Puisi: Di Saat Hujan Gemericik (Karya Nanang Suryadi)

Puisi "Di Saat Hujan Gemericik" karya Nanang Suryadi mengingatkan kita tentang masalah-masalah yang sering kali diabaikan dan perlu mendapatkan ...
Di Saat Hujan Gemericik, 
Tiba-Tiba Aku Teringat Lumpur itu

selepas hujan seharian, masihkah tersisa jejak kaki, yang menyisakan lumpur di ruang tamu

hujan seharian, jejak siapa yang menjenguk kubangan lumpur menggunung, menunggu pecah bendungnya 

jika kau punya belas kasih, jenguklah wajah khawatir, hujan tak habis berharihari, lumpur berkunjung ke ruang tamumu 

kaki siapa menjejakkan lumpur, mungkin jejak sajak cintaku, sidoarjo lapindo benih yang kau lupa, mengunjungimu malam ini

Malang, 10 April 2011

Analisis Puisi:

Puisi "Di Saat Hujan Gemericik" karya Nanang Suryadi menggambarkan suasana dan refleksi mendalam yang muncul setelah hujan deras, dengan mengaitkan tema lingkungan dan kondisi sosial. Melalui bahasa yang metaforis dan deskriptif, puisi ini membawa pembaca menyelami makna yang lebih dalam dari fenomena hujan dan dampaknya.

Tema dan Pesan Puisi

  • Jejak dan Dampak Hujan: Tema utama puisi ini adalah dampak hujan dan jejak yang ditinggalkannya. "Selepas hujan seharian, masihkah tersisa jejak kaki, yang menyisakan lumpur di ruang tamu" menggambarkan bagaimana hujan meninggalkan bekas yang jelas dan tak terhindarkan. Jejak kaki dan lumpur yang tertinggal menjadi simbol dari dampak hujan yang berkelanjutan dan mungkin mengganggu kehidupan sehari-hari.
  • Belas Kasih dan Kesadaran Sosial: Puisi ini juga menyinggung tema belas kasih dan kesadaran sosial. "Jika kau punya belas kasih, jenguklah wajah khawatir" mencerminkan ajakan untuk memperhatikan dan memahami kesulitan orang lain, terutama yang mungkin terdampak oleh kondisi lingkungan seperti banjir. Ini menggarisbawahi pentingnya kepedulian terhadap orang lain dalam situasi sulit.
  • Kritik Sosial dan Lingkungan: Puisi ini juga mengandung unsur kritik sosial dan lingkungan. "Mungkin jejak sajak cintaku, sidoarjo lapindo benih yang kau lupa" merujuk pada peristiwa-peristiwa tertentu seperti bencana alam dan dampaknya terhadap masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa puisi ini tidak hanya berbicara tentang hujan, tetapi juga tentang peristiwa sosial dan lingkungan yang lebih luas.

Gaya Bahasa dan Struktur

  • Bahasa Metaforis dan Deskriptif: Nanang Suryadi menggunakan bahasa metaforis dan deskriptif untuk menciptakan gambaran yang kuat dan emosional. "Jejak siapa yang menjenguk kubangan lumpur menggunung" dan "lumpur berkunjung ke ruang tamumu" adalah contoh bagaimana bahasa metaforis digunakan untuk menyampaikan dampak hujan dan kondisi yang ditinggalkannya dengan cara yang lebih hidup dan menyentuh.
  • Penggunaan Imaji dan Simbol: Puisi ini menggunakan imaji dan simbol untuk memperkuat pesan-pesan yang disampaikan. "Jejak kaki" dan "lumpur" bukan hanya sebagai deskripsi fisik, tetapi juga sebagai simbol dari dampak dan masalah yang lebih dalam. Imaji ini membantu pembaca merasakan dan memahami situasi yang digambarkan secara lebih mendalam.
  • Struktur Puisi yang Fragmentaris: Struktur puisi ini tampak fragmentaris, dengan potongan-potongan gambaran dan pertanyaan yang menciptakan efek reflektif dan melankolis. Tidak adanya struktur naratif yang jelas mencerminkan ketidakpastian dan kekacauan yang mungkin dirasakan dalam situasi setelah hujan, serta kesulitan dalam menemukan solusi atau jawaban.

Makna dan Interpretasi

  • Dampak Lingkungan dan Sosial: Puisi ini menyampaikan pesan tentang bagaimana dampak lingkungan seperti hujan dapat mempengaruhi kehidupan manusia dan lingkungan sekitar. "Lumpur berkunjung ke ruang tamumu" menggambarkan bagaimana masalah lingkungan seperti banjir dapat mengganggu kehidupan sehari-hari dan menciptakan dampak yang berkelanjutan.
  • Belas Kasih dan Kepedulian Sosial: Puisi ini juga mengingatkan pembaca tentang pentingnya belas kasih dan kepedulian sosial. Dengan mengajak untuk "jenguklah wajah khawatir", puisi ini menyoroti kebutuhan untuk memahami dan membantu orang lain yang mungkin mengalami kesulitan akibat bencana atau kondisi lingkungan yang buruk.
  • Kritik terhadap Peristiwa Sosial: Puisi ini secara tidak langsung mengkritik peristiwa-peristiwa sosial dan lingkungan tertentu dengan menyebutkan "sidoarjo lapindo". Ini menunjukkan bahwa puisi ini juga berfungsi sebagai komentar sosial, menggambarkan bagaimana bencana dan masalah lingkungan sering kali diabaikan atau dilupakan oleh masyarakat dan pihak berwenang.
Puisi "Di Saat Hujan Gemericik" karya Nanang Suryadi adalah sebuah karya yang menggambarkan dampak hujan secara mendalam dan reflektif, serta mengaitkannya dengan tema belas kasih dan kritik sosial. Dengan menggunakan bahasa metaforis dan deskriptif, puisi ini menyampaikan pesan yang kuat mengenai bagaimana hujan dan bencana lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan manusia, serta pentingnya kepedulian terhadap mereka yang terdampak. Puisi ini juga berfungsi sebagai komentar sosial, mengingatkan kita tentang masalah-masalah yang sering kali diabaikan dan perlu mendapatkan perhatian lebih.

Nanang Suryadi
Puisi: Di Saat Hujan Gemericik
Karya: Nanang Suryadi

Biodata Nanang Suryadi:
  • Nanang Suryadi, S.E., M.M. pada tanggal 8 Juli 1973 di Pulomerak, Serang.
© Sepenuhnya. All rights reserved.