Analisis Puisi:
Puisi "Surat Malam buat Bung Karno" karya Gunoto Saparie menyampaikan pesan yang dalam dan menggugah tentang perjuangan dan pengorbanan Bung Karno, pemimpin Indonesia yang berjuang melawan penjajahan Belanda.
Kesetiaan dan Pengabdian: Puisi ini mencerminkan kesetiaan dan pengabdian penulis kepada Bung Karno, yang digambarkan sedang berada di balik jeruji penjara Belanda. Meskipun dalam situasi yang sulit, Bung Karno tetap berjuang untuk mempertahankan martabat dan kemerdekaan bangsanya.
Perjuangan di Tengah Keterbatasan: Penyair menggambarkan kondisi yang sulit di dalam penjara, di mana Bung Karno harus menulis pidato pembelaannya di atas kaleng rombeng kotor. Hal ini mencerminkan perjuangan yang harus dilakukan dalam kondisi yang tidak ideal, tetapi tetap mempertahankan semangat dan tekad untuk memperjuangkan keadilan.
Pemberontakan Melalui Tulisan: Meskipun terkurung di dalam sel sempit, Bung Karno tetap menggunakan tulisannya sebagai alat untuk melawan penindasan dan ketidakadilan. Pidato pembelaannya tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk memperjuangkan hak-hak rakyat Indonesia yang dizalimi oleh penguasa Belanda.
Kesetiaan dan Pengorbanan: Penyair menunjukkan kesetiaan dan pengorbanannya dengan menyelundupkan kertas, tinta, dan buku-buku agar Bung Karno bisa melanjutkan perjuangannya. Meskipun tidak jelas kemana surat itu akan dikirim, hal itu mencerminkan komitmen untuk tetap mendukung Bung Karno dalam perjuangannya.
Keadilan dan Perlawanan: Puisi ini menyoroti proses peradilan yang tidak adil dan berkabut di landraad Bandung yang bertujuan untuk membungkam gerakan kemerdekaan Indonesia. Bung Karno tidak hanya membela dirinya sendiri, tetapi juga membela nasib dan martabat bangsanya yang dizalimi.
Dengan penggunaan bahasa yang mendalam dan gambaran yang kuat, puisi ini menggambarkan semangat perlawanan dan perjuangan Bung Karno serta pengorbanan para pendukungnya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Puisi "Surat Malam buat Bung Karno" karya Gunoto Saparie menyampaikan pesan yang dalam dan menggugah tentang perjuangan dan pengorbanan Bung Karno, pemimpin Indonesia yang berjuang melawan penjajahan Belanda.
Kesetiaan dan Pengabdian: Puisi ini mencerminkan kesetiaan dan pengabdian penulis kepada Bung Karno, yang digambarkan sedang berada di balik jeruji penjara Belanda. Meskipun dalam situasi yang sulit, Bung Karno tetap berjuang untuk mempertahankan martabat dan kemerdekaan bangsanya.
Perjuangan di Tengah Keterbatasan: Penyair menggambarkan kondisi yang sulit di dalam penjara, di mana Bung Karno harus menulis pidato pembelaannya di atas kaleng rombeng kotor. Hal ini mencerminkan perjuangan yang harus dilakukan dalam kondisi yang tidak ideal, tetapi tetap mempertahankan semangat dan tekad untuk memperjuangkan keadilan.
Pemberontakan Melalui Tulisan: Meskipun terkurung di dalam sel sempit, Bung Karno tetap menggunakan tulisannya sebagai alat untuk melawan penindasan dan ketidakadilan. Pidato pembelaannya tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk memperjuangkan hak-hak rakyat Indonesia yang dizalimi oleh penguasa Belanda.
Kesetiaan dan Pengorbanan: Penyair menunjukkan kesetiaan dan pengorbanannya dengan menyelundupkan kertas, tinta, dan buku-buku agar Bung Karno bisa melanjutkan perjuangannya. Meskipun tidak jelas kemana surat itu akan dikirim, hal itu mencerminkan komitmen untuk tetap mendukung Bung Karno dalam perjuangannya.
Keadilan dan Perlawanan: Puisi ini menyoroti proses peradilan yang tidak adil dan berkabut di landraad Bandung yang bertujuan untuk membungkam gerakan kemerdekaan Indonesia. Bung Karno tidak hanya membela dirinya sendiri, tetapi juga membela nasib dan martabat bangsanya yang dizalimi.
Dengan penggunaan bahasa yang mendalam dan gambaran yang kuat, puisi ini menggambarkan semangat perlawanan dan perjuangan Bung Karno serta pengorbanan para pendukungnya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Karya: Gunoto Saparie
GUNOTO SAPARIE. Lahir di Kendal, Jawa Tengah, 22 Desember 1955. Pendidikan formal Sekolah Dasar Kadilangu, Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Pertama Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Ekonomi Atas Kendal, Akademi Uang dan Bank Yogyakarta, dan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang. Pendidikan informal Madrasah Ibtidaiyyah Islamiyyah Tlahab, Gemuh, Kendal dan Pondok Pesantren KH Abdul Hamid Tlahab, Gemuh, Kendal.
Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit adalah Melancholia (Damad, Semarang, 1979), Solitaire (Indragiri, Semarang, 1981), Malam Pertama (Mimbar, Semarang, 1996), Penyair Kamar (Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Semarang, 2018), dan Mendung, Kabut, dan Lain-lain (Cerah Budaya Indonesia, Jakarta, 2019).
Kumpulan esai tunggalnya Islam dalam Kesusastraan Indonesia (Yayasan Arus, Jakarta, 1986). Kumpulan cerita rakyatnya Ki Ageng Pandanaran: Dongeng Terpilih Jawa Tengah (Pusat Bahasa, Jakarta, 2004).
Ia pernah menerbitkan antologi puisi bersama Korrie Layun Rampan berjudul Putih! Putih! Putih! (Yogyakarta, 1976) dan Suara Sendawar Kendal (Karawang, 2015). Sejumlah puisinya termuat dalam antologi bersama para penyair lain.
Saat ini ia menjabat Pemimpin Redaksi Kampus Indonesia (Jakarta) dan Tanahku (Semarang) setelah sebelumnya menjabat Redaktur Pelaksana dan Staf Ahli Pemimpin Umum Koran Wawasan (Semarang), Pemimpin Redaksi Radio Gaya FM (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Faktual (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Otobursa Plus (Semarang), dan Redaktur Legislatif (Jakarta).
Sempat pula bekerja di bidang pendidikan, konstruksi, dan perbankan. Aktif dalam berbagai organisasi, antara lain dipercaya sebagai Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT), Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Jawa Tengah, Ketua Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah (FKWPK), Pengurus Yayasan Cinta Sastra, Jakarta, dan Ketua III Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah.
GUNOTO SAPARIE. Lahir di Kendal, Jawa Tengah, 22 Desember 1955. Pendidikan formal Sekolah Dasar Kadilangu, Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Pertama Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Ekonomi Atas Kendal, Akademi Uang dan Bank Yogyakarta, dan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang. Pendidikan informal Madrasah Ibtidaiyyah Islamiyyah Tlahab, Gemuh, Kendal dan Pondok Pesantren KH Abdul Hamid Tlahab, Gemuh, Kendal.
Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit adalah Melancholia (Damad, Semarang, 1979), Solitaire (Indragiri, Semarang, 1981), Malam Pertama (Mimbar, Semarang, 1996), Penyair Kamar (Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Semarang, 2018), dan Mendung, Kabut, dan Lain-lain (Cerah Budaya Indonesia, Jakarta, 2019).
Kumpulan esai tunggalnya Islam dalam Kesusastraan Indonesia (Yayasan Arus, Jakarta, 1986). Kumpulan cerita rakyatnya Ki Ageng Pandanaran: Dongeng Terpilih Jawa Tengah (Pusat Bahasa, Jakarta, 2004).
Ia pernah menerbitkan antologi puisi bersama Korrie Layun Rampan berjudul Putih! Putih! Putih! (Yogyakarta, 1976) dan Suara Sendawar Kendal (Karawang, 2015). Sejumlah puisinya termuat dalam antologi bersama para penyair lain.
Saat ini ia menjabat Pemimpin Redaksi Kampus Indonesia (Jakarta) dan Tanahku (Semarang) setelah sebelumnya menjabat Redaktur Pelaksana dan Staf Ahli Pemimpin Umum Koran Wawasan (Semarang), Pemimpin Redaksi Radio Gaya FM (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Faktual (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Otobursa Plus (Semarang), dan Redaktur Legislatif (Jakarta).
Sempat pula bekerja di bidang pendidikan, konstruksi, dan perbankan. Aktif dalam berbagai organisasi, antara lain dipercaya sebagai Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT), Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Jawa Tengah, Ketua Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah (FKWPK), Pengurus Yayasan Cinta Sastra, Jakarta, dan Ketua III Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah.