Puisi: Ziarah Hujan (Karya Tjahjono Widarmanto)

Puisi "Ziarah Hujan" karya Tjahjono Widarmanto mempertimbangkan tentang perubahan, kenangan, dan perjalanan dalam konteks hujan.
Ziarah Hujan (1)


hujan menggigil dimandikan sayap malam
patahan-patahan rindu menjauh
menjelma padang rumput asing
dengan ilalang diselimuti kabut

gesek biola meraung diantar senja yang bugil
awan membatu dan gelisah yang getir
tiba-tiba menyelinap di aorta

"bisakah kita lupakan jejak masa silam
sementara hujan masih melingkar-lingkar
mematrikan risau dalam igau"


Ziarah Hujan (2)


dingin mengirim hujan
berebut air mata mengurai resah
kita tersuruk dalam pengap
melipat jemari sembunyi di gemetar wajah sendiri

"hujan masih juga resah" desismu
sambil mengerang menunjuk maut yang mengendap-endap dari jauh

"ah, apakah kita adam yang dikutuk waktu?"

di selimut awan yang dingin itu
udara memburu dan sampan telah bertolak
"ayo kita bergegas. ucapkan doa penghabisan!"


Sumber: Qasidah Langit Qasidah Bumi (2023)

Analisis Puisi:
Puisi "Ziarah Hujan" karya Tjahjono Widarmanto adalah sebuah karya sastra yang mempertimbangkan tentang perubahan, kenangan, dan perjalanan dalam konteks hujan. Dalam puisi ini, penyair menggunakan gambaran hujan dan lingkungan sekitarnya untuk mengungkapkan nuansa emosional dan filosofis.

Ziarah Hujan (1): 
  1. Gambaran Hujan dan Malam: Puisi dimulai dengan gambaran hujan yang "menggigil" dan "dimandikan sayap malam," menciptakan suasana gelap dan merenung. Ini bisa menjadi gambaran perubahan atau perjalanan yang terjadi dalam lingkungan dan dalam diri seseorang.
  2. Patahan Rindu dan Perubahan: "Patahan-patahan rindu menjauh" mencerminkan perubahan yang terjadi seiring waktu. Perubahan ini dapat menyebabkan kenangan atau rasa rindu menjadi menjauh dan menghilang.
  3. Rumput Asing dan Kabut: Gambaran "padang rumput asing" dengan "ilalang diselimuti kabut" menciptakan nuansa misteri dan ketidakpastian. Ini dapat menggambarkan perasaan kebingungan atau kehilangan di tengah perubahan.
  4. Gesek Biola dan Awan: "Gesek biola meraung diantar senja yang bugil" menggambarkan perasaan yang mendalam dan emosional, seperti melalui suara musik. Awan yang "membatu dan gelisah yang getir" menciptakan gambaran tentang perasaan yang terkekang.
  5. Pertanyaan Filosofis: Bait terakhir mengajukan pertanyaan tentang pengabaian masa lalu ("bisakah kita lupakan jejak masa silam") dan bagaimana perasaan saat ini masih terkait dengan ketidakpastian dan kekhawatiran ("mematrikan risau dalam igau"). Ini menggambarkan perenungan tentang pengambilan keputusan dan perubahan dalam hidup.
Ziarah Hujan (2):
  1. Dingin dan Air Mata: Puisi ini menggambarkan hubungan antara hujan dan emosi. Dinginnya hujan dan "air mata" mencerminkan perasaan melankolis dan resah.
  2. Pengap dan Resah: Penggambaran "kita tersuruk dalam pengap" dan "melipat jemari sembunyi di gemetar wajah sendiri" menggambarkan perasaan tertekan dan terkekang oleh emosi.
  3. Pertanyaan Identitas: Pertanyaan "apakah kita adam yang dikutuk waktu?" merenungkan tentang peran manusia dalam menghadapi waktu dan perubahan. Ini juga menggambarkan perasaan terikat oleh waktu dan nasib.
  4. Pergeseran dan Pengakhiran: Puisi berakhir dengan panggilan untuk bergerak ("ayo kita bergegas") dan mengakhiri perjalanan dengan doa. Ini menciptakan gambaran perubahan yang konstan dan bagaimana individu meresponsnya.
Gaya Bahasa: Penyair menggunakan bahasa yang kuat dan imaji yang kreatif dalam puisi ini. Penggunaan gambaran hujan, malam, dan lingkungan alam menciptakan suasana yang kuat dan mendukung perasaan dan tema yang diungkapkan dalam puisi.

Secara keseluruhan, puisi "Ziarah Hujan" karya Tjahjono Widarmanto adalah sebuah karya sastra yang mengeksplorasi tema perubahan, perasaan, dan perjalanan dalam kehidupan manusia. Melalui gambaran alam dan emosi, puisi ini mengundang pembaca untuk merenungkan tentang pengaruh waktu, kenangan, dan perubahan dalam hidup.

Tjahjono Widarmanto
Puisi: Ziarah Hujan
Karya: Tjahjono Widarmanto

Biodata Tjahjono Widarmanto:
  • Tjahjono Widarmanto lahir pada tanggal 18 April 1969 di Ngawi, Jawa Timur, Indonesia.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.