Puisi: Hotel Arum, Banjarmasin (Karya Gunoto Saparie)

Puisi "Hotel Arum, Banjarmasin" karya Gunoto Saparie adalah sebuah karya sastra yang singkat namun penuh dengan nuansa misteri dan ketakutan ....
Hotel Arum, Banjarmasin


siapakah, tuan
berbisik di luar jendela?
malaikatku atau
desah aliran barito?

siapakah, tuan
melintas di luar jendela?
Engkaukah atau
moyang dari dayak?

aku pun menggigil
ingin bersembunyi
ke dalam pelukanmu -
astaghfirullah, astaghfirullah


Analisis Puisi:
Puisi "Hotel Arum, Banjarmasin" karya Gunoto Saparie adalah sebuah karya sastra yang singkat namun penuh dengan nuansa misteri dan ketakutan. Dalam puisi ini, penyair menggambarkan perasaan cemas dan ketidakpastian yang muncul ketika berada di Hotel Arum di Banjarmasin. Puisi ini mengeksplorasi pertanyaan-pertanyaan tentang sosok yang ada di luar jendela dan identitasnya yang tak jelas, menciptakan atmosfer yang gelap dan misterius.

Kehadiran Misterius: Puisi ini dimulai dengan pertanyaan tentang sosok yang berada di luar jendela. Penyair menggunakan kata "siapakah" untuk mengekspresikan ketidakpastian tentang identitas orang tersebut. Pertanyaan itu diajukan dua kali, pertama tentang siapa yang berbisik di luar jendela, dan kedua tentang siapa yang melintas. Ketidakjelasan tentang identitas orang tersebut menciptakan atmosfer misteri dan ketegangan dalam puisi.

Referensi Budaya Lokal: Penyair menggunakan istilah "malaikatku" dan "desah aliran Barito" untuk menyatakan kemungkinan identitas sosok di luar jendela. Aliran Barito adalah sungai terbesar di Kalimantan Selatan, dan dengan menyebutnya, penyair memberikan referensi terhadap lokasi dan budaya setempat. Selain itu, penyair juga menyebut "moyang dari dayak" yang mengacu pada suku Dayak yang merupakan salah satu suku asli di Kalimantan. Referensi ini menambahkan kedalaman dan konteks budaya pada puisi.

Perasaan Cemas dan Ketakutan: Puisi ini menciptakan suasana yang menakutkan dan mencekam dengan menggambarkan penyair yang merasa menggigil dan ingin bersembunyi di pelukan sosok misterius di luar jendela. Kata "astaghfirullah" yang digunakan secara berulang menunjukkan perasaan takut dan kekhawatiran penyair terhadap sosok yang tak dikenal tersebut.

Puisi "Hotel Arum, Banjarmasin" karya Gunoto Saparie adalah sebuah karya sastra yang misterius dan penuh dengan ketidakpastian. Penyair menciptakan atmosfer yang gelap dan tegang dengan menggambarkan sosok yang tak dikenal di luar jendela dan pertanyaan-pertanyaan tentang identitasnya. Referensi budaya lokal menambahkan kedalaman pada puisi, sementara perasaan cemas dan ketakutan yang ditunjukkan oleh penyair menciptakan kesan yang kuat pada pembaca. Puisi ini menggambarkan pengalaman emosional yang intens dan mengundang pembaca untuk merenungkan arti dan makna dari setiap barisnya.

Foto Gunoto Saparie
Puisi: Hotel Arum, Banjarmasin
Karya: Gunoto Saparie

GUNOTO SAPARIE. Lahir di Kendal, Jawa Tengah, 22 Desember 1955. Pendidikan formal Sekolah Dasar Kadilangu Cepiring Kendal, Sekolah Menengah Pertama Cepiring Kendal, Sekolah Menengah Ekonomi Atas Kendal, dan Akademi Uang dan Bank Yogyakarta dan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang. Pendidikan informal Madrasah Ibtidaiyyah Islamiyyah Tlahab Gemuh Kendal dan Pondok Pesantren KH Abdul Hamid Tlahab Gemuh Kendal.

Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit adalah Melancholia (Damad, Semarang, 1979), Solitaire (Indragiri, Semarang, 1981),  Malam Pertama (Mimbar, Semarang, 1996),  dan Penyair Kamar (Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Semarang, 2018).

Kumpulan esai tunggalnya Islam dalam Kesusastraan Indonesia (Yayasan Arus, Jakarta, 1986). Kumpulan cerita rakyatnya Ki Ageng Pandanaran: Dongeng Terpilih Jawa Tengah (Pusat Bahasa, Jakarta, 2004) dan Mendung, Kabut, dan Lain-lain (Cerah Budaya, Jakarta, 2019).

Ia pernah menerbitkan antologi puisi bersama Korrie Layun Rampan berjudul Putih! Putih! Putih! (Yogyakarta, 1976) dan Suara Sendawar Kendal (Karawang, 2015). Puisi-puisinya terhimpun dalam berbagai antologi bersama para penyair Indonesia lain, termasuk dalam Kidung Kelam (Seri Puisi Esai Indonesia--Provinsi Jawa Tengah, 2018).

Saat ini ia menjabat Pemimpin Redaksi Kampus Indonesia (Jakarta) dan Tanahku (Semarang) setelah sebelumnya menjabat Redaktur Pelaksana dan Staf Ahli Pemimpin Umum Koran Wawasan (Semarang). Sempat pula bekerja di bidang pendidikan, konstruksi, dan perbankan. Aktif dalam berbagai organisasi, antara lain dipercaya sebagai Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT), Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Jawa Tengah, Ketua Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah (FKWPK), dan Pengurus Yayasan Cinta Sastra, Jakarta.  Sebelumnya sempat menjadi Wakil Ketua Seksi Budaya dan Film PWI Jawa Tengah dan Ketua Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB) Jawa Tengah. Sering diundang menjadi pembaca puisi, pemakalah, dan juri berbagai lomba sastra di Indonesia dan luar negeri.
© Sepenuhnya. All rights reserved.