Puisi: Rapsodi Budapest (Karya Cecep Syamsul Hari)

Puisi "Rapsodi Budapest" karya Cecep Syamsul Hari tidak hanya menggambarkan kehidupan di Budapest, tetapi juga menghubungkan berbagai lapisan ...
Rapsodi Budapest
- kepada Sándor Bénko

I: bénko dixieland band

Di tangan lelaki itu, sebuah malam di pusat kota
telah berubah menjadi perayaan dixieland

Tidak ada Frank Sinatra dan Liza Minelli di tengah kerumunan
petikan banjo seorang pria tua melemaskan sepasang kaki perawan

Deru saksofon bagai angin musim panas datang lebih awal
badai piano menerbangkan bergelas-gelas bir dingin ke langit kekal

Dengan keriangan yang memabukkan ia mengarahkan kedua telunjuknya
ke wajahku: Akan kami mainkan La Vie en Rose, khusus untukmu!

Ah, Bénko, Bénko, telah kau undang Edith Piaf sendiri
duduk di sampingku dan bernyanyi

Kesedihan jiwa dan hati yang pilu cuma kilat kecemasan masa lalu
di usia lebih lima puluh tahun kelompok musik jazzmu

Tiada yang dapat menghentikan lagu dan puisi malam itu
tiada yang dapat menghentikan Sándor Bénko malam itu


II: carmen dan tosca

Tosca dan Carmen pun bertemu di panggung opera
dalam kilau hijau kerudung dan blus merah yang menyala

Duduk di samping perempuan jangkung Belanda
kukenang nasib kuli kontrak dan korban tanam paksa

Di Batavia silam, pikiran para gubernur jenderal
Hindia Belanda tak pernah lebih luas dari rumah bola

Ketamakan tiga setengah abad gulden dan rempah-rempah
telah mengaramkan bumi putera ke dasar samudera

Pada setiap kesempatan jeda, kuundang perempuan jangkung itu
melihat jejak kolonialisme dari Aceh hingga Papua

Menghitung hutang yang diwariskan Konferensi Meja Bundar
menghapal nama Soekarno, Syahrir, dan Hatta

Dan menjadi turis yang menghirup kemewahan secangkir kopi
para amtenar dan tuan tanah di selasar sebuah hotel di jalan Braga

Tosca dan Carmen pun bertemu di panggung opera
Bizet dan Puccini menyanyikan lagu Indonesia Raya


III: duna

Selalu kuurungkan niatku menulis ode bagi Duna
setiap kali teringat József Attila di tepi sungai yang sama

Membuka kotak pandora kemurungan dengan kedua telapak tangannya
dan menanggung semua beban dan sejarah duka Hongaria


IV: bombay express

Karena di masa silam Zeus menculik Eropa dari Asia
di Jalan Andrassy orang-orang antri makan siang di restoran India

Akan kau temukan semua jenis bumbu dan lemak ayam
pada setiap piring kebab dan beryani yang kau pesan

Matamu akan dimanjakan poster Amitab Bachan
dan telingamu dibuai denting petikan sitar

Lupakan sejenak Gandhi yang miskin
sebab kau harus membayar dengan forint


V: sex shops

Tidak ada tanda larangan masuk bagi orang Indonesia
dari mana pun asal suku dan secoklat apa pun warna kulitnya


VI: topless show

Maaf, sir, Anda datang terlalu dini
bertandanglah satu jam lagi

Kami mulai buka pukul sembilan
namun, jika boleh kami memberi saran

Akan lebih nikmat jika Anda kembali
ke tempat ini menjelang dini hari


VII: escort

Anda orang aneh pertama dalam karir saya
masih percaya bahwa kemurnian cinta

Dan bukan harga yang telah saya tentukan
menjadi dasar hubungan lelaki dan perempuan

Penyair, naga-naga telah lama musnah
tidak ada puteri raja yang perlu diselamatkan

Seperti seorang kesatria dari Negeri Dingin
berabad-abad Anda telah bertempur dengan kincir angin

Puisi telah menjadi candu pikiran Anda
itu sebabnya Anda ketuk pintu rumah yang salah


VIII: indonez kretek ház

Kau hampir lulus dari semua godaan
dan setelah meletakkan dua koin forint

Di atas kelopak matamu, János si Tukang Perahu
ke Negeri Bahagia akan menyeberangkan kaku tubuhmu

Namun, masih ada satu kelemahan yang menahanmu
dan mungkin akan menghambat perjalanan terakhirmu:

Kau tak bisa bertahan tanpa itu barang sialan
lebih dari dua puluh empat jam!

Untunglah lisong bagimu bukan Tuhan
dan tak pernah kau ukur dan kau pikirkan

Berapa senti panjangnya kretek Indonesia
apakah enam, tujuh, delapan, atau sembilan?

Karena János si Tukang Perahu juga menghisap cerutu
akan tetap ia seberangkan kaku tubuhmu


IX: dorá

Cuma ada satu kata: Dorá!
dan cuma ada satu Dorá

Ia selalu tersenyum kepadamu di sudut gedung opera
ia membantumu mencari waldesrauschen bersembunyi
ia kepadamu mungkin telah jatuh hati
ia menerima gantungan kunci dari Praha menjelang malam hari
ia memerah bagai salmon dan merajuk: why me?
ia berkata kau dalam masalah besar
ia bergurau kau seperti singa yang lapar
ia telah membuat hatimu patah
ia mungkin telah kau buat patah
ia yang kau cari selama tiga hari terakhirmu di negeri Petőfi
ia mungkin yang menelefonmu suatu siang dan suaranya tak kau kenal lagi
ia yang kau dengar dalam semua opera Puccini
ia yang kau ingat di bandara Ferihegy
ia yang kau lihat di wajah para pramugari
ia yang kau kenang kini

Cuma ada satu kata: Dorá!
dan cuma ada satu Dorá


X: nyonya ándreá

Malam ini Anda akan menjadi orang paling bahagia
suamiku Bénko baru saja mengenalkan Anda

Sebagai Petőfi dari Indonesia. Masih Anda dengar bukan
semua pengunjung di pub ini bertepuk tangan?

Malam jazz, malam terakhir di Budapest,
malam dixieland, malam seribu impian

Budapest-Amsterdam, 2009

Analisis Puisi:

Puisi "Rapsodi Budapest" karya Cecep Syamsul Hari adalah sebuah karya sastra yang memadukan elemen-elemen sejarah, musik, dan hubungan antar budaya dalam satu rangkaian yang puitis dan penuh makna. Dalam puisi ini, Budapest, ibu kota Hungaria, bukan sekadar latar tempat, tetapi menjadi simbol dari perjalanan rasa, perasaan, dan kenangan yang menembus ruang dan waktu. Cecep dengan mahir menggambarkan atmosfer kota ini melalui serangkaian babak kehidupan yang penuh warna dan ironi.

I. Bénko Dixieland Band: Musik dan Kehidupan

Bagian pertama puisi ini dimulai dengan menghadirkan sosok Sándor Bénko dan musik Dixieland yang menghidupkan malam di pusat kota Budapest. Di tangan Bénko, malam yang sederhana berubah menjadi perayaan musik yang memabukkan. Dengan menghidupkan nostalgia, puisi ini membawa pembaca merasakan keriangan yang tercipta lewat deru saksofon dan petikan banjo. Penyair juga menggambarkan bagaimana lagu "La Vie en Rose" seolah-olah menyatukan dunia, dengan Edith Piaf diundang untuk duduk di samping si penyair dan bernyanyi. Puisi ini memadukan musik jazz dengan kenangan emosional yang mendalam, menciptakan suasana malam yang tak terlupakan.

II. Carmen dan Tosca: Refleksi Sejarah Kolonial

Di bagian ini, Cecep membentangkan kisah fiksi tentang dua tokoh opera terkenal, Tosca dan Carmen, yang bertemu di panggung dengan kilau kerudung hijau dan blus merah. Dengan melibatkan elemen sejarah kolonialisme Indonesia, penyair menggugah pembaca untuk mengingat masa lalu yang penuh ketidakadilan. Di tengah kesenangan budaya Eropa, penyair menyoroti bagaimana penjajahan dan ketamakan ekonomi menggarami tanah air Indonesia. Cerita ini menjadi perenungan tentang dampak kolonialisme terhadap sejarah dan identitas bangsa.

III. Duna: Sungai yang Mengandung Sejarah

Bagian ketiga berjudul Duna merujuk pada Sungai Danube yang melintasi Budapest. Penyair menggambarkan perasaan melankolis yang mendalam ketika mengenang József Attila, seorang penyair terkenal Hungaria. Sungai Duna menjadi simbol beban sejarah dan kemurungan yang tidak dapat dihindari, membawa beban masa lalu yang terpendam dalam jiwa.

IV. Bombay Express: Lintas Budaya

Bagian ini menggambarkan keberagaman budaya yang ada di Budapest, di mana restoran India menjadi tempat orang-orang antri untuk makan siang. Penyair menghubungkan berbagai unsur budaya melalui gambaran gastronomi dan musik, yang mengingatkan pembaca bahwa pertemuan antara Eropa dan Asia menghasilkan sebuah pengalaman yang kompleks dan kaya. Dengan referensi pada figur-figur terkenal seperti Gandhi dan Amitabh Bachan, puisi ini menonjolkan pertemuan dunia Timur dan Barat yang saling bertautan.

V. - X. Sex Shops, Topless Show, Escort, dan Seluruh Kontradiksi Sosial

Bagian-bagian ini menggambarkan sisi gelap dan kontroversial dari kehidupan kota besar seperti Budapest, di mana terdapat industri seks, hiburan malam, dan perilaku sosial yang bertentangan dengan citra romantis kota ini. Cecep tidak ragu menggambarkan wajah lain dari kota tersebut, yang berhubungan dengan seksualitas, komersialisasi, dan kapitalisme yang menggerakkan roda kehidupan urban. Hal ini tercermin dalam bagian Escort, di mana seorang perempuan berbicara tentang kemurnian cinta yang digantikan oleh harga dan transaksi.

IX. Indonez Kretek Ház: Jejak Tradisi di Negeri Orang

Pada bagian ini, Cecep membawa pembaca kembali ke Indonesia dengan referensi pada rokok kretek yang sangat identik dengan budaya Indonesia. Di sini, penyair menggambarkan perasaan kerinduan terhadap kampung halaman, dengan menambahkan sedikit humor tentang kebiasaan merokok yang menjadi satu-satunya kelemahan yang menahan seseorang untuk pergi jauh. Kretek menjadi simbol dari sebuah kenangan dan ikatan dengan tanah air, meskipun berada jauh di negeri orang.

X. Dorá: Wanita yang Menjadi Ikon dalam Kenangan

Bagian terakhir dari puisi ini, Dorá, menghadirkan sosok seorang wanita yang menjadi ikon dalam kenangan si penyair. Dorá adalah gambaran idealisasi seorang perempuan yang menjadi pusat ingatan dan perasaan cinta yang tak terungkapkan. Ia hadir dalam berbagai tempat, dari gedung opera hingga bandara, menjadi simbol dari ketidaktercapaian, harapan, dan nostalgia.

Puisi "Rapsodi Budapest" adalah sebuah karya yang menggabungkan berbagai elemen budaya, sejarah, dan kehidupan manusia dalam satu kesatuan yang puitis. Puisi ini tidak hanya menggambarkan kehidupan di Budapest, tetapi juga menghubungkan berbagai lapisan sejarah, dari jazz hingga kolonialisme, dari hiburan malam hingga kenangan pribadi yang terpendam. Cecep Syamsul Hari berhasil menuliskan sebuah karya yang tak hanya menceritakan sebuah tempat, tetapi juga menggambarkan perasaan manusia yang tak lekang oleh waktu.

Cecep Syamsul Hari
Puisi: Rapsodi Budapest
Karya: Cecep Syamsul Hari

Biodata Cecep Syamsul Hari:
  • Cecep Syamsul Hari lahir pada tanggal 1 Mei 1967 di Bandung.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.