Puisi: Aku pun Termangu (Karya Fridolin Ukur)

Puisi: Aku pun Termangu Karya: Fridolin Ukur
Aku pun Termangu

Menyimak ingatan hari-hari berlalu
adalah kesyanduan lembut ramah
menghembuskan bebauan dupa wangi
dari yang abadi yang masih bersemi

        aku pun termangu
        karena tahu:
        aku tak berhak bicara
        tentang harapan, semangat dan masa depan
        mereka yang terlunta dan tersiksa,
        ketika tidurku hangat di musim hujan
        terlindung aman di rumah bebas banjir,
        ketika bangun, kopi panas sudah menanti
        dan istri yang setia melayani!

Haruskah aku menderita
untuk bisa bicara untuk yang tertindas?

Haruskah aku berduka
untuk menghibur yang terluka?

Haruskah aku terpukul retak
untuk bisa memulihkan hidup tepatah?

Sebuah pemberian telah diberikan kepadaku:
kecil, tapi paripurna
sederhana, tapi sempurna
cinta yang dibasuh dengan darah;
karena cinta, aku boleh bicara,
karena cinta, aku berhak bicara,
karena cinta, aku harus bicara!
karena penyerahan pada cinta
membuat darah ini masih menderu

        Kini, dengan raga yang tambah renta
        kurangkai cinta dalam puisi yang tak pernah sempurna
        dengan jejari yang mulai gemetar di makan usia

Kini waktunya bertanya:
aku bisa berbuat apa bagi kebahagiaan sesama!

Jakarta, 24 Februari 1996
Peluncuran buku "Kurban yang Berbau Harum"
Puisi: Aku pun Termangu
Puisi: Aku pun Termangu
Karya: Fridolin Ukur

Catatan:
  • Fridolin Ukur lahir di Tamiang Layang, Kalimantan Tengah, pada tanggal 5 April 1930.
  • Fridolin Ukur meninggal di Jakarta, pada tanggal 26 Juni 2003 (pada umur 73 tahun).

Anda mungkin menyukai postingan ini

  • Pagi Azan Mualim sunyi membumbung di suasana pagi hari mendung memanggil umat berhening diri sujud khidmat pada ilahi. Aku tergolek di tempat tidur…
  • Kenangan pada Dunia Kanak-Kanak Masih ingatkah kau, masa bocah kita Sekali lama, di desa Zahleh karunia Betapa di kebun anggur dua bayang bertemu Bertukar gelak di…
  • Senyap Hatiku kini tiada bernyanyi Riang gembira laku dulu Lama bisikan telah dinanti Kabur mata dalam menunggu. Rupanya hatiku laksana telaga Kering timpas di musim kem…
  • Sunyi Duduk aku di muka jendela Memandang sayu ke atas langit Mengemas cahaya purnama raya Ditambah permai lentera alit. Malam turun …
  • TamasyaMarilah di sini melepaskan beban yang mengutuk kita di kotaDan jadi anak manusia yang kagum menghadap rasa.Kita membonceng di punggung alam, mendengarkan di dadanyaKisah rah…
  • Kepada Penjaga TamanBertanyalah beta sedikit cuma,Aduhan “penjaga” orang utama,Karena taman sudahlah lama,Tambahlah luasnya tempat bercengkrama.Jika taman bertambah luas,Dapatkah k…
© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.