Puisi: Cahaya Mau Mati (Karya S. Rukiah Kertapati)

Puisi "Cahaya Mau Mati" karya S. Rukiah Kertapati menggambarkan perasaan manusia dalam menghadapi perubahan dan ketidakpastian dalam hidup.
Cahaya Mau Mati


Kita memang berdiri antara pagi dan malam
Pula kadang-kadang lihat juga bintang di langit seribu,
atau perempuan busuk hati,
yang nyanyi-nyanyi main piano cari cinta laki-laki

Katakan saja dunia ini penuh gula,
dan orang-orang mau baca tentang cerita kebenaran,
tidak tahu bila tubuh tinggal tulang,
serta cahaya sudah mati di hujan malam,
atau hari pahit-pahit minta janji,
dalam Bijbel kita baca satu kalimat
“Tuhan itu memang besar,
tapi sampai besok kita tidak mengerti kepadanya.”

Marah-marah kita kembali ke jalanan penuh debu,,
di mana banyak pengemis cari uang harga satu sen,
atau ada anak kecil berebutan permainan,
sedang matahari pada tanah
bikin bayangan panjang-panjang,
dan kita masih dalam kesangsian:
“apa malam nanti ada bulan sama bintang?!”

Bila cinta mau berhenti,
darah yang panas menjadi dingin,
kita hentikan juga ini jalanan ke malam hari,
biar lama bermain di tanah bayangan yang panjang-panjang,
dan kita rasakan ini hati pahit-pahit minta janji,
sebab kita memang berdiri antara pagi dan malam,
tapi lupakan dulu teriakan menjulang langit:
“besok malam cahaya mati,
besok malam cahaya mati!”

Katakan saja dunia ini penuh gula,
atau orang-orang mau baca tentang cerita kebenaran
tapi perempuan busuk hati,
masih terus nyanyi-nyanyi main piano cari cinta laki-laki.


1949

Sumber: Seserpih Pinang Sepucuk Sirih (1979)

Analisis Puisi:
Puisi "Cahaya Mau Mati" karya S. Rukiah Kertapati menggambarkan perasaan manusia dalam menghadapi perubahan dan ketidakpastian dalam hidup. Puisi ini menciptakan gambaran tentang kehidupan yang penuh dengan perjuangan dan kebingungan, serta upaya untuk mencari makna dalam situasi yang sulit.

Antara Pagi dan Malam: Puisi ini menciptakan gambaran tentang manusia yang berdiri di persimpangan antara pagi dan malam. Ini dapat diartikan sebagai perasaan ketidakpastian dan perubahan dalam hidup yang menghadang, di mana seseorang tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Gambaran Alam: Puisi ini menggunakan gambaran alam seperti bintang, matahari, dan bulan untuk menggambarkan perjalanan hidup. Ini mencerminkan bagaimana perubahan alam dapat mencerminkan perubahan dalam kehidupan manusia.

Cerita Kebenaran: Puisi ini menyebutkan bahwa orang-orang ingin membaca tentang "cerita kebenaran." Hal ini mungkin mengacu pada keinginan manusia untuk mencari makna dalam hidup dan mencari pemahaman tentang kebenaran.

Perasaan Kehilangan dan Kebingungan: Puisi ini menggambarkan perasaan ketidakpastian dan perasaan kehilangan. Ketidakpastian ini menciptakan rasa kebingungan tentang apa yang akan datang selanjutnya dalam hidup.

Referensi ke Bijbel: Puisi ini mencakup referensi ke Alkitab dengan menyebutkan kalimat "Tuhan itu memang besar." Ini dapat menggambarkan perasaan keraguan dan ketidakmengertian manusia terhadap agama dan eksistensi Tuhan.

Penggambaran Jalanan: Puisi ini juga menggambarkan gambaran jalanan penuh debu, pengemis yang mencari uang, dan anak-anak yang bermain. Ini menciptakan kontras antara dunia yang keras dan kenyataan hidup sehari-hari.

Cinta dan Kehidupan: Puisi ini berbicara tentang perasaan cinta yang memudar dan berhenti. Ini menciptakan gambaran tentang perubahan dalam hubungan dan perasaan yang perlahan memudar seiring berjalannya waktu.

Cahaya Mati: Puisi ini berulang kali menyebutkan "cahaya mati," yang mungkin mencerminkan perasaan kehilangan harapan dan kebingungan dalam menghadapi masa depan.

Puisi "Cahaya Mau Mati" menggambarkan perasaan manusia dalam menghadapi perubahan dan ketidakpastian dalam hidup. Ini menciptakan gambaran tentang perjuangan, kebingungan, dan ketidakmengertian manusia terhadap kehidupan dan alam semesta.

S. Rukiah Kertapati
Puisi: Cahaya Mau Mati
Karya: S. Rukiah Kertapati

Biodata S. Rukiah Kertapati:
  • S. Rukiah lahir pada tanggal 25 April 1927 di Purwakarta.
  • S. Rukiah menikah dengan Sidik Kertapati pada tanggal 2 Februari 1952 di Purwakarta.
  • S. Rukiah meninggal dunia pada tanggal 6 Juni 1996 di Purwakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.