari masa lalu

Tapi di bawah pohon kembali aku rebah
Karena tubuh ini terlalu payah
Aku seakan seorang renta yang tamak
memanggul karung penuh harta karun
tapi aku tak tahu untuk apa
membawanya menuju puncak
Di bawah pohon pala itu juga
kubayangkan barisan kapal dagang
berlayar dari jazirah yang beku
jalan jauh yang ditempuhnya
bukan lagi penghalang mimpinya

Mereka terus membelah samudra
menubruk ribuan gunung badai
hingga maut begitu dekat dan bersahabat
seperti teka-teki silang yang dijawab
saat iseng datang
dan kantuk melayang

Sedang ketakutan adalah buah kemiskinan
yang membuat setiap orang
jadi petualang yang hina dan malang
atau seperti pecinta yang ragu pada rindunya

Di bawah pohon pala yang mulai bernyanyi
kupahami gubuk-gubuk bilik sendu
dan orang-orang dengan wajah ketakutan
bergegas mengejar mimpi yang tertunda

"Ah tidur. Kita sebenarnya tak pernah benar
bangun dari tidur dan melepaskan mimpi buruk
yang terus bergentayangan menghantui kita,"
begitu sungai berlagu dalam guruh yang menderu

Di bawah kehijauan daun-daun pala
dan demi buahnya yang bergantungan
kupasrahkan dakian demi dakian tajam
menikam jantungku yang melepuh

2001-2002

Analisis Puisi:

Puisi "Lagu Pohon Pala" karya Beni R. Budiman menawarkan eksplorasi mendalam tentang keterasingan, perjuangan, dan refleksi terhadap makna kehidupan. Dengan menggunakan simbolisme dan metafora yang kuat, puisi ini menggambarkan perjalanan fisik dan spiritual penulis dalam menghadapi kesulitan dan ketidakpastian.

Simbolisme dan Setting

Puisi ini dimulai dengan gambaran waktu yang menolak bumi untuk menjadi abadi, sebuah metafora yang menunjukkan ketidakmampuan manusia untuk melawan keterbatasan waktu dan eksistensi. Dalam konteks ini, jenis kelamin, atau identitas individu, menjadi tidak relevan; semua manusia adalah hamba waktu dan mengalami penderitaan.

Waktu selalu menolak bumi
Menjadi abadi
Karenanya jenis kelamin
Tak lagi guna:
Semua hamba
Semua iba

Penggunaan metafora "jembatan gantung dari bambu" dan "jeram yang bergemuruh" menggambarkan perjalanan penulis yang penuh tantangan dan kesepian. Jembatan gantung dan jeram adalah simbol perjalanan yang berbahaya dan penuh risiko, sedangkan "gagu" (yang berarti bisu) menandakan ketidakmampuan untuk mengungkapkan rasa sakit dan kesepian yang mendalam.

Perjalanan dan Kesulitan

Dalam puisi ini, penulis menghadapi rintangan fisik dan emosional dalam perjalanannya. "Tapak jalan menanjak" dan "bukit batu yang terjal" menunjukkan perjuangan yang berat, baik secara fisik maupun mental. Langkah yang lamban seperti "tutut" dan nafas yang patah-patah menggambarkan kesulitan yang dialami selama perjalanan:

Sebuah tapak jalan menanjak
dari bukit batu yang terjal
menyiratkan betapa berat ini tubuh
Langkahku lamban seperti tutut
Nafas patah-patah naik turun
Dada seakan godam beruntun

Kutipan ini mencerminkan rasa lelah dan perjuangan yang tak kunjung usai, memperlihatkan bagaimana setiap langkah terasa berat dan penuh penderitaan.

Refleksi dan Mimpi

Puisi ini juga mencerminkan refleksi mendalam tentang masa lalu dan makna perjalanan. Angin yang berbisik dari lembah menggambarkan pesan yang mengingatkan penulis tentang pentingnya melanjutkan perjalanan meskipun ada kesulitan:

"Kau harus mendaki terus
sebelum malam gegas
siang berkemas
dan pohon-pohon pala bernyanyi keras,"
demikian angin berbisik dari lembah
sambil menyeka langit yang basah

Di bawah pohon pala, penulis mengalami momen introspeksi, membayangkan barisan kapal dagang yang berlayar dari jazirah yang beku. Ini adalah simbol perjalanan panjang dan penuh rintangan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan.

Di bawah pohon pala itu juga
kubayangkan barisan kapal dagang
berlayar dari jazirah yang beku
jalan jauh yang ditempuhnya
bukan lagi penghalang mimpinya

Pohon pala menjadi tempat penulis merenung dan memahami bahwa ketakutan dan kemiskinan adalah bagian dari kondisi manusia yang lebih besar. Penulis menggambarkan ketakutan sebagai buah kemiskinan yang membuat setiap orang menjadi petualang atau pecinta yang ragu:

Sedang ketakutan adalah buah kemiskinan
yang membuat setiap orang
jadi petualang yang hina dan malang
atau seperti pecinta yang ragu pada rindunya

Refleksi dan Pasrah

Akhir puisi menggambarkan saat-saat pasrah dan refleksi di bawah pohon pala. Penulis merasakan kesedihan dan kelelahan yang mendalam, memahami bahwa mungkin kita tidak pernah benar-benar bangun dari tidur atau melepaskan mimpi buruk yang terus menghantui kita:

Di bawah kehijauan daun-daun pala
dan demi buahnya yang bergantungan
kupasrahkan dakian demi dakian tajam
menikam jantungku yang melepuh

Puisi "Lagu Pohon Pala" adalah puisi yang menyentuh aspek kedalaman spiritual dan perjuangan manusia. Beni R. Budiman menggunakan simbolisme yang kaya untuk mengekspresikan kesulitan dan refleksi personal, mengajak pembaca untuk memahami perjalanan kehidupan yang penuh tantangan dan makna.

Puisi
Puisi: Lagu Pohon Pala
Karya: Beni R. Budiman

Biodata Beni R. Budiman:
  • Beni R. Budiman lahir di desa Dawuan, Kadipaten, Majalengka, pada tanggal 10 September 1965.
  • Beni R. Budiman meninggal dunia di Bandung pada tanggal 3 Desember 2002.
© Sepenuhnya. All rights reserved.