Sumber: Dendang Kabut Senja (1985)
Analisis Puisi:
Puisi "Dukacerita di Belukar Senja" karya Mansur Samin merupakan karya yang menggambarkan sebuah tragedi sejarah yang terjadi antara dua kerajaan besar di Nusantara, yaitu Majapahit dan Pajajaran. Melalui puisi ini, Mansur Samin tidak hanya menceritakan kembali sebuah peristiwa historis, tetapi juga menyampaikan kritik sosial terhadap kesewenang-wenangan dan kesombongan yang dapat berujung pada kehancuran.
Sinopsis Puisi
Puisi ini berkisah tentang Putri Citrarasmi, putri dari Sri Baduga Maharaja dari Kerajaan Pajajaran, yang awalnya dilamar oleh Prabu Hayam Wuruk dari Majapahit. Namun, terjadi perselisihan ketika Patih Gajah Mada, dengan keangkuhannya, menganggap bahwa Pajajaran telah lama takluk dan oleh karena itu tidak pantas menuntut perlakuan setara dalam pernikahan politik ini.
Ketika utusan Pajajaran menolak untuk tunduk dan bersujud di hadapan Hayam Wuruk, Majapahit merespons dengan kekerasan. Perang pun pecah antara kedua kerajaan, yang pada akhirnya menyebabkan kekalahan dan kematian Sri Baduga Maharaja. Dalam keputusasaan, Putri Citrarasmi memilih untuk bunuh diri daripada hidup dalam kehinaan.
Tema dan Makna Puisi
Puisi ini mengangkat beberapa tema utama yang sangat relevan, baik dalam konteks sejarah maupun dalam kehidupan manusia secara umum:
- Keangkuhan Kekuasaan: Kecongkakan Gajah Mada dalam menegaskan dominasi Majapahit menjadi pemicu konflik yang berujung pada tragedi. Sikap merasa lebih tinggi dan berhak atas segalanya membuat hubungan antara kedua kerajaan menjadi tegang dan berakhir dengan pertumpahan darah.
- Kehormatan dan Harga Diri: Sri Baduga Maharaja dan laskar Pajajaran lebih memilih untuk berperang daripada tunduk dalam penghinaan. Sikap ini juga diwarisi oleh Putri Citrarasmi, yang akhirnya memilih mati demi kehormatan dibandingkan harus hidup dalam penindasan.
- Cinta yang Berakhir Tragis: Hayam Wuruk yang awalnya ingin memperistri Putri Citrarasmi justru kehilangan calon permaisurinya karena kesalahan penanganan diplomasi oleh pihaknya sendiri. Keangkuhan dan ketidakhati-hatian berujung pada kehilangan yang besar.
- Pesan Sejarah tentang Kesombongan: Puisi ini memberikan pelajaran bahwa kesewenang-wenangan dan penghinaan terhadap pihak lain dapat berujung pada kehancuran. Kemenangan yang diperoleh dengan kezaliman tidak akan membawa kebahagiaan, melainkan hanya penyesalan.
Gaya Bahasa dan Struktur Puisi
- Gaya Naratif dan Epik: Mansur Samin menggunakan gaya naratif dalam puisinya, yang membuat kisah ini terasa seperti legenda yang diceritakan kembali. Struktur puisi yang panjang dan penuh dengan dialog serta adegan peperangan memberikan kesan epik yang khas dalam sastra klasik.
- Penggunaan Simbolisme: "Awan retak-retak" melambangkan situasi yang genting dan pertanda buruk. "Belukar senja" menggambarkan suasana duka dan kehancuran yang terjadi pada akhir cerita. "Lembing, kelewang, dan anak panah" menjadi simbol perjuangan yang heroik namun sia-sia karena perbedaan kekuatan yang tidak seimbang.
- Rima dan Ritme: Puisi ini memiliki alur yang mengalir dengan pemilihan kata yang menggugah emosi. Pengulangan frasa dan permainan bunyi membantu memperkuat efek dramatis dalam puisi ini.
Puisi "Dukacerita di Belukar Senja" adalah puisi yang tidak hanya mengisahkan sejarah, tetapi juga menjadi cerminan bagi manusia dalam menyikapi kekuasaan, kehormatan, dan harga diri. Tragedi yang menimpa Putri Citrarasmi dan Pajajaran menjadi pelajaran bahwa kesombongan dan penindasan hanya akan menghasilkan kehancuran dan penyesalan. Lewat puisi ini, Mansur Samin mengingatkan kita bahwa dalam setiap tindakan, kita harus menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, kesetaraan, dan kebijaksanaan agar sejarah kelam seperti ini tidak terulang kembali.
Puisi: Dukacerita di Belukar Senja
Karya: Mansur Samin
Biodata Mansur Samin:
- Mansur Samin mempunyai nama lengkap Haji Mansur Samin Siregar;
- Mansur Samin lahir di Batang Toru, Tapanuli Selatan, Sumatra Utara pada tanggal 29 April 1930;
- Mansur Samin meninggal dunia di Jakarta, 31 Mei 2003;
- Mansur Samin adalah anak keenam dari dua belas bersaudara dari pasangan Haji Muhammad Samin Siregar dan Hajjah Nurhayati Nasution;
- Mansur Samin adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.