Puisi: Tanah Liat (Karya Tjahjono Widarmanto)

Puisi "Tanah Liat" karya Tjahjono Widarmanto adalah sebuah karya sastra yang sarat dengan gambaran-gambaran alam dan perenungan spiritual.
Tanah Liat

aku hanya tanah liat
tembikar tempayan rapuh
sekedar topeng kosong
engkau hembuskan hidup
lebih sekedar kuasa kata-kata

aku hanya ruang kosong
musafir yang selalu datang
terlambat dari abad lampau
dengan mata selalu tergenang
pandangi Engkau serupa kanak mengharap permen

engkaulah gembala itu
bernyanyi dengan seruling merambati hati
nafas nada-Mu berhembus dari langit ke laut
melanda segenap pantai dan bergaung di lembah-lembah

sunyi
aduhai, Engkau Penggembala, aku sapi-Mu
ditenung siul seruling-Mu
merambati dinding-dinding beku
dilekuk sepanjang nadi

ngawi-wareng

Sumber: Mata Air di Karang Rindu (2013)

Analisis Puisi:
Puisi "Tanah Liat" karya Tjahjono Widarmanto adalah sebuah karya sastra yang sarat dengan gambaran-gambaran alam dan perenungan spiritual. Puisi ini menggambarkan eksistensi manusia sebagai makhluk yang lemah dan rentan, serta mencari makna dan hubungan dengan yang Ilahi.

Makhluk Rentan dan Lemah: Puisi ini menggambarkan manusia sebagai "tanah liat," sebuah metafora yang menggambarkan kerapuhan dan keterbatasan manusia seperti tanah liat yang rapuh. Puisi ini menyiratkan bahwa manusia, meskipun memiliki bentuk dan keberadaan, tetaplah rentan dan mudah hancur.

Topeng Kosong dan Keberadaan: Baris "sekedar topeng kosong" menggambarkan keberadaan manusia yang seringkali hanya mengenakan topeng atau peran yang sebatas kulit luar. Metafora ini menunjukkan bahwa kadang-kadang manusia menyembunyikan dirinya di balik citra atau identitas palsu.

Keberadaan dalam Hubungan dengan Tuhan: Puisi ini menggambarkan keberadaan manusia sebagai "musafir yang selalu datang" dari abad lampau. Ini mencerminkan pemahaman bahwa manusia datang dari dan akan kembali kepada Tuhan, seperti musafir yang tiba di suatu tempat untuk sementara waktu. Ada rasa kerinduan dan pandangan kagum terhadap Tuhan, seperti seorang anak yang mengharap permen.

Hubungan dengan Tuhan sebagai Penggembala: Puisi ini menggambarkan Tuhan sebagai gembala yang melindungi dan membimbing. Gambaran "engkaulah gembala itu" menggambarkan Tuhan sebagai sosok yang menyanyi dengan seruling, menenangkan hati dan jiwa manusia. Nafas dan nada-Nya menciptakan suasana yang memenuhi langit, laut, pantai, dan lembah.

Perenungan Spiritual: Puisi ini memadukan gambaran alam dan hubungan dengan Tuhan dalam suasana perenungan spiritual. Penyair merenungkan eksistensinya dan hubungannya dengan yang Ilahi, serta mengajak pembaca untuk mempertanyakan makna kehidupan dan tujuan manusia di dunia.

Puisi "Tanah Liat" adalah sebuah karya sastra yang menggambarkan eksistensi manusia sebagai makhluk rentan dan lemah, serta mencari makna dan hubungan dengan Tuhan. Melalui gambaran alam dan perenungan spiritual, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan keberadaan manusia dalam kaitannya dengan yang Ilahi dan mengeksplorasi makna hidup yang lebih dalam.

Tjahjono Widarmanto
Puisi: Tanah Liat
Karya: Tjahjono Widarmanto

Biodata Tjahjono Widarmanto:
  • Tjahjono Widarmanto lahir pada tanggal 18 April 1969 di Ngawi, Jawa Timur, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.