aku kini bertelanjang dada
bertelanjang bokong dan paha
kuundang kau hai seluruh penghuni rawa:
cium dadaku mana mulutmu!
siti tercutat
mencelat hingga Putat
siti terdampar di gang remang Kupang
siti kian liar
siti kian nakal
siti mencipta kampung pinggiran
kampung balon
kampung senukan
cium aku, peluk aku, sayang-cintai aku
tapi jangan selamanya, selamanya jangan
siti limbung di tengah pasar burung
nenggak tuak sengak
sesengak moncong tukang becak.
city mendengkur. siti ngelindur
sorga yang engkau janjikan
neraka yang kudapatkan
manis yang aku hayalkan
pahit yang aku rasakan**
siti menyanyi
seperti menyumpahi
di tingkah kulit yang digasak
senar yang digetar
dan tumbukan serenteng kempyeng
bahasa membeku di siti punya tubuh
tinggal geletar bunyi
yang sukar dipahami
tapi mudah diikuti
sesuatu yang tak berhenti
sekaligus tak menghenti
siti oleng lagi
siti mabuk
nyeruduk
nubruk
½ ambruk
untuk melupakanmu
aku telah menghapal
seluruh lekuk bentuk para cecunguk
tapi kota punya batas
yang terus nyeruduk, nggepuk,
dan mencengkeramku
kembali, mengingatmu
itulah mengapa
selalu saja
ada alasan bagi wanita
untuk tidak memercayai dunia.
di taman makam kota terbaca kisah
ribuan orang bergerak dalam perang
ribuan peluru tajam, mortar, kelewang
sabit, celurit, bambu runcing dan lengking teriakan
lalu payung-payung hitam
meninggalkan masa depan
siti tahu tak pernah ikut revolusi itu
tapi siti tahu gejolak itu
siti rasakan geluncak api tak kunjung padam itu
mata angin perubahan itu
waktu hanya hitungan
kota hanya sebutan, hanya tunggangan
biar kusetir
kulaju sekehendak udelku
akulah migran!
pelacur kampungan!
penghilang kesumpekan!
penggerak kehidupan!
siti tersentak teriak sendiri
dan menemukan diri di selempitan bong pay
di hamparan Kembang yang Kuning
siti mencoba kenali kembali
protolan diri sendiri
nampaknya, kisah hidup siti yang tercuri
tercecer
di pasar maling tengah rel di belakang Pasar Turi
album foto siti diobral di pasar Wonokromo yang terbakar,
di bedak ciut pasar Blauran, di jalan Semarang,
di lapak-lapak jalan Demak, di Gembong yang sesak
di tepi Tanjung berwarna Perak itu, siti tersimpuh:
perahu-perahu itu
datang dan
pergi. perahu-perahu itu
berlabuh sekaligus
menjauh. siti di sana
di menara
berteriak.
di laut
air begitu setia
papan-papan perahu diterimanya saja
kau bermaksud apa
terserah
dan angin yang lembut itu
akan merangkulmu
dengan tabah
dengan suka rela
namun tak ada yang pernah menjelaskan
mengapa
perahu-perahu itu datang
dan berlayar
kau tahu semua itu kehendak
hari ini siti duduk
di tepian pantai, melempar
lempar kerikil tajam
dalam matanya
ia melihat: matahari itu
perahu-perahu itu
burung-burung itu
orang-orang itu
berjalan
melintas
berputar
berlarian
siti tak pernah mengerti
mengapa
siti hanya tahu itu terjadi
dan siti tersenyum
di dermaga
perahu-perahu datang
perahu-perahu pergi
matahari petang
matahari meninggi
burung-burung camar
burung-burung pelikan
di sudut jendela kampar
siti ambil napas panjang
semua meninggalkanku
seperti laut yang surut
ah anakku, prajuritku
dengar-lihatlah
laut masih gemuruh
lajulah laju perahu
lajulah laju.
Analisis Puisi:
Puisi "Siti Surabaya" menggambarkan perjalanan hidup dan perjuangan seorang wanita bernama Siti di tengah kota Surabaya.
Nama dan Simbolisme: Nama "Siti" dalam puisi ini menjadi simbol kesederhanaan, kekuatan, dan perjuangan. Meskipun terlahir dari keluarga seperti itu, Siti menolak stereotip tradisional dan mencari tafsir yang lebih bebas untuk hidupnya.
Tema Kebebasan dan Perlawanan: Puisi menyajikan tema kebebasan dan perlawanan terhadap norma-norma yang membatasi. Siti menolak konsep kecantikan konvensional dan menggambarkan keinginannya untuk menjadi lebih dari sekedar indah. Dia juga mengusulkan pembebasan tanahnya sebagai bentuk perlawanan terhadap pembatasan.
Transformasi Identitas: Transformasi identitas Siti dari "ayu" menjadi "city" menyoroti perubahan dalam pandangan dan eksistensinya. Siti mencari kebebasan dan mengubah dirinya dari citra tradisional menjadi sosok yang lebih mandiri dan modern.
Perubahan Kota dan Lingkungan: Deskripsi perubahan lingkungan di sekitar Siti, dari tanah subur menjadi pusat kehidupan kota, mencerminkan pergeseran sosial dan ekonomi. Kota Surabaya berkembang menjadi tempat dengan berbagai tipe kehidupan, termasuk kehidupan malam dan industri pelacuran.
Perjalanan Fisik dan Emosional: Siti melakukan perjalanan fisik dan emosional yang panjang melintasi berbagai tempat, mencari identitas dan kebebasan. Dia mengalami berbagai perubahan dalam kehidupannya, dari kehidupan kampungan hingga kehidupan di kota yang penuh dengan tantangan.
Pergulatan dengan Kota dan Identitas: Puisi menggambarkan pergulatan Siti dengan kehidupan kota, menciptakan gambaran tentang bagaimana kota yang terus berubah memengaruhi individu. Siti dihadapkan pada berbagai pilihan, dan pergulatannya mencerminkan kompleksitas kehidupan perkotaan.
Migrasi dan Pencarian Makna: Siti melakukan perjalanan ke berbagai tempat, mencoba mencari makna dan tujuan hidupnya. Tema migrasi menunjukkan bahwa kebebasan dan identitas tidak selalu dapat ditemukan di satu tempat, melainkan melibatkan pencarian yang berkelanjutan.
Perubahan Sosial dan Politik: Puisi menyentuh perubahan sosial dan politik melalui referensi pada revolusi dan gejolak politik yang terjadi. Meskipun Siti tidak langsung terlibat, ia merasakan dampak dari perubahan ini dalam kehidupannya sehari-hari.
Puisi "Siti Surabaya" menciptakan narasi yang kaya dan kompleks tentang perjalanan seorang wanita dalam mencari identitas dan kebebasan di tengah perubahan sosial dan lingkungan yang dinamis. Melalui penggunaan bahasa yang kuat dan gambaran yang mendalam, puisi ini menyampaikan pesan tentang perlawanan, perubahan, dan pencarian makna dalam kehidupan perkotaan.