Ada yang baru nih dari Songmont! Tas Elegan dengan Kualitas Terbaik

Puisi: Menyapa Jakarta Siang Hari (Karya Nanang Suryadi)

Puisi "Menyapa Jakarta Siang Hari" karya Nanang Suryadi menggambarkan tantangan, kemacetan, dan kepanasan yang dihadapi oleh penduduk Jakarta.
Menyapa Jakarta Siang Hari

selamat siang jakarta. udaramu panas sekali.
seperti juga panasnya persaingan orang mencari penghidupan.

orang-orang berdesakan dalam bis kota
(sementara sebagian lagi harus menyewa para joki untuk melewati jalur three in one).

orang-orang berdiri di pinggir jalan
dengan peluh meleleh sekujur tubuh.

mobil-mobil terjebak kemacetan
- berapa banyak lagi mobil akan banjir di sini? -
(apa kabar timor, baleno, cakra, paijo, nanang, wahyu, taufan...)

orang-orang berteriak
dengan klakson
dan suara mesin yang meraung
(juga knalpot yang menyemprotkan makian)

panas sekali udara di sini,
seperti juga panasnya persaingan politik.
orang-orang berdesakan, sikut menyikut, berebut mendekati pusat kekuasaan.

banyak orang- menjelma menjadi gelombang televisi dan radio resmi
( dan sebagian menjelma menjadi pamflet-pamflet gelap dan graffiti
di tembok-tembok kota)

selamat siang jakarta, aku kepanasan!

Jakarta, Cilegon, Malang, 1996

Analisis Puisi:

Puisi "Menyapa Jakarta Siang Hari" karya Nanang Suryadi adalah gambaran kehidupan sehari-hari di Jakarta yang penuh dengan kesibukan, kemacetan, dan kepanasan. Melalui bahasa yang lugas dan deskriptif, penyair menggambarkan suasana kota Jakarta pada siang hari dengan gaya yang sederhana namun penuh makna.

Deskripsi Realitas Kota Jakarta: Puisi ini dengan jelas menggambarkan kondisi kota Jakarta pada siang hari. Penyair menggunakan imaji-imaji seperti udara yang panas, orang-orang berdesakan di bis kota, kemacetan lalu lintas, dan suara klakson yang membentuk latar belakang kota. Hal ini memberikan pembaca gambaran nyata tentang suasana kota yang penuh dengan hiruk-pikuk dan kebisingan.

Tantangan Hidup Sehari-hari: Melalui deskripsi kemacetan lalu lintas dan orang-orang yang berdiri di pinggir jalan dengan peluh meleleh, penyair menggambarkan tantangan dan kesulitan yang dihadapi penduduk Jakarta dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Puisi ini merefleksikan betapa sibuknya dan kerasnya persaingan dalam mencari penghidupan di kota metropolitan.

Kritik Terhadap Politik dan Kekuasaan: Penyair mengaitkan panasnya udara Jakarta dengan panasnya persaingan politik dan kekuasaan. Bahasa yang digunakan dalam puisi ini seperti "orang-orang berdesakan, sikut menyikut, berebut mendekati pusat kekuasaan" memberikan gambaran tentang intensitas dan ketidakseimbangan dalam persaingan politik di Jakarta.

Transformasi Orang menjadi Media: Puisi ini menyentuh aspek transformasi masyarakat menjadi bagian dari media massa. Penyair menggunakan gambaran bahwa "banyak orang menjelma menjadi gelombang televisi dan radio resmi," yang mencerminkan bagaimana masyarakat terpengaruh oleh informasi yang disampaikan oleh media massa resmi.

Ekspresi Pribadi: Puisi ini diakhiri dengan ungkapan "selamat siang jakarta, aku kepanasan!" yang mencerminkan ekspresi pribadi penyair terhadap situasi yang dihadapi. Ungkapan ini menunjukkan bahwa puisi ini bukan hanya sekadar deskripsi objektif, tetapi juga mencerminkan perasaan dan pandangan pribadi penyair terhadap Jakarta.

Puisi "Menyapa Jakarta Siang Hari" karya Nanang Suryadi adalah sebuah penggambaran realitas kehidupan kota Jakarta pada siang hari. Melalui deskripsi yang lugas dan tajam, penyair menggambarkan tantangan, kemacetan, dan kepanasan yang dihadapi oleh penduduk Jakarta. Selain itu, puisi ini juga mengandung sentilan kritik terhadap situasi politik dan kekuasaan di Jakarta.

Nanang Suryadi
Puisi: Menyapa Jakarta Siang Hari
Karya: Nanang Suryadi

Biodata Nanang Suryadi:
  • Nanang Suryadi, S.E., M.M. pada tanggal 8 Juli 1973 di Pulomerak, Serang.
© Sepenuhnya. All rights reserved.