Analisis Puisi:
Puisi "Sepuluh Pertanyaan untuk Ibu-Ibu di Waduk Kedungombo" karya F. Rahardi adalah sebuah karya yang menggunakan format tanya jawab untuk menggali perbedaan sosial, budaya, dan teknologi antara masyarakat tradisional dan modern. Dengan gaya yang ironis dan kritis, puisi ini mengungkapkan ketidakpahaman dan ketidakpedulian terhadap kebiasaan hidup masyarakat pedesaan yang sederhana.
Pertanyaan I hingga III
Bagian awal puisi ini terdiri dari serangkaian pertanyaan yang menguji kebiasaan dan pilihan gaya hidup ibu-ibu di Waduk Kedungombo. Pertanyaan-pertanyaan ini mencakup topik seperti pilihan pakaian, gaya rambut, dan penggunaan kosmetik. Setiap pertanyaan mencerminkan asumsi tentang modernitas dan standar kecantikan yang diterima secara umum. Jawaban yang konsisten yaitu “Kami tidak tahu” menunjukkan jarak antara dunia luar yang lebih modern dan dunia ibu-ibu yang lebih tradisional dan sederhana.
Pertanyaan IV hingga VI
Di bagian ini, puisi mengangkat isu-isu mengenai kebiasaan sehari-hari yang dianggap kuno atau tidak sesuai dengan standar modern, seperti penggunaan celana dalam, cara buang air, dan metode memasak. Pertanyaan-pertanyaan ini menyoroti perbedaan antara kehidupan pedesaan yang masih mengandalkan tradisi dan kemajuan teknologi yang tidak dikenal oleh ibu-ibu. Jawaban mereka yang sama, "Kami tidak tahu," mengindikasikan bahwa mereka hidup dalam dunia yang terpisah dari perubahan yang cepat di luar sana.
Pertanyaan VII hingga IX
Bagian ini melanjutkan dengan pertanyaan mengenai kontrasepsi, barang-barang modern seperti kulkas dan alat penghisap debu, serta fenomena sosial dan politik seperti kehadiran tentara, polisi, dan mahasiswa. Pertanyaan-pertanyaan ini menunjukkan ketidaktahuan ibu-ibu tentang hal-hal yang sering dianggap sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat modern. Jawaban mereka yang seragam kembali menegaskan keterasingan mereka dari isu-isu kontemporer yang ada di luar desa mereka.
Pertanyaan X
Di akhir puisi, pertanyaan terakhir meminta ibu-ibu untuk menyampaikan pesan kepada pejabat dan masyarakat luas. Jawaban mereka, "Kami tidak mau, kami tidak mau terus-terusan diganggu, monyong!" menunjukkan sikap penolakan mereka terhadap gangguan dari luar dan keinginan untuk mempertahankan hidup mereka yang sederhana tanpa campur tangan dari dunia luar.
Puisi "Sepuluh Pertanyaan untuk Ibu-Ibu di Waduk Kedungombo" karya F. Rahardi menyajikan kritik sosial yang tajam terhadap perbedaan antara kehidupan tradisional dan modern. Melalui format tanya jawab yang ironis, puisi ini mengungkapkan ketidakpahaman dan ketidakpedulian yang ada antara masyarakat pedesaan yang hidup dalam kesederhanaan dan masyarakat luar yang terobsesi dengan kemajuan dan modernitas. Jawaban ibu-ibu yang seragam menyoroti betapa terasingnya mereka dari perubahan yang cepat dan betapa mereka lebih memilih untuk tetap dengan cara hidup mereka yang lama dan sederhana. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan pentingnya memahami dan menghargai perbedaan budaya serta mempertanyakan nilai-nilai dan asumsi yang sering kita bawa dalam melihat kehidupan orang lain.
Karya: F. Rahardi
Biodata F. Rahardi:
- F. Rahardi (Floribertus Rahardi) lahir pada tanggal 10 Juni 1950 di Ambarawa, Jawa Tengah.