Analisis Puisi:
Puisi "Singkawang" karya Gunoto Saparie adalah sebuah karya sastra yang menyajikan gambaran tentang kota Singkawang yang kaya akan budaya dan agama, khususnya kelenteng-kelenteng Tionghoa. Melalui bahasa yang puitis, penyair menyampaikan upaya untuk memahami dan menghargai kekayaan budaya dan spiritualitas di kota tersebut. Mari kita analisis lebih dalam tentang makna dan pesan yang terkandung dalam puisi ini.
Kota Seribu Kelenteng: Puisi ini membuka dengan penyebutan Singkawang sebagai "kota seribu kelenteng." Hal ini menunjukkan bahwa Singkawang memiliki banyak kelenteng, yaitu tempat ibadah Tionghoa, yang menjadi salah satu ciri khas kota ini. Kelenteng merupakan pusat kegiatan keagamaan dan budaya bagi komunitas Tionghoa di Singkawang.
Mencari Makna dalam Kekayaan Budaya: Penyair menyatakan bahwa dia mencoba untuk mengerti "ensiklopedi" tentang lampion, dupa, vihara, dan hutan bambu. Metafora "ensiklopedi" mencerminkan upaya penyair untuk memahami dan menghargai kekayaan budaya dan agama yang ada di Singkawang. Dia ingin mengetahui dan merenungkan makna dari berbagai elemen kebudayaan dan spiritualitas yang ada di depannya.
Hubungan dengan Leluhur dan Tradisi: Puisi ini juga mengekspresikan pentingnya hubungan dengan leluhur dan tradisi dalam budaya Tionghoa. Penyair menyebut tentang "ketika roh para leluhur turun" dan "ketika beras kuning ditaburkan." Ini mencerminkan ritual dan upacara dalam tradisi Tionghoa yang melibatkan penghormatan dan pengabdian kepada leluhur serta pemujaan dalam bentuk simbolis.
Perasaan Terharu dan Penghormatan: Puisi ini mencatat bahwa penyair merasa "terharu biru" di depan altar. Ini mencerminkan perasaan penghormatan, kagum, dan ketulusan hati penyair dalam menghadapi kekayaan budaya dan spiritualitas yang ada di Singkawang. Penggunaan metafora "terharu biru" memberikan nuansa perasaan yang mendalam dan tak tergambarkan dengan kata-kata.
Puisi "Singkawang" karya Gunoto Saparie adalah sebuah karya sastra yang menggambarkan kekayaan budaya dan spiritualitas di kota Singkawang, khususnya melalui kelenteng-kelenteng Tionghoa. Melalui bahasa yang puitis dan imaji yang kaya, penyair menyampaikan upaya untuk memahami, menghargai, dan merenungkan makna dari berbagai elemen kebudayaan dan agama di depannya. Puisi ini mencerminkan rasa penghormatan dan terharu penyair dalam menghadapi keunikan dan keindahan budaya serta spiritualitas di kota tersebut.
Karya: Gunoto Saparie
GUNOTO SAPARIE. Lahir di Kendal, Jawa Tengah, 22 Desember 1955. Pendidikan formal Sekolah Dasar Kadilangu, Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Pertama Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Ekonomi Atas Kendal, Akademi Uang dan Bank Yogyakarta, dan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang. Pendidikan informal Madrasah Ibtidaiyyah Islamiyyah Tlahab, Gemuh, Kendal dan Pondok Pesantren KH Abdul Hamid Tlahab, Gemuh, Kendal.
Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit adalah Melancholia (Damad, Semarang, 1979), Solitaire (Indragiri, Semarang, 1981), Malam Pertama (Mimbar, Semarang, 1996), Penyair Kamar (Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Semarang, 2018), dan Mendung, Kabut, dan Lain-lain (Cerah Budaya Indonesia, Jakarta, 2019).
Kumpulan esai tunggalnya Islam dalam Kesusastraan Indonesia (Yayasan Arus, Jakarta, 1986). Kumpulan cerita rakyatnya Ki Ageng Pandanaran: Dongeng Terpilih Jawa Tengah (Pusat Bahasa, Jakarta, 2004).
Ia pernah menerbitkan antologi puisi bersama Korrie Layun Rampan berjudul Putih! Putih! Putih! (Yogyakarta, 1976) dan Suara Sendawar Kendal (Karawang, 2015). Sejumlah puisinya termuat dalam antologi bersama para penyair lain.
Saat ini ia menjabat Pemimpin Redaksi Kampus Indonesia (Jakarta) dan Tanahku (Semarang) setelah sebelumnya menjabat Redaktur Pelaksana dan Staf Ahli Pemimpin Umum Koran Wawasan (Semarang), Pemimpin Redaksi Radio Gaya FM (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Faktual (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Otobursa Plus (Semarang), dan Redaktur Legislatif (Jakarta).
Sempat pula bekerja di bidang pendidikan, konstruksi, dan perbankan. Aktif dalam berbagai organisasi, antara lain dipercaya sebagai Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT), Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Jawa Tengah, Ketua Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah (FKWPK), Pengurus Yayasan Cinta Sastra, Jakarta, dan Ketua III Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah.
Tinggal di Jalan Taman Karonsih 654, Ngaliyan, Semarang 50181. Bisa dihubungi melalui gunotosaparie@ymail.com.
GUNOTO SAPARIE. Lahir di Kendal, Jawa Tengah, 22 Desember 1955. Pendidikan formal Sekolah Dasar Kadilangu, Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Pertama Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Ekonomi Atas Kendal, Akademi Uang dan Bank Yogyakarta, dan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang. Pendidikan informal Madrasah Ibtidaiyyah Islamiyyah Tlahab, Gemuh, Kendal dan Pondok Pesantren KH Abdul Hamid Tlahab, Gemuh, Kendal.
Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit adalah Melancholia (Damad, Semarang, 1979), Solitaire (Indragiri, Semarang, 1981), Malam Pertama (Mimbar, Semarang, 1996), Penyair Kamar (Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Semarang, 2018), dan Mendung, Kabut, dan Lain-lain (Cerah Budaya Indonesia, Jakarta, 2019).
Kumpulan esai tunggalnya Islam dalam Kesusastraan Indonesia (Yayasan Arus, Jakarta, 1986). Kumpulan cerita rakyatnya Ki Ageng Pandanaran: Dongeng Terpilih Jawa Tengah (Pusat Bahasa, Jakarta, 2004).
Ia pernah menerbitkan antologi puisi bersama Korrie Layun Rampan berjudul Putih! Putih! Putih! (Yogyakarta, 1976) dan Suara Sendawar Kendal (Karawang, 2015). Sejumlah puisinya termuat dalam antologi bersama para penyair lain.
Saat ini ia menjabat Pemimpin Redaksi Kampus Indonesia (Jakarta) dan Tanahku (Semarang) setelah sebelumnya menjabat Redaktur Pelaksana dan Staf Ahli Pemimpin Umum Koran Wawasan (Semarang), Pemimpin Redaksi Radio Gaya FM (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Faktual (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Otobursa Plus (Semarang), dan Redaktur Legislatif (Jakarta).
Sempat pula bekerja di bidang pendidikan, konstruksi, dan perbankan. Aktif dalam berbagai organisasi, antara lain dipercaya sebagai Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT), Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Jawa Tengah, Ketua Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah (FKWPK), Pengurus Yayasan Cinta Sastra, Jakarta, dan Ketua III Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah.
Tinggal di Jalan Taman Karonsih 654, Ngaliyan, Semarang 50181. Bisa dihubungi melalui gunotosaparie@ymail.com.