Analisis Puisi:
Puisi "Di Tepi Kali Tlahab" karya Gunoto Saparie merangkai indah suara alam, kenangan, dan kehadiran manusia.
Latar Tempat dan Atmosfer: Puisi dibuka dengan gambaran air kali yang mengalir ke utara. Suara ricik air dan suasana senja menciptakan atmosfer yang tenang dan memikat. Lokasi tepi kali menjadi landasan bagi pengembangan cerita.
Tembang Asmaradana dan Alam: Bersiul-siul tembang asmaradana menciptakan perpaduan harmonis antara keindahan alam dan ekspresi seni. Ada keajaiban dalam menyaksikan burung dadali mencelupkan paruhnya, menunjukkan kehidupan dan kebebasan alam.
Perahu Kertas dan Kenangan: Gambaran perahu kertas yang dihanyutkan oleh arus menggambarkan kenangan yang terus bergerak menuju masa lalu. Daun-daun kering yang gugur melambangkan siklus kehidupan yang terus berjalan.
Keheningan dan Tanpa Batas: Keadaan hening di tepi kali menciptakan perasaan kedamaian dan ketenangan. Tanpa batas merujuk pada ruang yang tak terbatas di alam dan dalam kenangan, menyoroti besarnya pengalaman dan keberlanjutan waktu.
Cahaya Senja dan Masa Lalu: Cahaya senja yang berkilau dalam air kali menciptakan nuansa romantis dan indah. Air kali mencerminkan masa lalu, menyiratkan nostalgia dan kebijaksanaan yang terkandung di dalamnya.
Kata-Katamu Terakhir dan Kenangan Manis: Pengungkapan kata-katamu terakhir menandakan kehadiran manusia dan memperkuat unsur kenangan. Salam manis dari saudara-saudara hadir memberikan sentuhan kehangatan dan rasa kebersamaan.
Lagu yang Tak Pernah Selesai dan Kenangan: Suara ricik air kali diidentifikasi sebagai lagu yang tak pernah selesai, mencerminkan keberlanjutan dan keabadian kenangan. Perempuan-perempuan mandi memberikan elemen kehidupan sehari-hari dalam gambaran alam.
Puisi ini menampilkan kekayaan dan keindahan alam, serta menyelipkan nuansa kenangan yang menyejukkan. Gunoto Saparie berhasil merangkai kata-kata untuk menggambarkan keindahan dan kedamaian di tepi kali Tlahab.
Karya: Gunoto Saparie
GUNOTO SAPARIE. Lahir di Kendal, Jawa Tengah, 22 Desember 1955. Pendidikan formal Sekolah Dasar Kadilangu, Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Pertama Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Ekonomi Atas Kendal, Akademi Uang dan Bank Yogyakarta, dan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang. Pendidikan informal Madrasah Ibtidaiyyah Islamiyyah Tlahab, Gemuh, Kendal dan Pondok Pesantren KH Abdul Hamid Tlahab, Gemuh, Kendal.
Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit adalah Melancholia (Damad, Semarang, 1979), Solitaire (Indragiri, Semarang, 1981), Malam Pertama (Mimbar, Semarang, 1996), Penyair Kamar (Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Semarang, 2018), dan Mendung, Kabut, dan Lain-lain (Cerah Budaya Indonesia, Jakarta, 2019).
Kumpulan esai tunggalnya Islam dalam Kesusastraan Indonesia (Yayasan Arus, Jakarta, 1986). Kumpulan cerita rakyatnya Ki Ageng Pandanaran: Dongeng Terpilih Jawa Tengah (Pusat Bahasa, Jakarta, 2004).
Ia pernah menerbitkan antologi puisi bersama Korrie Layun Rampan berjudul Putih! Putih! Putih! (Yogyakarta, 1976) dan Suara Sendawar Kendal (Karawang, 2015). Sejumlah puisinya termuat dalam antologi bersama para penyair lain.
Saat ini ia menjabat Pemimpin Redaksi Kampus Indonesia (Jakarta) dan Tanahku (Semarang) setelah sebelumnya menjabat Redaktur Pelaksana dan Staf Ahli Pemimpin Umum Koran Wawasan (Semarang), Pemimpin Redaksi Radio Gaya FM (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Faktual (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Otobursa Plus (Semarang), dan Redaktur Legislatif (Jakarta).
Sempat pula bekerja di bidang pendidikan, konstruksi, dan perbankan. Aktif dalam berbagai organisasi, antara lain dipercaya sebagai Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT), Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Jawa Tengah, Ketua Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah (FKWPK), Pengurus Yayasan Cinta Sastra, Jakarta, dan Ketua III Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah.
GUNOTO SAPARIE. Lahir di Kendal, Jawa Tengah, 22 Desember 1955. Pendidikan formal Sekolah Dasar Kadilangu, Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Pertama Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Ekonomi Atas Kendal, Akademi Uang dan Bank Yogyakarta, dan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang. Pendidikan informal Madrasah Ibtidaiyyah Islamiyyah Tlahab, Gemuh, Kendal dan Pondok Pesantren KH Abdul Hamid Tlahab, Gemuh, Kendal.
Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit adalah Melancholia (Damad, Semarang, 1979), Solitaire (Indragiri, Semarang, 1981), Malam Pertama (Mimbar, Semarang, 1996), Penyair Kamar (Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Semarang, 2018), dan Mendung, Kabut, dan Lain-lain (Cerah Budaya Indonesia, Jakarta, 2019).
Kumpulan esai tunggalnya Islam dalam Kesusastraan Indonesia (Yayasan Arus, Jakarta, 1986). Kumpulan cerita rakyatnya Ki Ageng Pandanaran: Dongeng Terpilih Jawa Tengah (Pusat Bahasa, Jakarta, 2004).
Ia pernah menerbitkan antologi puisi bersama Korrie Layun Rampan berjudul Putih! Putih! Putih! (Yogyakarta, 1976) dan Suara Sendawar Kendal (Karawang, 2015). Sejumlah puisinya termuat dalam antologi bersama para penyair lain.
Saat ini ia menjabat Pemimpin Redaksi Kampus Indonesia (Jakarta) dan Tanahku (Semarang) setelah sebelumnya menjabat Redaktur Pelaksana dan Staf Ahli Pemimpin Umum Koran Wawasan (Semarang), Pemimpin Redaksi Radio Gaya FM (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Faktual (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Otobursa Plus (Semarang), dan Redaktur Legislatif (Jakarta).
Sempat pula bekerja di bidang pendidikan, konstruksi, dan perbankan. Aktif dalam berbagai organisasi, antara lain dipercaya sebagai Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT), Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Jawa Tengah, Ketua Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah (FKWPK), Pengurus Yayasan Cinta Sastra, Jakarta, dan Ketua III Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah.