Puisi: Kota Tanpa Bunga (Karya Bambang Widiatmoko)

Puisi "Kota Tanpa Bunga" karya Bambang Widiatmoko menghadirkan gambaran yang kompleks tentang sebuah kota yang telah kehilangan keindahan, makna, ....
Kota Tanpa Bunga
: Wan Anwar

Ketemu kota tanpa bunga
Apalagi kata-kata, telah dipatuk burung gereja
Hanya deretan pohon asam tua
Pertanda dulu pernah jaya

Debu menyebar di alun-alun kota
Yang tampak tak tertata
Menghitung jejak yang tertinggal
Mungkin hanya sajak, lantas terinjak

Menemu malam, sepanjang jalan raya
Deretan lampu terukir Asma'ul Husna
Barangkali menjaga tutur kata
Atau tempat kita berjanji, melangkah pergi

Benteng tua muncul di depan mata
Juga mesjid dan menara
Menghitung peziarah, menghitung peminta-minta
Semua penuh harap, hatinya mengerjap

Kota tua berselimut doa
Tersandar  di tepi dermaga
Bagai perahu tua sarat luka
Siap terkubur di samudera


Analisis Puisi:
Puisi "Kota Tanpa Bunga" karya Bambang Widiatmoko adalah sebuah karya yang memperlihatkan pandangan tentang sebuah kota yang telah kehilangan keindahan dan kehidupannya. Dalam puisi ini, penyair menggambarkan sebuah kota yang jauh dari kesan indah dan subur. Puisi ini menawarkan banyak lapisan makna dan gambaran yang mengundang pembaca untuk merenungkan kondisi sosial, budaya, dan kehidupan manusia.

Kehilangan Keindahan dan Makna: Pada bait pertama, penyair menjelaskan bahwa kota yang digambarkannya kehilangan pesona alam yang indah. Bahkan, kecantikan dan makna kata-kata telah hilang, ditandai dengan gambaran burung gereja yang tidak lagi bersuara di sana. Pohon asam tua yang hanya tersisa menjadi penanda masa kejayaan yang telah berlalu, menyisakan kesan nostalgia akan masa lalu yang gemilang.

Kehidupan yang Terlupakan: Penyair menyampaikan gambaran debu yang menyebar di alun-alun kota yang tak tertata dengan baik. Hal ini mencerminkan kehidupan yang terlupakan dan tidak terurus, di mana jejak-jejak kehidupan dan kebudayaan seakan hilang begitu saja. Bahkan, sajak-sajak yang seharusnya menjadi warisan budaya dan kebijaksanaan juga terinjak dan terlupakan.

Identitas Religius dan Kehidupan Sosial: Penyair menghadirkan gambaran tentang identitas religius dan kehidupan sosial dalam kota tersebut. Lampu-lampu yang terukir dengan Asma'ul Husna, serangkaian nama baik Tuhan dalam Islam, menawarkan kesan spiritualitas yang dalam. Namun, di sisi lain, mungkin juga menjadi simbol dari janji-janji yang pernah dibuat namun terlupakan.

Kehidupan Bersejarah dan Harapan: Penyair membawa pembaca ke sejarah kota dengan merujuk pada benteng tua, masjid, dan menara. Gambaran ini menunjukkan bahwa meskipun kota tersebut telah menjadi tua dan penuh dengan luka, namun juga dipenuhi dengan doa dan harapan. Kota ini seperti perahu tua yang siap tenggelam, tetapi masih dipenuhi dengan harapan untuk berlayar ke arah yang lebih baik.

Puisi "Kota Tanpa Bunga" karya Bambang Widiatmoko menghadirkan gambaran yang kompleks tentang sebuah kota yang telah kehilangan keindahan, makna, dan kehidupannya. Melalui penggunaan gambaran-gambaran yang kuat dan metafora yang dalam, penyair berhasil mengajak pembaca untuk merenungkan tentang nilai-nilai kehidupan, masa lalu, dan harapan di tengah keadaan yang sulit. Puisi ini menegaskan pentingnya merawat dan menghargai kehidupan serta kebudayaan, meskipun dalam kondisi yang penuh dengan tantangan dan luka.

Puisi
Puisi: Kota Tanpa Bunga
Karya: Bambang Widiatmoko
© Sepenuhnya. All rights reserved.