Puisi: Delitua (Karya Mansur Samin)
Puisi: DELITUA
Karya: Mansur Samin
Delitua
Bermula
hijau binar
menyibak angkasa
api dari mana
berlompatan pengawal istana;
Ada gaduh di tempat jauh?
Di malam rusuh itu
Mukhayat Syah di balairung
memimpin sidang Aceh Utara
menurunkan titah;
Binar hijau adakah bencana
datang dari mana, cahaya apa
Panglima! Entah api, entah musuh
cari sumbernya di tempat jauh!
Cadik melancar ke tenggara
lewat pesisir dan hutan rawa
panglima sampai di Delitua
sore bermandi cendana dan bunga-bunga
istana indah, taman kemilau
di ayunan beranggun Puteri Hijau
langsing bersih
panas pualam bagai bidari
Dari setiap arah
panglima menyidik bahaya
mencoba masuk istana
Delitua berdandan purnama
di peranginan sudut istana
hijau memancar sinar jelita
dari tubuh anggun
menghijau sawang, menghijau malam
hijau rumput, hijau seluruh
dan baun bumi
menaburkan wangi dan mimpi
Balik panglima ke Aceh Utara
sambil sujud di balai istana
menyampaikan berita;
Cahaya hijau datang dari Delitua
pancaran sinar tubuh Puteri Hijau
bertubuh langsing indah pualam
malam memancarkan hijau ke mana-mana
menyibak angkasa!
Bimbang pekur mukhayat Syah
Putri Hijau, apa?
kenapa hijau, kenapa kemilau
dan birahi menyirat tubuh
dimabuk rindu
Paginya turunlah perintah
Panglima kembali ke Delitua
melamar Putri Hijau, putri di istana
Dengan sirih cerana
jadi permaisuri Raja Aceh Utara
Sepanjang malam diresah rindu
Setelah menunggu seminggu
panglima tiba;
Mambang Yazid Raja Aceh Utara
Sebab dinda Putri Hijau
belum ada hasrat merantau
Di siang mendung di hari sibuk
Wazir dan hulubalang berkumpul
dengan mata nyala
Mukhayat syah bertitah:
Telah ternoda Aceh Utara
Oleh hinaan Delitua
Angkat senjata!
Maka di siang gaduh
beduk dan canang menyiga sawang
serunai tongkang berdengung
memorak lasykar Aceh
berduyun ke pantai
akan menyerang Delitua
akan melanda Delitua
serata tanah
Oleh nelayan pedagang para
sampai berita ke Delitua
ada musuh dari utara
berloncatan pribumi dari tiap rumah
tampil ke tengah medan
aur dan duri dipasang
kubu bercagak bambu, lela bersiap
malam bertahan, malam berjuang
menangkis serangan Aceh
yang akan merampas dewi istana
Menyisir pantai Labuan Deli
menembus rawa dan hutan duri
lasykar Aceh mengalir
anak lela dilepaskan
dan dari segenap medan
menderu tapak kuda
memorak angkasa;
Rebut Delitua!
Di puncak guha bukit
Menyebar hitam jubah prajurit
Langsung dipimpin Mambang yazid:
Dinda perwira mambang Khayali!
Pertahankan Delitua
tiap pendekar dan juru tembak
kerahkan ke tengah medan
Siang pucat berjumbai kelabu
Mambang khayali berseru:
bangkit delitua:
bangkit jiwa perkasa!
Desak musuh ke baratdaya
sebelum subuh mencapai pagi
usir Aceh ke tepi pantai
Delitua gigih bertahan
lela Aceh menyiram seluruh Medan
bumi hitam kental
hampir pagi cerah
meninggalkan timbunan bangkai
Aceh terdesak ke pantai
Melihat lasykar undur ke utara
melihat kemenangan delitua
merenung Mukhayat Syah
mencari siasat mencari tipu
untuk menjebak musuh
Berbunga kabut awan jingga
dibuka serangan kedua
Lela ditarik ke hutan timur
dari tembak jarak jauh
Berdering ringgit jadi peluru
dituang dari karung
menyiram setiap medan
Delitua bimbang
Delitua goncang!
Tembakan melancar larut
ringgit menyirami kubu
Delitua berloncatan dari tiap penjuru
memunguti ringgit
mencabuti aur dan duri
Setiap kubu jadilah sunyi
Aceh bangkit mengalir
dan Mambang Khyali menjerit:
Delitua yang dungu!
Rasailah perangkap musuh!
Wirawiri Mambang Khayali
memekik Delitua yang hina dan menghardik:
Delitua yang tergoda tipuan dunia
kutukku bagimu semua
sumpahku bagimu semua
Oleh gusar yang menghebat
Mambang Khayali mendekati lela
Menggengam basungnya dan mengamuk
anak lela dibikan ke seluruh medan
lela meraung sejadinya
membabat siapa saja
entah Aceh, entah Delitua
Maka takdir kuasa
sebab dendam buruk bagian
sebab kesal oleh tipuan dunia
Mambang Khayali menjelma jadi meriam
Meriam Khayali jadi murka
basung menjerit tiada hentinya
berpusing, menjolak dan menggila
memuntahkan pelurunya, memuntahkan apinya
dan pecah dua
sepotong terbang ke Aceh Utara
sepotong meraung membela Delitua
Ulah tipuan musuh
Delitua telah runtuh
di balai istana
Hilirmudik Mambang Yazid
mencari Mambang K
Di peradauan
menatap Putri Hijau
menangisi nasib Delitua
setelah menemui Mambang Yazid
Meratap sedih:
Kanda Yazid penguasa istana
Delitua telah kalah
Delitua telah musnah
oleh tipuan uang ringgit Aceh
oleh kelicikan tipu Aceh
Ke mana lagi arah yang kita tuju
sebelum gapura dimasuki musuh?
Delitua tambah pekat
memudar tiap tempat
Dirudung hati yang kelu
Mambang Yazid terpekur
membujuk dinda Putri Hijau
telah nasib Delitua, dinda
kalah kerna cerdik manusia
Bukan salah nasib meminta
bukan salah bijak istana
akan bersipongang dalam sejarah
Delitua musnah
sebab tiadanya keluhuran jiwa
Sebelum kanda pergi, dengarlah ini:
Jika Aceh memasuki istana
sebelum dinda jadi tawanan mereka
minta jangan ada menyentuh tubuhmu
jika akan berangkat jauh
suruh sediakan keranda kaca
pengangkut dinda
Jika telah sampai di teluk Aceh
semua pribumi harus menyongsongmu ke pantai
Membawa telur, membawa bertih
sebagai persembahan
dionggokan di daratan
dan jika dinda akan turun ke perahu
sebut berulang kali namaku
kita akan bertemu
Maka asap berbalun naik
gaiblah Mambang Yazid
Dengan porak poranda
lasykar Aceh memasuki istana
Putri Hijau yang tinggal sendiri
tenang ditawan memasuki keranda kaca
Diangkutlah keranda ke kapal
bertolak kencang ke Aceh Utara
sorai kemenangan meriuh angkasa
tiba di pantai akan mendarat
seluruh bumi jadi gelap
Balun ombak berdengung
badai mengamuk
hujan tumpah menggelap segala
petir merentet
bumi pun gegarlah
laut dan daratan
diaduk gelombang
mengangkat kapal
Hiruk lasykar Aceh
mencari arah
tapi topan menggarang
dari balun golambang
menyembul mulut besar
berbelalai lebar
menyongsong punggung kapal
Sekali libas kapal pecah
ekor melilit
muncul Ular Naga
mendekati keranda kaca
dan kerangka kapal
dilarikan ke dasar lautan
Angkasa kelam kental
dikocok lautan
dan dari puncak gelombang
terdengar sorak ke daratan:
Heei, Raja Aceh Utara yang pongah!
yang menurutkan napsu angkara murka
Heei, penghuni daratan Sumatera
Kukutuk nasibmu sepanjang kala
atas hancurnya kerajaanku Delitua!
Badai berbalun dengan petir
dan teriak menggegar langit:
Heei penghuni daratan Sumatera!
Akulah ini Mambang Yazid
Akulah ini yang telah menjelma
menjadi ular Naga Sakti
Akulah penguasa segara
Akulah pengutuk mayapada
selama manusia diperbudak napsunya!
Daripada disentuh napsumu
kuselamatkan adikku Putri Hijau
ke kerajaanku yang kekal di dasar lautan
tempat takhtaku sepanjang zaman
Telah tercipta acuan murka:
Khayali jadi meriam puntung
Kerna menurutkan amarah hati
Aceh jadi daratan runtuh
kerna diamuk napsu birahi
dan Delitua jadi terhina
kerna korban godaan dunia
Sampai kini, di Andalas nun
para tua sering bersatun:
Ingin saksi korban berbagai napsu
lihat di Delitua meriam puntung
lihat karang pantai di Aceh Utara
dan dengarlah kisah Siular Naga
yang kekal bertakhta di dasar samudra
tetap mengintai napsu manusia di dunia
yang memperkuda tingkah siapa saja
Apakah dunia dapat berubah
selagi manusia tak dapat
mengekang napsunya
Sumber: Dendang Kabut Senja (1996)
Puisi: Delitua
Karya: Mansur Samin
Biodata Mansur Samin:
- Mansur Samin mempunyai nama lengkap Haji Mansur Samin Siregar;
- Mansur Samin lahir di Batang Toru, Tapanuli Selatan, Sumatra Utara pada tanggal 29 April 1930;
- Mansur Samin meninggal dunia di Jakarta, 31 Mei 2003;
- Mansur Samin adalah anak keenam dari dua belas bersaudara dari pasangan Haji Muhammad Samin Siregar dan Hajjah Nurhayati Nasution;
- Mansur Samin adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.