Puisi: Para Kampret Ditolak LBH (Karya F. Rahardi)

Puisi "Para Kampret Ditolak LBH" bukan hanya sebuah puisi satir yang menyindir ketidakadilan sosial, tetapi juga menciptakan refleksi tentang ....
Para Kampret Ditolak LBH

Siapakah yang dapat membantu
para kampret
Tuhan!
Apakah Tuhan itu juga
Tuhan para kampret?
Tuhan! Apakah you itu juga
menangani kampret-kampret yang kapiran?
yah,
tapi Tuhan di abad ini
sudah sangat rapi
paling kalau kita berdoa,
jawabnya seragam.
Semua sudah terprogram rapi
dalam komputer.
Terserah Anda semua!
semua tergantung dari upaya Anda!
dari upaya Anda!
tugas Tuhan
sudah banyak yang dilimpahkan ke manusia,
komputer
dan alat-alat canggih lain.
Tuhan hanya tinggal menangani
yang penting-penting.
Yang vital-vital.
Yang ajaib-ajaib.
Mukjizat
Tapi sekarang ini
mukjizat sudah jadi
komoditas langka.
Kita hanya kebagian yang biasa-biasa
yang rutin.
“Tuhan,
tolonglah kami
para kampret yang tergusur ini.”

Tuhan hanya diam.
Di langit hanya ada satu dua awan
sedikit bintang-bintang.
Angin juga lemah sekali.
Kampret-kampret itu gundah.
Mereka mengepak-ngepakkan sayap.
Mencicit-cicit.
“Punten”
“Permisi”
“Kulonuwum”
“Asalamualaikum”
“Apakah Tuhan masih nongkrong
di atas situ?”
Tetap saja sepi.
Kampret-kampret itu lesu.
“Kita minta bantuan ke LBH saja.
Biar merekalah yang mengurus hal ini.
Mereka sudah biasa dengan hal ihwal
menggugat seperti ini.”
Memang seperti itulah profesi mereka.
Kalau mereka berhenti menggugat,
tak ada dana masuk
kalau mereka membela wong gede
tak ada simpati publik.
Jadi, kadang mereka adalah
kaum tergusur
sawah mereka adalah manusia gembel
barang dagangan mereka adalah
pedagang asongan
yang diuber-uber petugas Kamtib
tanpa penindasan,
dapur mereka tak mengepul
tanpa kesewenang-wenangan
dompet mereka lecet
bisnis adalah bisnis
pengabdian adalah pengabdian
hukum adalah hukum
bantuan adalah bantuan
“Bolehkah, kami para kampret
minta bantuan Oom!”

Para pembela LBH itu bengong
mereka memang mahir
ngomong Inggris,
ngomong Belanda
sedikit-sedikit Okem
kadang-kadang bicara Batak
kadang-kadang bahasa Jawa
tapi bahasa kampret
mereka tak paham.

“Bantulah kami Oom,
buldoser itu sudah makin dekat
batu-batu stalaktit
bongkahan-bongkahan stalakmit
bergelimpangan
dikeruk lengan-lengan hidrolik
dan diboyong truk gandengan
ke pabrik semen
tolonglah Oom,
selamatkan bukit-bukit kapur itu
gua-gua itu
nyawa para kampret ini.”

Para pembela LBH itu bengong
“Kampret-kampret ini ngapain sih
nyelonong masuk kemari.
Apa pintunya ada yang kebukak!
Wong ruang AC rapet begini
kok bisa kemasukan kampret.
Bah!
Bikin brisik saja.
Mana anak-anak klining servis
Hajar aja itu kampret!”

Petugas klining servis
lalu sigap bertindak
jendela dibuka
sapu diayun-ayunkan
tapi ratusan kampret yang
dari tadi nunggu di luar
serentak menyerbu masuk
tanpa permisi
tanpa asalamualaikum
ruang kerja LBH itu jadi
penuh dengan ribuan kampret.

“Buset!
apa-apaan ini?
Kok malah makin banyak.
Apa kampret-kampret ini
juga mau minta bantuan
lantaran kaplingnya digusur
Real Estate!”

“Iya Oom, kami ini tergusur!
Kami ini juga korban
nafsu konglomerat.
Kami perlu bantuan Oom!
Cepat, buldoser itu makin dekat!”

Para pembela LBH itu puyeng
kok ruang kerjanya jadi
sarang kampret.
Dia lalu menengok ke luar
dan halaman kantor itu
juga penuh dengan kepakan
sayap kampret.

“Wah, wah, wah
mbok ambil tindakan cepat!
Gangguan para kampret ini
sudah kelewatan
pakai obat apa begitu kek
atau pakai jaring atau apa!”

Selama dua hari dua malam
kantor LBH itu lumpuh
ribuan kampret mengurung dan
menguasai kantor itu
beol kampret berceceran
kencing kampret
mengucur membasahi berkas-berkas
mengotori map-map.

Foto para kampret itu muncul
di halaman depan koran
dan televisi memberitakannya
dengan siaran pandangan mata.

“Saudara-saudara pirsawan
reporter Anda kali ini berada
di halaman kantor LBH untuk
melaporkan serbuan ribuan kampret
yang sampai saat ini masih
menduduki kantor itu.
Fenomena alam ini sungguh sangat menarik
juga sangat misterius
para ahli biologi sedang
meneliti perilaku para kampret ini,
tampak beberapa orang Satpam
dan polisi terus-terusan berjaga
sebagaimana Anda lihat
di layar televisi Anda
berulangkali kamera yang digunakan
untuk meliput peristiwa ini
disambar kawanan kampret.

Kalau sampai dengan besuk pagi
kawanan kampret ini
belum juga pergi
Dinas Pemadam Kebakaran
akan mengerahkan aparatnya
dengan peralatan lengkap
untuk membebaskan gedung LBH
dari serbuan para kampret
greng, greng, greng
dengan iringan musik horor
tayangan langsung ini dilanjutkan
kamera menyorot ke dalam gedung
sekitar toilet
garasi
dan pos Satpam
greng-greng-greng
siaran langsung berhenti
dan diganti dengan tayangan
Pengguntingan pita dan
pemukulan gong
oleh seorang pejabat.

Karena merasa dicuekin
para kampret itu lalu pergi
dari gedung LBH
tampaknya para pendekar hukum itu
memang hanya bertugas untuk
membela sesama manusia
dan bukan membela kampret
deru buldoser makin santer
debu berhamburan
batu-batu bergelindingan
bukit kapur itu terkelupas
dan terbelah
seperti buah durian
yang masak pohon
siap untuk disantap
dan banyak dijajakan
di jalan Raya
Citeureup-Bekasi.

Sumber: Migrasi Para Kampret (1993)

Analisis Puisi:
Puisi "Para Kampret Ditolak LBH" karya F. Rahardi adalah sebuah karya satir yang menyajikan kritik sosial terhadap ketidakpedulian institusi hukum terhadap mereka yang kurang berdaya.

Simbolisme Kampret: Kampret dalam puisi ini bukan hanya menjadi makhluk fisik yang sebenarnya, tetapi lebih merujuk pada kelompok masyarakat yang dianggap rendah dan terpinggirkan. Simbolisme kampret digunakan untuk menyindir mereka yang terpinggirkan dan tidak diakui oleh hukum dan kekuasaan.

Kritik Terhadap Hukum dan Keadilan: Puisi ini menciptakan kritik sosial terhadap institusi hukum, khususnya LBH (Lembaga Bantuan Hukum). Para pembela LBH digambarkan sebagai kaum intelektual yang kurang peduli terhadap kelompok yang lebih rendah, seperti kampret. Penggambaran ini memberikan pesan bahwa hukum dan keadilan sering kali tidak merata dan hanya berpihak pada kelompok tertentu.

Ironi dan Satire: Penyair menggunakan unsur ironi dan satire untuk menyampaikan pesannya. Terlihat dari reaksi para pembela LBH yang terkejut dan bingung ketika dihadapkan dengan kelompok kampret. Ironi ini menciptakan gambaran lucu, tetapi pada saat yang sama, menyentil ketidakadilan yang mendasari situasi tersebut.

Kritik Terhadap Pembela Hukum: Puisi ini secara halus mengkritik pembela hukum (LBH) yang seharusnya berperan membela hak-hak mereka yang tidak mampu, namun terkesan acuh tak acuh terhadap kelompok seperti kampret. Pemilihan kata dan bahasa yang digunakan menciptakan gambaran bahwa mereka lebih sibuk dengan hal-hal yang dianggap lebih penting.

Narasi Satir dan Komedi Hitam: Gaya bahasa satir dan komedi hitam digunakan untuk menciptakan efek humor yang sarkastik. Penggunaan istilah "real estate" untuk menggambarkan kampret yang tergusur menyoroti ironi bahwa pembangunan sering kali mengorbankan kelompok rentan dan diabaikan oleh hukum.

Kritik terhadap Kapitalisme: Mengutip kalimat "nafsu konglomerat," puisi ini juga mengarahkan kritiknya pada sistem kapitalisme yang sering kali mengabaikan hak dan kepentingan kelompok masyarakat yang lemah.

Kekuatan Gambaran dan Imaji: F. Rahardi menggambarkan dengan kuat bagaimana para kampret mengambil alih kantor LBH, dengan berbagai adegan seperti "beol kampret berceceran" dan "kencing kampret mengucur membasahi berkas-berkas." Gambaran ini memperkuat pesan satire dan menciptakan visualisasi yang kuat.

Resolusi yang Meninggalkan Pertanyaan: Puisi ini tidak memberikan resolusi atau solusi yang jelas terhadap masalah yang diangkat. Sebaliknya, puisi berakhir dengan kelompok kampret yang meninggalkan kantor LBH setelah meresahkan, meninggalkan pertanyaan tentang keadilan dan peran institusi hukum.

Puisi "Para Kampret Ditolak LBH" bukan hanya sebuah puisi satir yang menyindir ketidakadilan sosial, tetapi juga menciptakan refleksi tentang peran lembaga hukum dan ketidaksetaraan dalam masyarakat. Dengan menggunakan bahasa yang lucu dan sarkastik, puisi ini mengekspos ketidakpedulian terhadap kelompok yang kurang berdaya dan menantang norma-norma sosial yang ada.

F. Rahardi
Puisi: Para Kampret Ditolak LBH
Karya: F. Rahardi

Biodata F. Rahardi:
  • F. Rahardi (Floribertus Rahardi) lahir pada tanggal 10 Juni 1950 di Ambarawa, Jawa Tengah.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.