Analisis Puisi:
Puisi "Di Tepi Kali Bodri" karya Gunoto Saparie adalah sebuah pengamatan introspektif yang menggambarkan perjalanan pribadi seseorang yang tercermin melalui pengalaman di tepi sungai Bodri. Dengan bahasa yang sederhana namun kaya akan makna, Saparie menggambarkan refleksi diri, kehidupan, dan perubahan yang terjadi seiring berjalannya waktu.
Struktur dan Gaya Bahasa
Puisi ini memiliki struktur naratif yang terdiri dari tiga bait yang mengeksplorasi pengalaman dan refleksi sang penyair di tepi sungai Bodri. Gaya bahasa yang digunakan oleh Saparie adalah deskriptif dan sugestif, memungkinkan pembaca untuk merasakan suasana yang dihadapi oleh penyair.
Analisis Tematik
- Perubahan dan Refleksi Diri: Tema utama dalam puisi ini adalah perubahan dan refleksi diri. Penyair mencermati perubahan yang terjadi pada dirinya, tercermin dari kerut-kerut di pipi yang melambangkan usia dan pengalaman hidup. Di tepi sungai Bodri, ia merenungkan kenangan, impian, dan kesalahan masa lalu yang membentuk identitasnya.
- Perjalanan Hidup: Puisi ini juga mengeksplorasi tema perjalanan hidup. Sungai Bodri menjadi metafora untuk menggambarkan aliran waktu dan perjalanan hidup yang tak terelakkan. Pencarian pasir dan harapan yang mengapung di sungai mencerminkan perjalanan pencarian dan harapan dalam kehidupan.
- Masa Lalu dan Kehadiran: Penyair juga merenungkan hubungan antara masa lalu dan kehadiran. Meskipun berada di tepi sungai yang mengalir terus, ia terjebak dalam masa lalu yang mempengaruhi langkah-langkahnya. Air yang memercik ke arlojinya melambangkan pengingat akan waktu yang terus berjalan.
Simbolisme dan Imaji
- Sungai Bodri: Sungai Bodri menjadi simbol aliran waktu dan perjalanan hidup. Penyair merenungkan kehidupan yang berubah seiring berjalannya waktu, tercermin dari air yang mengalir di sungai.
- Jembatan Berlumut: Jembatan berlumut di bawah sungai Bodri menciptakan gambaran tentang kenangan yang tertahan dan terlupakan. Hal ini menggambarkan hubungan antara masa lalu dan kehadiran dalam pikiran penyair.
- Kerut Merut di Pipi: Kerut-kerut di pipi menjadi simbol dari usia dan pengalaman hidup. Mereka mencerminkan perubahan fisik dan emosional yang terjadi seiring berjalannya waktu.
Pesan dan Makna
Puisi "Di Tepi Kali Bodri" menghadirkan pesan tentang pentingnya merenungkan perjalanan hidup dan menerima perubahan yang terjadi. Penyair menyoroti hubungan antara masa lalu, kehadiran, dan masa depan, serta pentingnya refleksi diri dalam menghadapi tantangan hidup.
Puisi "Di Tepi Kali Bodri" karya Gunoto Saparie adalah sebuah karya yang puitis dan mendalam yang menggambarkan refleksi diri seseorang di tepi sungai Bodri. Dengan bahasa yang sederhana namun kuat, Saparie berhasil menyampaikan pesan tentang perubahan, perjalanan hidup, dan makna waktu dalam kehidupan manusia.
Karya: Gunoto Saparie
GUNOTO SAPARIE. Lahir di Kendal, Jawa Tengah, 22 Desember 1955. Pendidikan formal Sekolah Dasar Kadilangu Cepiring Kendal, Sekolah Menengah Pertama Cepiring Kendal, Sekolah Menengah Ekonomi Atas Kendal, dan Akademi Uang dan Bank Yogyakarta dan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang. Pendidikan informal Madrasah Ibtidaiyyah Islamiyyah Tlahab Gemuh Kendal dan Pondok Pesantren KH Abdul Hamid Tlahab Gemuh Kendal.
Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit adalah Melancholia (Damad, Semarang, 1979), Solitaire (Indragiri, Semarang, 1981), Malam Pertama (Mimbar, Semarang, 1996), Penyair Kamar (Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Semarang, 2018), dan Mendung, Kabut, dan Lain-lain (Cerah Budaya, Jakarta, 2019).
Kumpulan esai tunggalnya Islam dalam Kesusastraan Indonesia (Yayasan Arus, Jakarta, 1986). Kumpulan cerita rakyatnya Ki Ageng Pandanaran: Dongeng Terpilih Jawa Tengah (Pusat Bahasa, Jakarta, 2004).
Ia pernah menerbitkan antologi puisi bersama Korrie Layun Rampan berjudul Putih! Putih! Putih! (Yogyakarta, 1976) dan Suara Sendawar Kendal (Karawang, 2015).
Saat ini ia menjabat Pemimpin Redaksi Kampus Indonesia (Jakarta) dan Tanahku (Semarang) setelah sebelumnya menjabat Redaktur Pelaksana dan Staf Ahli Pemimpin Umum Koran Wawasan (Semarang) dan Pemimpin Redaksi Radio Gaya FM (Semarang). Sempat pula bekerja di bidang pendidikan, konstruksi, dan perbankan. Aktif dalam berbagai organisasi, antara lain dipercaya sebagai Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT), Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Jawa Tengah, Ketua Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah (FKWPK), Pengurus Yayasan Cinta Sastra, Jakarta, dan Ketua III Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah.