Puisi: Memandang Senja yang Hujan (Karya Nanang Suryadi)

Puisi "Memandang Senja yang Hujan" mengajak pembaca untuk merenungi tentang bagaimana perasaan dan kenangan membentuk pandangan kita terhadap cinta ..
Memandang Senja yang Hujan

ku duduk di sini. memandang senja yang hujan. tak ada engkau. hanya angin dan sisa cahaya menyelinap dalam temaram. kau dimana?

sebagai pena, ingin kutulis sajak dalam baris-baris yang ganjil, sesuatu yang mungkin teramat asing, dan kau menyebutnya: puisi

kau kenang juga daun yang gugur di senja puisi, sebagai cinta yang mencium keningmu?

biarkan aku menyelinap, dalam kenangmu yang biru. agar kau tahu, ada aku yang merindukanmu. selalu.

kenang yang biru. langit yang biru. mimpi yang biru. dan juga rindu yang biru. kau pulas di kanvas hidupku.

kanvas yang kau hias dengan segenap rindu, telah kupajang di galeri. kupandang selalu. penuh cinta.

Analisis Puisi:

Puisi "Memandang Senja yang Hujan" karya Nanang Suryadi adalah sebuah karya yang menyelami perasaan rindu dan kesepian melalui gambaran senja yang hujan. Puisi ini menggunakan simbolisme dan metafora untuk menyampaikan kedalaman emosional dan keterhubungan antara penulis dan objek rindu.

Memandang Senja dalam Hujan

Puisi dimulai dengan gambaran sederhana namun mendalam: "ku duduk di sini, memandang senja yang hujan." Senja dan hujan menjadi latar belakang emosional yang melambangkan kesedihan dan kerinduan. "Tak ada engkau" menunjukkan absennya seseorang yang sangat dirindukan, membuat suasana menjadi lebih melankolis. "Hanya angin dan sisa cahaya menyelinap dalam temaram" menciptakan suasana sepi dan tenang, di mana cahaya yang tersisa dan angin menjadi saksi kesedihan penyair.

Pena dan Puisi

Penyair melanjutkan dengan refleksi tentang keinginan untuk menulis: "sebagai pena, ingin kutulis sajak dalam baris-baris yang ganjil, sesuatu yang mungkin teramat asing, dan kau menyebutnya: puisi." Di sini, pena melambangkan alat untuk mengungkapkan perasaan dan pengalaman. Penyair ingin menulis sesuatu yang unik dan berbeda, yang mencerminkan kedalaman emosional dan keasingan perasaannya, dengan harapan bahwa puisi ini dapat menggambarkan kerinduannya.

Daun Gugur dan Kenangan

Bagian berikutnya menyebutkan "daun yang gugur di senja puisi, sebagai cinta yang mencium keningmu?" Daun gugur adalah simbol dari sesuatu yang hilang atau berakhir, tetapi juga dapat melambangkan keindahan dan cinta yang abadi. Kenangan ini seolah mencium kening orang yang dirindukan, menambah dimensi emosional dalam hubungan mereka.

Kenangan dan Rindu yang Biru

"Biarkan aku menyelinap, dalam kenangmu yang biru" menggambarkan keinginan untuk terus berada dalam ingatan dan perasaan yang tersisa. Warna biru di sini melambangkan kedalaman emosi, kesedihan, dan kedamaian. "Kenang yang biru. Langit yang biru. Mimpi yang biru. Dan juga rindu yang biru." Ini menunjukkan bahwa biru adalah warna yang mendominasi perasaan dan kenangan penyair, menjadikannya simbol dari kedalaman cinta dan rindu.

Kanvas dan Galeri

Di akhir puisi, penyair menyebutkan "kanvas yang kau hias dengan segenap rindu, telah kupajang di galeri." Kanvas melambangkan ruang untuk mengekspresikan perasaan dan pengalaman, sementara galeri adalah tempat di mana kenangan dan cinta dipajang dan dihargai. "Kupandang selalu. Penuh cinta" menunjukkan bahwa meskipun orang yang dirindukan tidak ada, kenangan dan cinta tetap hidup dan terus dihargai dalam hati penyair.

Puisi "Memandang Senja yang Hujan" karya Nanang Suryadi adalah sebuah karya yang mengeksplorasi tema rindu, kesepian, dan cinta yang abadi melalui simbolisme senja, hujan, dan warna biru. Penyair menggunakan metafora dan gambaran yang mendalam untuk menyampaikan kedalaman emosional dan keterhubungan antara penulis dan objek rindu.

Dengan penggunaan simbolisme yang kuat dan deskripsi yang mendalam, Nanang Suryadi berhasil menciptakan puisi yang menyentuh dan menggugah perasaan tentang rindu dan kenangan. Puisi "Memandang Senja yang Hujan" mengajak pembaca untuk merenungi tentang bagaimana perasaan dan kenangan membentuk pandangan kita terhadap cinta dan kehidupan. Puisi ini adalah sebuah refleksi mendalam tentang bagaimana cinta dan rindu dapat bertahan dan dihargai meskipun dalam keadaan kesepian dan jarak.

Nanang Suryadi
Puisi: Memandang Senja yang Hujan
Karya: Nanang Suryadi

Biodata Nanang Suryadi:
  • Nanang Suryadi, S.E., M.M. pada tanggal 8 Juli 1973 di Pulomerak, Serang.
© Sepenuhnya. All rights reserved.