Puisi: Aldora Melukis Kota (Karya Nanang Suryadi)

Puisi "Aldora Melukis Kota" menawarkan pandangan kritis terhadap dunia modern yang dilanda kekerasan, ketidakadilan, dan kerusakan lingkungan.
Aldora Melukis Kota (1)

aldora melukis kota, jemarinya memulas cat hitam dan merah pada kanvas yang lusuh,

ada kegusaran yang memusar, pada wajah "mengapa rusuh juga yang membakar kota-kota?"

kau mau minum kopi aldora? atau sebatang rokok mungkin bisa hilangkan pening dalam kepala

aldora melukis kota, juga manusia tak jelas wajahnya merah hitam dipulasnya, dicampur baur, mungkin sebentuk luka

tanganmu kotor, aldora jemari halus dan kuku putih tak berupa

: mengapa luka?

"mengapa bukan cinta!"

Aldora Melukis Kota (2)

aldora melukis kota. dengan jemarinya ia guratkan kota yang telah berubah. wajah-wajah manusia yang muram.

"berapa banyak rumah yang harus ditumbangkan, dora? berapa sawah berubah menjelma rumah mewah?"

kau tak menjawabnya dengan kata-kata. karena apa? (takutkah engkau untuk mengatakannya dengan mulutmu?)

aldora melukis kota. warna-warna memar tumpah ruah di kanvas. meledak juga tangisnya di lukisan kota yang terbakar!

Cilegon, 1997

Analisis Puisi:

Puisi "Aldora Melukis Kota" karya Nanang Suryadi merupakan sebuah karya yang penuh simbolisme, menyajikan gambaran kota yang kacau dan manusia yang terperangkap di dalamnya. Puisi ini menggambarkan seorang tokoh bernama Aldora yang melalui seni lukisnya merefleksikan kegelisahan terhadap perubahan dan kekerasan yang melanda kota-kota, serta hilangnya keindahan dan cinta di tengah kebrutalan kehidupan modern.

Tema

Salah satu tema utama dalam puisi ini adalah perubahan sosial dan dampaknya terhadap kehidupan manusia. Nanang Suryadi melalui sosok Aldora, menggambarkan kota-kota yang mengalami kehancuran, baik secara fisik maupun emosional. Kota yang dilukiskan oleh Aldora penuh dengan warna hitam dan merah, simbol dari kekacauan, kebakaran, dan luka. Kedua warna ini secara visual mewakili kerusuhan, amarah, dan penderitaan yang melanda kota-kota.

Aldora dalam puisi ini tidak hanya sekadar seorang pelukis, tetapi juga seorang pengamat dan perekam realitas. Jemarinya yang memulas cat hitam dan merah mencerminkan bagaimana seniman sering kali menjadi saksi bisu dari ketidakadilan, perubahan, dan kehancuran yang terjadi di sekeliling mereka.

Simbolisme dan Imaji

Lukisan kota oleh Aldora bukan hanya sekadar karya seni visual, tetapi juga refleksi dari luka-luka sosial yang ada. Dalam bagian pertama puisi, "mengapa rusuh juga yang membakar kota-kota?", menjadi pertanyaan yang menggugah dan menggambarkan kebingungan serta keputusasaan terhadap kekerasan yang terjadi. Cat hitam dan merah di atas kanvas menjadi simbol dari kekacauan dan luka yang mendalam, baik secara fisik maupun psikologis, yang dihadapi oleh masyarakat.

Simbol lain yang kuat dalam puisi ini adalah wajah manusia yang tak jelas. Ini bisa dilihat sebagai representasi dari identitas yang hilang di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern, di mana manusia terasing dari dirinya sendiri dan lingkungannya. Wajah-wajah yang digambarkan oleh Aldora tampak muram dan tidak jelas, menunjukkan ketidakberdayaan dan ketidakpastian dalam menghadapi perubahan yang drastis.

Kritik Sosial

Puisi ini juga sarat dengan kritik sosial terhadap urbanisasi dan pembangunan yang merusak kehidupan tradisional serta menimbulkan ketidakadilan. "Berapa sawah berubah menjelma rumah mewah?" adalah sebuah pertanyaan tajam yang menunjukkan betapa perkembangan kota sering kali mengorbankan ruang hijau dan lahan pertanian yang penting bagi keberlangsungan hidup. Rumah mewah yang tumbuh di atas reruntuhan sawah mencerminkan ketimpangan sosial yang semakin melebar antara kelas kaya dan miskin.

Nanang Suryadi melalui Aldora menggambarkan tangis yang meledak di tengah kehancuran kota yang terbakar, yang bisa diartikan sebagai protes terhadap ketidakpedulian terhadap kemanusiaan dan lingkungan. Tangis Aldora adalah suara batin dari mereka yang terdampak oleh perubahan ini tetapi tidak memiliki kuasa untuk menghentikannya.

Pencarian Cinta dan Keindahan

Meskipun penuh dengan kekacauan, puisi ini juga menampilkan keinginan Aldora untuk mencari cinta dan keindahan di tengah-tengah kehancuran. Dalam bagian pertama, ketika Aldora bertanya, "mengapa luka?", dan disusul dengan pernyataan "mengapa bukan cinta!", itu mencerminkan keinginan manusia untuk merasakan kembali kedamaian dan kebahagiaan di tengah dunia yang penuh luka dan penderitaan. Namun, kenyataannya, cinta dan keindahan itu seolah terabaikan, dan yang tersisa hanyalah luka-luka yang mendalam di kanvas kota yang hancur.

Puisi "Aldora Melukis Kota" adalah sebuah puisi yang sarat dengan makna sosial dan emosional, menawarkan pandangan kritis terhadap dunia modern yang dilanda kekerasan, ketidakadilan, dan kerusakan lingkungan. Nanang Suryadi melalui sosok Aldora mengajak pembaca untuk merenungkan kembali tentang perubahan yang terjadi di sekitar mereka, serta peran seni dalam merefleksikan dan menyuarakan kegelisahan yang dirasakan oleh masyarakat.

Puisi ini juga menggambarkan bagaimana di balik kekacauan dan penderitaan, masih ada keinginan untuk menemukan cinta dan keindahan. Aldora sebagai seniman, melalui lukisannya, bukan hanya menciptakan gambaran visual dari kota yang rusak, tetapi juga menyuarakan kegelisahan hati dan kerinduan manusia untuk kehidupan yang lebih baik.

Puisi Terbaik
Puisi: Aldora Melukis Kota
Karya: Nanang Suryadi
© Sepenuhnya. All rights reserved.