Puisi: Nyanyian Negeri Jajahan (Karya Hamid Jabbar)

Puisi "Nyanyian Negeri Jajahan" karya Hamid Jabbar merupakan kritik sosial yang kuat terhadap penindasan dan eksploitasi yang terjadi di tanah ....
Nyanyian Negeri Jajahan

gunung mati
berkabut mati
bertapa tuan
berlupa diri

bukit mati
berlembah mati
dipenggal tuan
tak peduli

sungai mati
berlaut mati
dituba tuan
mabuk menari

pulau mati
berimba mati
diobral tuan
setiap hari

minyak mati
berkilang mati
disuling tuan
dollar sekali

tanah mati
berladang mati
dikapling tuan
sesuka hati
negeri mati
bermafia mati
siapa tuan
di negeri sendiri?

tuan gunung
bingung sendiri
tuan bukit
sakit sendiri
tuan sungai
sangsai sendiri

tuan pulau
meracau sendiri
tuan minyak
terhenyak sendiri
tuan tanah
resah sendiri
tuan negeri
ngeri sendiri
tuan siapa
di negeri sendiri?

ah tuan mati
di negeri sendiri!
ah mati tuan
mati sendiri!
tinggal puan
tinggal sendiri!

o puan kabut
apa nak dibalut?
o puan lembah
apa nak digubah?
o puan laut
apa nak dipagut?
o puan rimba
apa nak dikata?
o puan kilang
apa nak dikarang?
o puan ladang
apa nak disayang?
o puan jajahan
siapa nak memerdekakan?!

merdeka o merdeka!
o merdeka nak
nak merdeka benar
dengarlah dengar
wahai tuan
bukanlah tapa
wahai puan
bukanlah penggal
wahai tuan

bukanlah tuba
wahai puan
bukanlah obral
wahai tuan
bukanlah suling
wahai puan
bukanlah kapling
wahai tuan
janganlah lupa
wahai puan
jangan tak peduli
wahai tuan
jangan kuasa sendiri
wahai puan
jangan dollar sekali
agar kita benar
merdeka o merdeka!

o merdeka nak
nak merdeka benar
dengarlah dengar
tuan-tuan o puan-puan
cinta benar cinta
biar nyeri tak terperi
meneruka surga
di bumi ini
di hati ini
di akhirat nanti
hidup tak mati-mati
merdeka!

Jakarta, 28 Oktober 1985 - Kuala  Lumpur, 28 Maret 1986

Analisis Puisi:

Puisi "Nyanyian Negeri Jajahan" karya Hamid Jabbar merupakan kritik sosial yang kuat terhadap penindasan dan eksploitasi yang terjadi di tanah jajahan. Melalui penggunaan metafora dan repetisi, puisi ini menggambarkan kehancuran lingkungan dan masyarakat akibat keserakahan dan ketidakpedulian penguasa.

Tema Utama

  • Eksploitasi Alam dan Sumber Daya: Puisi ini menggambarkan bagaimana berbagai elemen alam seperti gunung, bukit, sungai, pulau, minyak, dan tanah dieksploitasi hingga mati. Frasa "gunung mati," "sungai mati," dan seterusnya menunjukkan kehancuran total akibat eksploitasi tanpa henti.
  • Penindasan dan Ketidakadilan: Puisi ini juga berbicara tentang penindasan yang dilakukan oleh "tuan" terhadap "negeri" dan masyarakatnya. Penggunaan kata "dipenggal," "dituba," "diobral," dan "dikapling" menunjukkan tindakan kejam dan tak berperasaan yang dilakukan oleh penguasa.
  • Kehilangan Identitas dan Keberdayaan: Dalam bait-bait akhir, puisi ini menunjukkan bagaimana penguasa (tuan) akhirnya menjadi bingung, sakit, dan resah sendiri akibat tindakan mereka. Hal ini menggambarkan bahwa penindasan dan eksploitasi tidak hanya merusak yang tertindas tetapi juga menghancurkan penindas itu sendiri.

Gaya Bahasa dan Teknik Puitis

  • Metafora dan Simbolisme: Hamid Jabbar menggunakan metafora untuk menggambarkan elemen-elemen alam sebagai korban dari tindakan manusia. Gunung, bukit, sungai, pulau, dan sebagainya dijadikan simbol untuk menunjukkan kerusakan lingkungan.
  • Repetisi: Penggunaan repetisi dalam puisi ini sangat kuat. Frasa "mati" dan "tuan" diulang-ulang untuk menekankan kerusakan dan siapa yang bertanggung jawab. Ini memberikan ritme yang menghentak dan memperkuat pesan yang ingin disampaikan.
  • Kontras: Puisi ini menggunakan kontras antara "tuan" dan "puan" untuk menunjukkan perbedaan dalam tanggung jawab dan dampak. Sementara tuan bertanggung jawab atas kehancuran, puan dibiarkan merasakan dan menghadapi konsekuensinya.
  • Pertanyaan Retoris: Penggunaan pertanyaan retoris seperti "siapa tuan di negeri sendiri?" menambah kedalaman puisi dan mengajak pembaca untuk merenungkan situasi yang digambarkan.

Makna dan Interpretasi

  • Kritik terhadap Penguasa: Puisi ini secara langsung mengkritik penguasa yang hanya peduli pada keuntungan pribadi tanpa memperhatikan dampak jangka panjang pada lingkungan dan masyarakat. Hal ini bisa diinterpretasikan sebagai kritik terhadap kolonialisme atau pemerintahan yang korup.
  • Seruan untuk Kesadaran dan Perubahan: Puisi ini juga merupakan seruan untuk kesadaran dan perubahan. Bagian akhir puisi menyerukan agar penguasa dan masyarakat berhenti dari tindakan merusak dan mulai memperhatikan kepentingan bersama untuk mencapai kemerdekaan yang sejati.
  • Kesedihan dan Harapan: Meskipun puisi ini penuh dengan kesedihan akibat kehancuran yang terjadi, ada juga elemen harapan. Seruan untuk merdeka menunjukkan bahwa masih ada kemungkinan untuk perubahan dan perbaikan jika ada kesadaran dan tindakan bersama.
Puisi "Nyanyian Negeri Jajahan" karya Hamid Jabbar adalah puisi yang kuat dan penuh makna. Melalui penggunaan metafora, repetisi, dan pertanyaan retoris, puisi ini menggambarkan kehancuran yang disebabkan oleh eksploitasi dan penindasan. Puisi ini tidak hanya mengkritik penguasa tetapi juga menyerukan kesadaran dan perubahan untuk mencapai kemerdekaan yang sejati. Dengan menggabungkan kesedihan dan harapan, Hamid Jabbar berhasil menyampaikan pesan yang mendalam tentang pentingnya menjaga lingkungan dan memperhatikan kepentingan bersama untuk masa depan yang lebih baik.

Puisi: Nyanyian Negeri Jajahan
Puisi: Nyanyian Negeri Jajahan
Karya: Hamid Jabbar

Biodata Hamid Jabbar:
  • Hamid Jabbar (nama lengkap Abdul Hamid bin Zainal Abidin bin Abdul Jabbar) lahir 27 Juli 1949, di Koto Gadang, Bukittinggi, Sumatra Barat.
  • Hamid Jabbar meninggal dunia pada tanggal 29 Mei 2004.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.