Analisis Puisi:
Puisi "Ada yang Menghitung Butir Hujan" karya Nanang Suryadi adalah sebuah karya yang menawarkan refleksi mendalam tentang waktu, kerinduan, dan pencarian makna dalam kehidupan sehari-hari. Dengan penggunaan bahasa yang sederhana namun penuh makna, puisi ini mengeksplorasi tema tentang pencarian diri dan nostalgia dalam konteks yang penuh perasaan.
Menghitung Hujan sebagai Metafora
Puisi ini dimulai dengan gambaran seseorang yang "mencoba menghitung butir-butir hujan," sebuah aktivitas yang tampaknya tidak mungkin dilakukan dan penuh kesulitan. "Satu demi satu, di sore yang lembab," menunjukkan suasana yang lembut namun penuh dengan kesadaran akan kesulitan dalam tugas tersebut. Menghitung hujan menjadi metafora untuk upaya memahami atau mengukur sesuatu yang tidak dapat diukur secara konvensional, seperti waktu, emosi, atau pengalaman hidup.
Rindu dan Air Mata
Kalimat "adakah airmatamu? adakah rindu yang menggerutu, menunggu," menggambarkan keresahan dan kerinduan yang mendalam. Ini menunjukkan bahwa di balik upaya menghitung butir hujan, terdapat emosi yang belum terungkap, seperti rasa rindu atau kesedihan. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan apakah di balik kegiatan sehari-hari ada perasaan yang mendalam dan tidak diungkapkan.
Nostalgia dan Kebahagiaan yang Hilang
"Pusi menjelma permainan kanak, masa lalu yang ingin kau rengkuh" menggambarkan bagaimana puisi dan kenangan masa lalu seringkali kembali seperti permainan anak-anak—sesuatu yang diingat dengan rasa nostalgia. Kebahagiaan yang digambarkan sebagai "bayang-bayang yang jauh dan rapuh" menunjukkan bagaimana kebahagiaan seringkali sulit dijangkau dan mungkin hanya bisa dikenang sebagai sesuatu yang pernah ada namun sekarang hampir tidak terlihat.
Kehidupan Sehari-hari dan Refleksi
Bagian selanjutnya "secangkir kopi, sobekan kertas koran minggu, sajak yang tak sempat kubaca," menciptakan gambaran kehidupan sehari-hari yang sederhana namun penuh dengan refleksi. "Kanak-kanak membuat perahu" melambangkan kegiatan sederhana dan penuh imajinasi, berlawanan dengan tugas rumit menghitung hujan.
"Aku? menghitung butir hujan, menghitung waktu yang sia-sia, menghitung usia yang memutih rambut," menyiratkan refleksi mendalam tentang waktu yang berlalu dan bagaimana umur bertambah. Menghitung butir hujan di sini menjadi simbol dari usaha untuk memahami atau mengukur waktu dan pengalaman hidup yang seringkali terasa sia-sia atau tidak berarti.
Pencarian Makna dan Tujuan
Akhir puisi, "menghitung langkah menuju, menuju Tuju!" menunjukkan pencarian yang berkelanjutan akan makna atau tujuan dalam hidup. "Tuju!" di sini bisa diartikan sebagai tujuan akhir atau pencapaian yang diinginkan, yang menjadi fokus dari pencarian dan usaha.
Puisi "Ada yang Menghitung Butir Hujan" karya Nanang Suryadi menggunakan metafora dan gambar sederhana untuk mengeksplorasi tema-tema mendalam seperti waktu, kerinduan, dan pencarian makna. Dengan menggambarkan kegiatan sehari-hari seperti menghitung hujan, minum kopi, dan membaca koran, puisi ini menciptakan ruang untuk refleksi tentang kehidupan, nostalgia, dan usaha memahami pengalaman hidup. Melalui gaya penulisan yang puitis dan penuh perasaan, Nanang Suryadi mengajak pembaca untuk merenungkan aspek-aspek yang seringkali terabaikan dalam kehidupan sehari-hari dan mencari makna yang lebih dalam dalam perjalanan hidup mereka.