Puisi: Memandang Sore (Karya Tjahjono Widarmanto)

Puisi "Memandang Sore" oleh Tjahjono Widarmanto menggambarkan pemikiran dan perasaan penulis ketika ia memandang keindahan alam dan merenung .....
Memandang Sore


setiap sore melihat pekarangan rumah menjenguk bunga-bunga
atau rumput menguning gugur di bawah bayang-bayang pohon
berserak di sela-sela bekas jemari kuku kaki
aku jadi ingat waktu dan tunas-tunas pisang, ladang-ladang serta tepian sungai
: juga engah nafas memburu saat kita tergesa-gesa berciuman di pelataran candi

menginginkan sihir cinta lebih nyata dari keindahan lukisan
adalah sesuatu yang muskil seperti sejarah yang memudar
walau bisa dicatat sebagai puisi namun tak bisa diharapkan melahirkan keajaiban

setiap kenangan berlalu, malaikat selalu menghibur,
"kau tak perlu sedih kehilangan sebab terlampau banyak yang engkau inginkan."
maka aku pun menunda meneguk kopi, bergegas ke museum atau situs-situs kraton
menuliskan kembali prasasti dan ingatan
: kehilangan harus selalu dicatat agar tak tumbuh jadi cita-cita palsu

melepas sore di malam hari, selalu saja tersentak bangun
mengingat sejarah yang hilang
televisi yang lupa dimatikan berisik dan berbisik
"tak perlu tersipu dengan kesedihanmu!"
tersentak termangu teringat masa lalu yang berbahaya
semakin tak bisa berkelit: aku-kau dikutuk rindu.


Analisis Puisi:
Puisi "Memandang Sore" oleh Tjahjono Widarmanto adalah sebuah karya sastra yang menggambarkan pemikiran dan perasaan penulis ketika ia memandang keindahan alam dan merenung tentang kenangan masa lalu serta kompleksitas emosi dan pengalaman dalam hubungan.

Tema Keindahan Alam dan Kenangan Masa Lalu: Puisi ini menghadirkan gambaran pekarangan rumah dengan bunga-bunga dan rumput yang menguning di bawah bayang-bayang pohon. Pemandangan ini menjadi titik awal bagi pemikiran tentang kenangan masa lalu, saat tunas-tunas pisang tumbuh dan cinta bersinar di pelataran candi. Tema utama puisi ini adalah tentang refleksi atas keindahan alam dan kenangan masa lalu yang hadir dalam pandangan penulis.

Kompleksitas Emosi dan Pengalaman Cinta: Puisi ini menggambarkan perasaan cinta dengan menghubungkannya dengan gambaran alam dan situasi tertentu. Ada keinginan yang kuat untuk mengalami cinta yang lebih nyata daripada lukisan atau puisi, tetapi pada saat yang sama, ada rasa keraguan dan ketidakpastian tentang apakah cinta bisa benar-benar diwujudkan atau hanya menjadi impian.

Perbandingan dengan Sejarah yang Memudar: Puisi ini menciptakan perbandingan antara cinta dan sejarah yang memudar. Seperti sejarah yang hilang, cinta juga bisa memudar dan menghilang. Meskipun cinta bisa diabadikan dalam puisi, tapi tak selalu menghasilkan keajaiban. Ini mencerminkan kompleksitas hubungan dan perasaan yang tak selalu sesuai dengan harapan.

Tingkat Kehilangan dan Kenangan: Puisi ini menyoroti konsep kehilangan, baik dalam bentuk benda nyata maupun kenangan. Penulis menggarisbawahi pentingnya mencatat kehilangan sebagai bagian dari pengalaman hidup. Ini mengisyaratkan bahwa kehilangan bisa menjadi sebuah pelajaran, dan menulis tentangnya dapat mencegah cita-cita palsu.

Kesadaran akan Perubahan dan Kecepatan Waktu: Puisi ini menggambarkan perubahan dan kecepatan waktu melalui gambaran melepas sore di malam hari. Penulis merenungkan masa lalu yang hilang dan kehadiran televisi yang berbisik, mencerminkan pengaruh teknologi dan pengalaman yang cepat berlalu dalam hidup kita.

Puisi "Memandang Sore" oleh Tjahjono Widarmanto adalah sebuah karya yang menggambarkan perenungan tentang keindahan alam, kenangan masa lalu, kompleksitas emosi dalam cinta, serta kesadaran akan kehilangan dan perubahan. Dengan menggabungkan gambaran alam dan perasaan pribadi, puisi ini menyampaikan pesan tentang kehidupan, waktu, dan pengalaman manusia.

Tjahjono Widarmanto
Puisi: Memandang Sore
Karya: Tjahjono Widarmanto

Biodata Tjahjono Widarmanto:
  • Tjahjono Widarmanto lahir pada tanggal 18 April 1969 di Ngawi, Jawa Timur, Indonesia.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.