Puisi: Akupun Masa (Karya Usmar Ismail)

Puisi "Akupun Masa" karya Usmar Ismail mengajarkan bahwa di tengah segala kelemahan dan perubahan yang kita alami, hanya Tuhan yang menjadi ...
Akupun Masa

Sering pabila kalbuku sunyi
Terasa nyata lemahku ini
Segala berat menimpa hati
Tiap dayaku terimpit mati

Tetapi apabila meriuh kata
Berlumba-lumba maju ke muka
Lupalah sudah kelemahan jiwa
Berhamburan gaya rasa yang lena

Dirasa, didengar, ditilik segala rasa,
Di dalam senyum sesal menyela
Merasa dunia lemah semata

Yang kuat lemah, yang lemah buta
Hanya Kau Tuhanku, Pegangan Satu
Meski aku pun masa di dalam kalbu.

Analisis Puisi:

Puisi "Akupun Masa" karya Usmar Ismail adalah sebuah karya yang penuh dengan refleksi mendalam mengenai dinamika batin manusia. Dalam puisi ini, Usmar Ismail menyampaikan pergulatan antara kelemahan dan kekuatan dalam diri manusia, serta bagaimana seseorang mencari pegangan di tengah keraguan dan kebingungan hidup. Puisi ini mengandung pesan filosofis yang menggambarkan kompleksitas manusia dalam menghadapi kehidupan dan mencari makna di balik segala pengalaman.

Kelemahan dan Keterpurukan: Ketika Kalbu Sunyi

Pada bait pertama puisi ini, Usmar Ismail menggambarkan momen-momen ketika seseorang merasa lemah dan terpuruk. "Sering pabila kalbuku sunyi" mengisyaratkan keadaan ketika hati dan pikiran berada dalam keheningan, terlepas dari hiruk-pikuk dunia luar. Saat kalbu sunyi, muncul kesadaran akan kelemahan dan kerapuhan diri. "Terasa nyata lemahku ini, segala berat menimpa hati" menunjukkan bagaimana kesunyian ini membuat seseorang lebih peka terhadap segala beban yang ada di dalam hatinya, menciptakan perasaan tertekan dan tidak berdaya.

Keadaan ini menggambarkan momen introspeksi di mana seseorang menyadari keterbatasan dan kelemahan dirinya. "Tiap dayaku terimpit mati" menunjukkan bagaimana segala usaha dan daya yang dimiliki seakan-akan tidak mampu mengatasi beratnya beban yang dirasakan. Ini adalah gambaran yang sangat manusiawi tentang bagaimana seseorang bisa merasa terhimpit oleh tekanan hidup, terutama saat dia merasa sendirian dalam keheningan.

Perubahan dan Kekuatan: Ketika Kata Meriuh

Namun, puisi ini tidak hanya berhenti pada kerapuhan. Usmar Ismail kemudian menggambarkan perubahan yang terjadi ketika "meriuh kata." Di sini, kata-kata diibaratkan sebagai kebangkitan energi dan semangat dalam diri seseorang. "Berlumba-lumba maju ke muka, lupalah sudah kelemahan jiwa" menggambarkan bagaimana kata-kata atau mungkin semangat baru dapat mengubah suasana hati dan pikiran, membuat seseorang melupakan kelemahan yang sebelumnya begitu membebani.

Perubahan ini menunjukkan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk bangkit dari keterpurukan, dengan memanfaatkan energi baru yang datang dari dalam dirinya sendiri atau dari dorongan eksternal. "Berhamburan gaya rasa yang lena" menggambarkan ledakan energi dan semangat yang tiba-tiba muncul, menghidupkan kembali rasa percaya diri yang sebelumnya tertidur. Ini adalah gambaran tentang bagaimana manusia dapat menemukan kembali kekuatan dan semangatnya, bahkan setelah merasa sangat lemah dan tertekan.

Refleksi dan Kesadaran: Menyadari Kelemahan Dunia

Bagian berikutnya dari puisi ini membawa pembaca ke dalam refleksi lebih dalam mengenai dunia dan keberadaan manusia di dalamnya. "Dirasa, didengar, ditilik segala rasa, di dalam senyum sesal menyela" menunjukkan bahwa setelah mengalami perubahan dan kebangkitan semangat, seseorang mulai merenungkan kembali pengalaman dan perasaan yang telah dialami. Ada kesadaran yang muncul, bahwa segala sesuatu di dunia ini bersifat sementara dan rapuh.

"Merasa dunia lemah semata" adalah kesadaran akan kelemahan yang melekat pada dunia dan segala isinya. Ini mencerminkan pemahaman bahwa meskipun kita mungkin merasa kuat pada saat tertentu, dunia dan kehidupan tetap penuh dengan kelemahan dan ketidakpastian. "Yang kuat lemah, yang lemah buta" mengisyaratkan bahwa kekuatan dan kelemahan bukanlah sesuatu yang tetap, tetapi bisa berubah-ubah seiring dengan perjalanan hidup.

Mencari Pegangan: Ketergantungan pada Tuhan

Pada bagian akhir puisi, Usmar Ismail membawa pembaca kepada kesimpulan bahwa di tengah segala keraguan, kelemahan, dan kekuatan yang datang dan pergi, hanya ada satu pegangan yang pasti: Tuhan. "Hanya Kau Tuhanku, Pegangan Satu" menunjukkan bahwa di tengah segala ketidakpastian hidup, Tuhan adalah satu-satunya yang dapat diandalkan. Ini mencerminkan keyakinan bahwa manusia, dengan segala keterbatasan dan kelemahannya, hanya bisa menemukan kekuatan sejati melalui hubungan dengan Tuhan.

"Meskipun aku pun masa di dalam kalbu" menegaskan bahwa meskipun manusia adalah bagian dari perjalanan waktu, dengan segala perubahan dan pergolakannya, Tuhan tetaplah pegangan yang tidak berubah. Ini adalah ungkapan kerendahan hati dan penyerahan diri kepada kekuatan yang lebih besar, yang melampaui segala pengalaman duniawi.

Pergulatan Jiwa dalam Pencarian Makna Hidup

Puisi "Akupun Masa" karya Usmar Ismail adalah sebuah refleksi mendalam tentang dinamika batin manusia dalam menghadapi kehidupan. Melalui simbolisme kelemahan, kekuatan, dan kesadaran akan ketidakpastian dunia, Usmar Ismail menggambarkan pergulatan yang dialami setiap orang dalam mencari makna hidup. Puisi ini mengajarkan bahwa di tengah segala kelemahan dan perubahan yang kita alami, hanya Tuhan yang menjadi pegangan yang kokoh dan abadi.

Karya ini mengajak kita untuk merenungkan kembali hubungan kita dengan diri sendiri, dunia, dan Tuhan. Dengan segala keterbatasan yang kita miliki, puisi ini menyampaikan pesan bahwa kekuatan sejati tidak datang dari diri kita sendiri, tetapi dari Tuhan yang menjadi sumber segala ketenangan dan kekuatan. Melalui puisi ini, Usmar Ismail menegaskan pentingnya spiritualitas dan keyakinan dalam menjalani hidup yang penuh dengan tantangan dan ketidakpastian.

Puisi Akupun Masa
Puisi: Akupun Masa
Karya: Usmar Ismail
Biodata Usmar Ismail:
  • Usmar Ismail lahir pada tanggal 20 Maret 1921 di Bogor, Jawa Barat, Indonesia. Ia adalah seorang sutradara, produser film, dan penulis naskah Indonesia yang dikenal sebagai salah satu tokoh penting dalam sejarah perfilman Indonesia.
  • Usmar Ismail aktif dalam Gerakan Pujangga Baru, sebuah kelompok sastra yang berperan dalam perkembangan sastra Indonesia pada masa itu.
  • Usmar Ismail meninggal dunia pada tanggal 2 Januari 1971 (pada usia 49) di Jakarta, Indonesia.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.