Sumber: Panca Raya (1 November 1946)
Analisis Puisi:
Puisi "Hampa" karya Bahrum Rangkuti menciptakan suasana yang gelap dan hampa, mencerminkan perasaan seorang individu yang merasakan kekosongan dan kehilangan dalam hidupnya.
Atmosfer Malam yang Kelam: Puisi ini dibuka dengan suasana malam yang sepi dan kelam, tercermin dalam deskripsi "Naik beca pulang ke Mampang, Laut malam." Atmosfer malam menjadi latar belakang yang cocok untuk menyampaikan perasaan hampa dan kekosongan.
Gambaran Alam dan Kehidupan Malam: Puisi menciptakan gambaran tentang kehampaan melalui pohon bimbang dan gelap yang diam. Alam dan kehidupan malam dijelaskan sebagai tempat yang sunyi dan tanpa kehidupan yang mencirikan kekosongan perasaan dalam diri penyair.
Kehampaan Emosional: Ungkapan "Segala lena dan kaku, Abang beca litak lesu, Tiada gaya dan nafsu" merujuk pada keadaan emosional yang hampa dan kehilangan semangat. Bahasa yang digunakan menciptakan kesan bahwa kehidupan ini kehilangan segala keceriaan dan semangatnya.
Hilangnya Cahaya dan Keindahan: Puisi menggambarkan kehilangan cahaya dan keindahan malam, terutama melalui pernyataan "Bulan pun tak kelihatan, Satu bintang pudar segan, Hendak hilang ke balik awan." Hilangnya cahaya bulan dan bintang menunjukkan hilangnya arah dan keindahan dalam hidup.
Kehampaan Jiwa: Penyair menyatakan kehampaan jiwa dengan ungkapan "Aku pun begitu sekarang, Jiwa kosong dan malang, Bulan bintangku hilang." Ini menciptakan citra seorang individu yang kehilangan makna dan inspirasi dalam hidupnya, merasa seperti bulan dan bintangnya hilang.
Kesepian dan Kegelapan: Atmosfer puisi menyoroti perasaan kesepian dan kegelapan, baik secara fisik maupun emosional. Karya ini menyiratkan bahwa malam yang seharusnya indah dan penuh makna, sekarang menjadi tandan kekosongan dan kehampaan.
Keterkaitan dengan Kondisi Hidup: Puisi ini dapat diartikan sebagai ungkapan perasaan kehampaan dan kehilangan yang mungkin berkaitan dengan kondisi hidup penyair pada saat tertentu. Hal ini menggambarkan bagaimana kehidupan yang seharusnya penuh warna dapat menjadi kelam dan hampa.
Puisi "Hampa" berhasil menciptakan citra dan suasana yang sesuai dengan tema kehampaan dan kekosongan. Bahrum Rangkuti menggunakan gambaran malam, kegelapan, dan kehilangan elemen alam untuk mengungkapkan perasaan yang mendalam tentang kesunyian dan kekosongan dalam diri seseorang.