Sumber: Qasidah Langit Qasidah Bumi (2023)
Analisis Puisi:
Puisi "Maghrib" karya Tjahjono Widarmanto adalah sebuah penggambaran yang puitis tentang momen maghrib, saat senja menyelimuti langit dan panggilan azan maghrib memenuhi udara.
Momen Maghrib: Puisi ini secara langsung menggambarkan momen maghrib, yaitu saat senja mulai menyapa langit dan panggilan azan maghrib mengisi udara. Ini adalah saat yang penuh dengan kekhusyukan dan keagungan, di mana orang-orang mulai merebahkan lelah dan meletakkan penatnya pada doa.
Kehadiran Azan dan Alam: Panggilan azan maghrib digambarkan sebagai sepasang tekukur yang melayang dan mengepakkan sayapnya. Ini memberikan kesan kelembutan dan kedamaian, serta menghubungkan alam dengan spiritualitas manusia. Alam dipersonifikasikan melalui gambaran burung tekukur yang menambah suasana syahdu dan kedamaian.
Rasa Rindu dan Ketenangan: Ada nuansa rindu yang tersirat dalam puisi ini, terutama melalui penggunaan kata-kata seperti "hati yang selalu basah air mata yang selalu rindu". Ini menciptakan gambaran perasaan yang mendalam dan intim, serta menyoroti keinginan untuk berhubungan dengan yang Ilahi.
Makna Spiritualitas: Puisi ini juga mengeksplorasi tema spiritualitas dan hubungan manusia dengan Tuhan. Momen maghrib digambarkan sebagai waktu yang paling syahdu, di mana manusia merenungkan dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Penggambaran kesunyian sujud yang paling sunyi menciptakan gambaran ketenangan dan kesederhanaan dalam ibadah.
Puisi "Maghrib" adalah sebuah penggambaran yang puitis tentang momen maghrib, saat senja dan panggilan azan memenuhi udara. Dengan penggunaan gambaran alam dan nuansa rindu, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang keindahan dan kedalaman spiritualitas dalam ibadah maghrib.