Puisi: Dukacerita di Belukar Senja (Karya Mansur Samin)

Puisi "Dukacerita di Belukar Senja" mengingatkan kita bahwa dalam setiap tindakan, kita harus menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, kesetaraan, ....
Dukacerita di Belukar Senja

Beratap awan retak-retak
sampailah laskar di pinggir kota
mengiring putri Citrarasmi
menuju Majapahit
bakal jadi suntingan
prabu Hayam Wuruk
bakal berkerabat
dengan kerajaan Pajajaran

Setiba utusan di istana
wirawiri para penggawa

Ke singgasana
bersembah patih Gajah Mada:
Baginda Majapahit Raya
apa gunanya tamu disambut
bukankah kerajaan Pajajaran
telah lama takluk
di bawah duli Tuanku?

Balik utusan ke pinggir kota
Bawa pesan patih Gajah Mada

Setelah mendengar pesan
Sri Baduga Maharaja Pajajaran
lama terdiam
menahan duka, menahan murka:

Tidakkah Hayam Wuruk sendiri
melamar putriku Citrarasmi
kenapa harus aku pula
bersembah ke depannya
cuma karena dia
lebih kuasa?

Di itu siang
laskar Pajajaran jadilah bimbang:
Kecongkakan Majapahit
apakah dianggap angin
atau dijawab dengan lembing?

Atas perintah Sri Baduga
utusan kembali ke Majapahit
membawa jawaban singkat:
Adat mana pula
harus seorang bapak
menyerahkan putrinya
ke depan bakal mantunya?

Saat menerima jawaban
patih Gajah Mada jadilah murka:
Sebelum patih bertindak
suruh Sri Baduga
cepat ke mari membawa putrinya
bersembah ke depan baginda

Sebagai adat, Pajajaran yang takluk
rajanya ke mari harus bersujud!

Dengar pesan-perintah patih Gajah Mada
para laskar dan panglima
serasa mendapat tamparan hina
serasa mendapat lemparan nista
sibuk bersiap:
Daripada Baginda tercoreng arang
lebih baik tak pulang ke pangkalan

Bondongan porak peranda
siap tiap senjata

Bersama angin dari selatan
menderu sorak di jauhan
laskar Majapahit telah bangkit
akan menawan Raja Pajajaran
yang tak mau tunduk
yang tak mau takluk

Maka laskar Pajajaran
menyambut serangan dengan perwira
dan di tiap arah
perang tanding pun terbuka

Dari tiap penjuru
laskar Pajajaran mengamuk
lembing, kelewang dan anak panah
berlaga memorak angkasa

Hampir magrib
awan di langit makin tipis
laskar Majapahir masih mengalir
mengepung rapat setiap arah

Di segenap tempat
perang terus berkobar
laskar Pajajaran yang bertahan
betapapun perwira
kerna musuh yang menggelombang
tenaga bertahan tak imbang
perlawanan yang tangguh
jadi lumpuh

Nun di belukar barat
dari seorang laskar
Citrarasmi mendapat kabar:
Ayahanda Sri Baduga
telah tewas dengan perkasa

Meratapi berita itu
putri Citrarasmi
mengajak para inang pengasuh
mati bersama, bunuh diri!

Di bawah lazuardi pucat kesumba
semua laskar Pajajaran
tewas perkasa
membela malu
membela nama

Melintasi bangkai terkapar
semua perangkatan
kembali ke Majapahit
membawa berita akhir:
Putri Citrarasmi
telah bunuh diri!

Malam pun turun
sampai berita ke Hayam Wuruk
beliau pekur
sesal makin menjadi:
Putri jelita Citrarasmi
putri molek bakal permaisuri
tak dapat dipersunting
karena ulah kurang teliti
karena ulah kecongkakan diri

Demikianlah
telah tercipta sebuah kisah
dukacerita di belukar senja
nun, di Majapahit sana
ada cinta yang sengsara
ada cinta yang kecewa
sebab pilihan Citrarasmi
daripada hidup terhina
lebih baik mati
membela nama

Maka pesan dari sejarah:
setiap tindak manusia
jika terlalu mengagungkan kuasa
jika terlalu menghina sesama
akhir nasibnya tentu kecewa!

Sumber: Dendang Kabut Senja (1985)

Analisis Puisi:

Puisi "Dukacerita di Belukar Senja" karya Mansur Samin merupakan karya yang menggambarkan sebuah tragedi sejarah yang terjadi antara dua kerajaan besar di Nusantara, yaitu Majapahit dan Pajajaran. Melalui puisi ini, Mansur Samin tidak hanya menceritakan kembali sebuah peristiwa historis, tetapi juga menyampaikan kritik sosial terhadap kesewenang-wenangan dan kesombongan yang dapat berujung pada kehancuran.

Sinopsis Puisi

Puisi ini berkisah tentang Putri Citrarasmi, putri dari Sri Baduga Maharaja dari Kerajaan Pajajaran, yang awalnya dilamar oleh Prabu Hayam Wuruk dari Majapahit. Namun, terjadi perselisihan ketika Patih Gajah Mada, dengan keangkuhannya, menganggap bahwa Pajajaran telah lama takluk dan oleh karena itu tidak pantas menuntut perlakuan setara dalam pernikahan politik ini.

Ketika utusan Pajajaran menolak untuk tunduk dan bersujud di hadapan Hayam Wuruk, Majapahit merespons dengan kekerasan. Perang pun pecah antara kedua kerajaan, yang pada akhirnya menyebabkan kekalahan dan kematian Sri Baduga Maharaja. Dalam keputusasaan, Putri Citrarasmi memilih untuk bunuh diri daripada hidup dalam kehinaan.

Tema dan Makna Puisi

Puisi ini mengangkat beberapa tema utama yang sangat relevan, baik dalam konteks sejarah maupun dalam kehidupan manusia secara umum:
  1. Keangkuhan Kekuasaan: Kecongkakan Gajah Mada dalam menegaskan dominasi Majapahit menjadi pemicu konflik yang berujung pada tragedi. Sikap merasa lebih tinggi dan berhak atas segalanya membuat hubungan antara kedua kerajaan menjadi tegang dan berakhir dengan pertumpahan darah.
  2. Kehormatan dan Harga Diri: Sri Baduga Maharaja dan laskar Pajajaran lebih memilih untuk berperang daripada tunduk dalam penghinaan. Sikap ini juga diwarisi oleh Putri Citrarasmi, yang akhirnya memilih mati demi kehormatan dibandingkan harus hidup dalam penindasan.
  3. Cinta yang Berakhir Tragis: Hayam Wuruk yang awalnya ingin memperistri Putri Citrarasmi justru kehilangan calon permaisurinya karena kesalahan penanganan diplomasi oleh pihaknya sendiri. Keangkuhan dan ketidakhati-hatian berujung pada kehilangan yang besar.
  4. Pesan Sejarah tentang Kesombongan: Puisi ini memberikan pelajaran bahwa kesewenang-wenangan dan penghinaan terhadap pihak lain dapat berujung pada kehancuran. Kemenangan yang diperoleh dengan kezaliman tidak akan membawa kebahagiaan, melainkan hanya penyesalan.

Gaya Bahasa dan Struktur Puisi

  1. Gaya Naratif dan Epik: Mansur Samin menggunakan gaya naratif dalam puisinya, yang membuat kisah ini terasa seperti legenda yang diceritakan kembali. Struktur puisi yang panjang dan penuh dengan dialog serta adegan peperangan memberikan kesan epik yang khas dalam sastra klasik.
  2. Penggunaan Simbolisme: "Awan retak-retak" melambangkan situasi yang genting dan pertanda buruk. "Belukar senja" menggambarkan suasana duka dan kehancuran yang terjadi pada akhir cerita. "Lembing, kelewang, dan anak panah" menjadi simbol perjuangan yang heroik namun sia-sia karena perbedaan kekuatan yang tidak seimbang.
  3. Rima dan Ritme: Puisi ini memiliki alur yang mengalir dengan pemilihan kata yang menggugah emosi. Pengulangan frasa dan permainan bunyi membantu memperkuat efek dramatis dalam puisi ini.
Puisi "Dukacerita di Belukar Senja" adalah puisi yang tidak hanya mengisahkan sejarah, tetapi juga menjadi cerminan bagi manusia dalam menyikapi kekuasaan, kehormatan, dan harga diri. Tragedi yang menimpa Putri Citrarasmi dan Pajajaran menjadi pelajaran bahwa kesombongan dan penindasan hanya akan menghasilkan kehancuran dan penyesalan. Lewat puisi ini, Mansur Samin mengingatkan kita bahwa dalam setiap tindakan, kita harus menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, kesetaraan, dan kebijaksanaan agar sejarah kelam seperti ini tidak terulang kembali.

Puisi Mansur Samin
Puisi: Dukacerita di Belukar Senja
Karya: Mansur Samin

Biodata Mansur Samin:
  • Mansur Samin mempunyai nama lengkap Haji Mansur Samin Siregar;
  • Mansur Samin lahir di Batang Toru, Tapanuli Selatan, Sumatra Utara pada tanggal 29 April 1930;
  • Mansur Samin meninggal dunia di Jakarta, 31 Mei 2003;
  • Mansur Samin adalah anak keenam dari dua belas bersaudara dari pasangan Haji Muhammad Samin Siregar dan Hajjah Nurhayati Nasution;
  • Mansur Samin adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.