Aku pun Termangu
Menyimak ingatan hari-hari berlalu
adalah kesyanduan lembut ramah
menghembuskan bebauan dupa wangi
dari yang abadi yang masih bersemi
aku pun termangu
karena tahu:
aku tak berhak bicara
tentang harapan, semangat dan masa depan
mereka yang terlunta dan tersiksa,
ketika tidurku hangat di musim hujan
terlindung aman di rumah bebas banjir,
ketika bangun, kopi panas sudah menanti
dan istri yang setia melayani!
Haruskah aku menderita
untuk bisa bicara untuk yang tertindas?
Haruskah aku berduka
untuk menghibur yang terluka?
Haruskah aku terpukul retak
untuk bisa memulihkan hidup tepatah?
Sebuah pemberian telah diberikan kepadaku:
kecil, tapi paripurna
sederhana, tapi sempurna
cinta yang dibasuh dengan darah;
karena cinta, aku boleh bicara,
karena cinta, aku berhak bicara,
karena cinta, aku harus bicara!
karena penyerahan pada cinta
membuat darah ini masih menderu
Kini, dengan raga yang tambah renta
kurangkai cinta dalam puisi yang tak pernah sempurna
dengan jejari yang mulai gemetar di makan usia
Kini waktunya bertanya:
aku bisa berbuat apa bagi kebahagiaan sesama!
Jakarta, 24 Februari 1996
Peluncuran buku "Kurban yang Berbau Harum"
Puisi: Aku pun Termangu
Karya: Fridolin Ukur
Catatan:
- Fridolin Ukur lahir di Tamiang Layang, Kalimantan Tengah, pada tanggal 5 April 1930.
- Fridolin Ukur meninggal di Jakarta, pada tanggal 26 Juni 2003 (pada umur 73 tahun).