Puisi: Badak dan Presiden (Karya F. Rahardi)

Puisi: Badak dan Presiden Karya: F. Rahardi
Badak dan Presiden (1)


Sidang Kabinet Terbatas
Bidang Politik dan Keamanan
(POLKAM)
Hadir Wapres, Menhankam/Panglima TNI
Menlu, Mendagri
Menpen, Menkeh
Menag, Menko Polkam
Menhut, Jakgung
Kapolri, Kasad, Kasau dan Kasal
Khusus diundang : Gubernur Jabar
Gubernur DKI, Kapolda Metro Jaya dan Pangdam Jaya
serta seorang tokoh paranormal
Ki Gendeng Saestu.
Fokus sidang : Insiden Sentul
dan misteri badak
Khusus dihadirkan : Satu contoh patung badak
yang disita dari Sentul
(satu lagi sedang diperiksa di lab.)

Sidang dipimpin langsung oleh Bapak Presiden
dan dimulai dengan pembacaan
sebuah pantun.

“Pesawat canggih buatan Jerman
rakitan Bandung judul ceritanya
berniat gigih keadaan aman
suratan mendung Sentul kejadiannya.”

(Tepuk tangan hangat – Wapres menyambung)

“Bila hendak menyulam lencana
udang diterkam jurus tentara
cula badak menghantam istana
sidang Polkam harus segera!”

(Tepuk tangan lagi – plus tertawa-tawa
suasana tegang jadi cair – Menhankam/
Panglima TNI menyambung)

“Hendak magrib menoleh ke sawah
lentera kota menyala mendadak
badak gaib boleh menjarah
tentara kita membela serentak.”

(Tepuk tangan makin ramai, patung badak
didorong masuk!)
“Lo, ini dia ya?”
“Ya inilah pak. Dua kita ambil.
Yang satu ada di lab. Satunya kita bawa kemari.”
“Very-very beautifull. Exelent!
Ini benar-benar ciptaan Allah Sabhanahu Wattaala
yang luar biasa.
Lihat ya, lipatan-lipatan kulitnya,
bintil-bintilnya ini. Kekar dan purba.
Dan ini, hanya satu-satunya di dunia kan?”
“Benar pak!”
“Mengapa sampai hanya tinggal 50 ekor?
Apa tidak ada technologi canggih
yang bisa mengkloningnya
hingga jadi banyak?”
“Itu tugas Menristek pak!”
“Ya, ya, pasti!
Tetapi mulai saat ini musti kita pikirken
upaya untuk penyelamatannya.
Tapi mengapa bisa tiba-tiba ada di Sentul.
Itu istana siapa itu?”
(Diam semua)
“Ya, saya tahu, Anda semua sebenarnya tahu
tetapi pura-pura tidak tahu.
Ini ukuran sebenarnya ya? Ya, hasil labnya
bagaimana? Jangan dirusak atau dipotong-potong ya?”
“Tidak pak. Di scan.
Ini memang ukuran sebenarnya pak.
Dan memang menurut hasil sementara dari lab,
ini badak hidup.”
“Hidup? Oh my God!
Jadi ini masih hidup? Kok diam? Jadi ini bukan
patung ya? Pantes! Sangat naturalis.
Ternyata ini memang asli!”
“Jadi, mungkin Ki Gendeng Saestu
bisa menjelaskan Pak! Silahkan Ki Gendeng!”
(Salaman)
“Siapa ini? Ki Gendeng?”
“Ya, ini paranormal kita yang
sudah go internasional. CIA, KGB, Mosaad
bahkan Triad dan Vatican pernah
memanfaatkan jasanya!”
“Luar biasa. Bagaimana ini Ki Gendeng?”
“Begini pak! Badak-badak ini sedang
ngrogo sukmo! Ini istilah paranormal
khusus untuk manusia.
Pada binatang tidak lazim terjadi
Mungkin yang lebih tepat istilah biologi
Mereka sedang dorman berat.
Dorman total dan sempurna.”
“Wah, jelasnya ini badak beneran
dan masih hidup ya?”
“Benar Pak. Tetapi seluruh mekanisme biologisnya
terhenti total. Jantungnya tidak berdetak,
darahnya tidak mengalir
tetapi organ tubuhnya tidak akan rusak.”
“Dipegang tidak apa-apa ya?”
“Tidak apa-apa Pak. Coba : Plok-plok-plok.
Diam saja kan?”
“Wah, saya lalu ingin naik badak!
Ini sangat langka lo! Naik Concord sudah naik kapal silem sering!
Naik kapal  induk biasa. Pesawat tempur, Volvo,
Roll Royce, kuda balap. Tetapi badak?
Presiden naik badak? Itu luar biasa!
Coba ya! Tidak berbahaya kan?”
“Ambil kursi itu!”
“Ya!”
“Awas pelan-pelan pak!”
“Cameraman, fotografer. Ayo cepat!
Ini detik-detik langka!”

Cameraman
wartawan
fotografer istana
segera berebutan mengabadikan.

Para menteri bertepuk tangan
tetapi tepuk tangan itu telah
memanggil kembali roh badak
tiba-tiba badak itu
hidup dan bergerak
kerumunan menteri dan wartawan bubar
aparat keamanan sigap bertindak
tetapi badak lebih cepat
dia melesat dan menyeruduk
cameraman jatuh dan terinjak
wartawan terjengkang
badak itu melesat keluar
dengan beringas.

Presiden tetap lengket di punggungnya
Ki Gendeng Saestu duduk bersila
dan bersemedi memusatkan pikiran
badak itu melesat ke luar lalu
gaib
tak ada yang tahu ke mana perginya.

Aparat keamanan
intel
Wapres
Menhankam/Panglima TNI
Kapolri
Kapolda
Pangdam
semua sibuk dan cemas
tapi dalam hati mereka berharap
semoga Presiden itu terus lenyap
sebab ada peluang
untuk menggantikannya.

Saat itu juga Wapres tampil
di depan pers.

“Saudara-saudara setanah air
baru saja terjadi musibah
dalam sidang kabinet terbatas
bidang Polkam tadi
Bapak Presiden telah diseruduk badak
beliau melompat
dan jatuh persis di punggung badak
para wartawan dan juga cameraman
banyak yang mengabadikan peristiwa ini
badak itu lari dan Bapak Presiden
tetap berada di punggungnya
saat ini aparat keamanan
sedang berusaha melacak
keberadaan Bapak Presiden.

Saudara-saudara sekalian
selama Bapak Presiden belum diketemukan
sesuai dengan konstitusi
tampuk pemerintahan untuk sementara
saya pegang.
untuk itu, saya instruksikan
kepada saudara Menhankam/Panglima TNI
agar segera menemukan Bapak Presiden
selain itu, ada indikasi
bahwa Bapak Presiden telah
menjadi korban persekongkolan jahat
pihak-pihak yang ingin merebut
kekuasaan
dengan mengerahkan paranormal.
Untuk itu aparat keamanan telah mengambil
tindakan terhadap seorang paranormal
bernama Ki Gendeng Saestu.
Saat ini yang bersangkutan berada
di Mabes TNI untuk dimintai keterangan
tidak tertutup kemungkinan aparat keamanan
mengambil tindakan
terhadap pihak-pihak lain yang
diduga kuat terlibat dengan
persekongkolan jahat ini.
Untuk itu marilah kita panjatkan
doa ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa
agar Bapak Presiden selamat dan
tetap berada dalam perlindungannya.
Sekian.”

Sementara itu
di laboratorium Mabes TNI
detektor radioaktif
telah menangkap adanya
gelombang radioaktif yang sangat
kuat berasal dari
sampel badak
yang sedang diperiksa.

Para petugas lab
segera dilarikan ke rumah sakit
dengan ambulan khusus
para petugas gegana Polri
segera datang dengan
pakaian dan masker
anti radioaktif
mereka akan segera melanjutkan penelitian
terhadap sampel badak
siapa tahu patung badak itu
sebenarnya
merupakan  senjata nuklir
yang dikamuflase
untuk meledakkan negeri ini.

Tetapi
lab itu kosong
badak itu hilang
seluruh peralatan dan dinding lab
telah tercemar radioaktif
tak ada peralatan yang rusak
tak ada dinding jebol
lantai dan langit-langit juga utuh
pintu pun tetap terkunci
mungkin ini perbuatan
sabotase dari paranormal
atau malahan
dari makhluk angkasa luar?

Metropolitan Jakarta sungguh
mencekam
berita tentang badak
simpang-siur dan tidak jelas
ada ancaman telepon ke media massa
para badak itu
menuntut untuk merdeka
dan mendirikan negara sendiri
dengan wilayah seluruh pulau Jawa
kalau tuntutan ini tidak dikabulkan
presiden akan dibunuh
wapres akan diamuk
dan seluruh anggota kabinet
akan diculik.

Selain telepon
dikirim pula faximile
dengan isi berita serupa
dengan tanda
telapak kaki badak.
Sebuah kantor berita asing
mendapat kiriman
dua bait pantun

“Anjing geladak burik kakinya
menggoda pesinden dibawa kabur
mending badak baik hatinya
daripada presiden berjiwa takabur.”

“Demi anak main boneka
jangan diri bertaruh nyawa
Kami badak ingin merdeka
dengan negeri seluruh Jawa.”

ttd
telapak badak

Pantun itu lalu menjadi head line
hampir semua koran
termasuk koran-koran asing
“Javan Rhinocheros Ultimate Freedom”
pantun lalu menjadi
mode yang ngetrend
acara berbalas pantun
muncul di banyak televisi
koran-koran dan majalah
membuka ruang berpantun ria
buta pantun berarti
ketinggalan jaman.

Berhari-hari
berminggu-minggu
tegang
presiden tetap tak ketahuan
di mana berada
dan tak ketahuan
nasibnya bagaimana
sampai akhirnya
dia mengirim pesan ke sebuah koran
berbentuk pantun.

“Jerigen keramat tempat muslihat
diikat benang tiga lilitan
Presiden selamat sehat walafiat
Harap tenang  jaga ketertiban.”

Presiden berpantun?
badak juga berpantun?
tetapi kondisi saat ini tidak akan jadi baik
hanya dengan pantun.
“Kita menunggu  munculnya Satrio Piningit!
Dialah yang akan turun tangan mengatasi keadaan.”
“Dia sedang berada di mana?”
“Dia sedang dipingit! Disembunyikan!
Disimpan untuk dikeluarkan pada saat yang paling tepat.”
“O, semacam kartu truf!”
“Gaple!”
“Ya, gaple! Tapi yang diperlukan sekarang ini justru semar!”
“Wuu……!”
“Super Semar ya?”
“Kuno!”
“Kita lepas Semar, dapatnya Gareng!”
“Padahal kita inginnya Gatotkaca!”
“Superman!”
“Kita itu ingin hati nurani!”
“Bagaimana?”
“Apa? Mbakyu Nurhaeni?”
“Ya siapa saja pokoknya dia dihinggapi wahyu
untuk mengatur tanah Jawa.”
“Mengatasi badak jawa saja tidak becus kok
mau memimpin tanah Jawa?”
“Indonesia!”
“Masa bodoh dengan Indonesia!”
“Majapahit itu setelah ditinggal Gajah Mada
lalu hancur. Apalagi Indonesia!”
“Lo, kita justru sedang akan melahirkan  Gajah Mada II!
Tunggu tanggal mainnya. Sebentar lagi Satrio Piningit muncul!”
“Sastro dari Pingit?  Pingit dekat Magelang itu?”
“Ya, pokoknya Jawa kan? Negara Jawa.
Jadi Pingit boleh, Magelang boleh. Asal jangan Bandung.
Itu Sunda kan? Sunda itu Pajajaran, musuhnya Majapahit.”
“Majapahit kan Jawa Timur? Suroboyo Rek!
Magelang itu Jawa Tengah. Mataram, gitu loh!”
“Goblok sampeyan niki!  Magelang itu tempat Gunung Tidar,
Pakunya Pulau Jawa. Tidak ada Tidar,  Jawa itu ambles ke laut kidul.
Tidak peduli Majapahit, Mataram atau Pajajaran akan hilang! Tahu?”
“Pulau kok dipaku? Seperti dingklik saja!”
“Lo, ini sejarah! Kalau sejarah dilecehkan ya sudah! Bubrah!”
“Dongeng! Dongeng itu lain  dengan sejarah!”
“Maksudmu dongeng itu lebih baik dari sejarah kan?”
“Paling tidak, dongeng kancil dari jaman Belanda
sampai sekarang masih sama. Tapi sejarah diubah-ubah terus
padahal peristiwanya sama!”

“Ya embuh le! Presidene piye?”
“Presiden sinten? Clinton?”
“Kok Presiden sinten?
Ya Presidene dewe ta!”
“O, kirim parikan teng koran!”
“Parikan?”
“Nggih. Dereng maos to?”
“Durung.Wis pirang-pirang dino ora moco koran ora nonton Tivi!”
“Wah, ketinggalan jaman sampeyan.
Pak Presiden slamet ning duko wonten pundi mboten ngertos!”
“Endi korane?”
“La niku!”
“Lo, iki berita selingkuh. Sopo iki? Klenton, Presiden ngendi iki?
Londo yo? Wah ayune sing didemeni.
Lo la kok akeh banget sing didemeni?
Yo jenenge Presiden! Ratu!
Rojo. Selire yo kudu akeh.
Ireng manis, lemu, gede duwur, lencir kuning
kabeh kudu dilatrani!”

(Ya, entahlah nak. Presidennya bagaimana?
– Presiden siapa? Clinton?
– Kok presiden siapa?
Ya presiden kita sendirilah
– O, dia mengirim pantun ke koran
– Pantun?
– Iya, belum membaca ya?
– Belum. Sudah beberapa hari ini tidak
membaca koran tidak menonton tivi
– Wah, ketinggalan jaman anda ini.
Pak presiden selamat, tetapi entah di mana
tidak ada yang tahu.
– Mana korannya?
Itu dia!
– Lo, ini berita perselingkuhan. Siapa ini?
Klenton, presiden mana ini? Belanda ya?
Wah cantiknya yang diselingkuhi.
Lo, kok banyak sekali teman selingkuhnya.
Yah, namanya juga presiden! Raja!
Selirnya harus banyak
Hitam manis, gemuk, tinggi besar, langsing kuning,
semua harus mendapat jatahnya!)

Presiden
badak jawa
huru-hara
harga-harga yang semakin jauh dari
daya beli
bangsa yang lembek
tapi ulet
di mana badak-badak itu?
di mana presiden itu?

“Kuah cincau dicuri unta
pak Raden bilang hendak ke Padang
tambah kacau negeri kita
presiden hilang badak menghadang.”


Badak dan Presiden (2)


Istana Bogor
bangunan indah bergaya Barok
halaman yang luas
dikelilingi kebun raya
pohon-pohon raksasa
lapangan rumput
kawanan rusa totol
sepi
hening
kalau langit cerah
di arah selatan
agak ke baratdaya
gunung Salak itu seakan dekat sekali
dan agak jauh di tenggara
pasangan Gede dan Pangrango
tampak anggun tapi angkuh
bemo
deru bemo itu
di malam yang sudah larut
atau ketepak kaki kuda delman
yang ladam besinya
keras membentur-bentur aspal
semua itu kedengaran seperti
dari alam lain
dan bila angin bertiup agak kencang
seakan ada sebuah konser besar
yang gaungnya berkepanjangan
bergetar dan bergulung-gulung
di relung lorong
di antara pilar-pilar besar itu
lalu menggelepar di lantai marmer
di sinilah presiden itu diam dan
tepekur.

“Sudah 42 Gubernur Jenderal
menghuni bangunan ini.
Empat-puluh dua!
Tapi baru berapa Presiden?
Masih muda sekali Republik ini.
Baru 50 tahun lebih sedikit.
Sementara bangunan ini
sudah 140 tahun lebih.
Dan rusa-rusa itu?”
“Sementara kami-kami ini yang
menggantikannya tuan Presiden.”
“Badak?”
“Ya.”
“Lalu ajudan? Sekretaris? Anak isteri?
Presiden kan juga punya anak, punya isteri?
Lalu para pengawal? Paspampres?”
“Pengawal di luar sana!
Yang di istana ini hanya para petugas
dan tuan presiden sendiri!”
“Kalau begitu saya anggap saja saya sedang cuti.
Cuti besar!”
“Tetapi tuan presiden sedang kami sandera.
Tak ada seorang pun yang tahu kalau
tuan presiden ada di istana ini!”
“Lalu apa tuntutan kalian?”
“Kami menuntut merdeka.
Dengan wilayah seluruh pulau Jawa!”
“Grazy! Coba, siapa pimpinan kalian.
Kok jumlahnya seperti ribuan di luar?”
“Kami hanya limapuluh ekor dan tanpa pimpinan.
Yang di luar itu roh nenek moyang
yang jumlahnya memang ribuan.”
“Grazy! Roh badak? Apa itu?
Yang saya tahu Roch Basuki sama Rohana!”
“Tuan presiden, tuntutan kami serius.
Kalau tuntutan ini tidak dipenuhi
kami akan hancurkan peradaban manusia dan ……..”
“Silahken bunuh! Sedari lahir ke dunia ini
saya sudah sangat siap untuk mati!”
“Bukan. Kami tidak akan bunuh tuan presiden.
Tuan presiden akan abadi di istana ini!
Menyatu dengan roh para Gubernur Jenderal!”
“Oh! No!
Apa saya sudah mati? Apa ini mimpi?
Tidak kan?”
“Untuk bisa menyatu
dengan roh para Gubernur Jenderal dan hidup abadi
orang tidak harus menunggu mati.”
“Tuntutan kalian sangat tidak realistis.
That’s grazy!”
“Kami mau merdeka.
Kami tidak mau dikurung di sepetak lahan
bernama Ujung Kulon!”
“Badak!
Kalian keliru.
Kami para manusia pun juga banyak keliru
dalam menafsirkan arti kata “merdeka”.
Merdeka adalah kata yang mudah diucapkan.
Mudah dituntutkan tetapi sulit untuk dihayati.
Badak!
Di manakah letak kemerdekaan yang hakiki?
Pada lahan seluas Jawa seluas Kalimantan
atau daratan Asia?
Tidak!
Merdeka itu hanya ada di hati kita masing-masing.
Jadi, menuntut kemerdekaan kepada pihak lain adalah
hal yang mustahil.
Ketidakberdayaan, ketidakbebasan
sebenarnya kita ciptakan sendiri.
Sekarang ini saya kalian sandera.
Tetapi saya tetap merdeka dan menganggap
ini hanyalah cuti besar dan istirahat.
Dan saya bebas
untuk bersikap demikian.
Badak!
Lihatlah manusia!
mereka mengaku bebas
mereka sok merdeka
tetapi diam-diam mereka
membiarkan diri mereka dijajah
bahkan diperbudak oleh banyak hal
ada laki-laki yang dijajah isterinya
ada pengusaha yang dijajah uang
ada profesor yang dijajah ilmunya
ada orang yang diperbudak pekerjaan
dijajah oleh jabatan
dijajah harta benda
diperbudak pangkat dan kehormatan
kalian sendiri telah dijajah oleh nafsu
untuk merdeka!”
“Kami memang nyata-nyata telah
digusur dan dijajah oleh manusia!”
“Lucu! Itu lucu badak!
Justru
manusialah yang telah dijajah oleh mitos
yang menempel di culamu itu!
Manusialah yang sebenarnya telah kalian jajah
tanpa mereka sadari.”

“Badak! Manusia telah mendapatkan
satu hadiah istimewa dari sang pencipta.
Hadiah itu berupa kesadaran terhadap
diri dan lingkungannya.
Sebuah kesadaran untuk berpikir.
Sebuah karunia yang
sama sekali tidak dimiliki mamalia lain.
Tapi badak!
Apa yang dihasilkan oleh karunia itu?
Justru tragedi.
Manusia justru terjajah oleh kesadaran itu.
Manusialah satu-satunya binatang
yang tidak dapat hidup dengan stabil
bebas
dan gembira.”

“Badak!
Kemampuan berpikir yang
dimiliki bangsaku adalah
candu
racun yang telah
menjadikan manusia ketagihan
dan terus menambah dan menumpuk racun
dalam dirinya.
Kemerdekaan berpikir itu menjadi
begitu besar volumenya hingga
menyentuh ke hal yang sangat subtil
ruang
waktu
dan energi.”

“Badak!
Manusia sudah tahu dengan sangat baik benda-benda.
Mulai dari inti atom yang dikelilingi
proton dan neutron
sampai ke bintang yang dikelilingi oleh  planet
dan inti galaksi yang dikelilingi oleh
bintang-bintang dengan planetnya.
Manusia juga sudah sangat cerdik
memanfaatkan benda-benda itu.
Tetapi badak, begitu kesadaran berpikir manusia
sampai ke ruang, waktu dan energi
mereka menjadi tak berdaya.
Manusia tidak mampu
menukik lebih jauh ke dalam inti atom.
Mereka juga takluk kalau harus menembus
batas galaksi paling luar.
Waktu!
Manusia juga tak berdaya merentang batas awal
dan akhir dari sang waktu.
Dan energi?
Siapakah sumber dari seluruh energi
mulai dari gerak elektron mengelilingi inti atom
sampai ke gerak planet-planet mengelilingi bintang?
Tak ada jawaban!
Manusia
yang berotak secerdas Einstein pun
akhirnya tak berdaya lalu takluk
dan percaya bahwa ada sesuatu yang tak terbatasi
oleh ruang
oleh waktu
oleh energi.”

“Badak!
Terus terang saya iri padamu!
Makhluk merdeka yang masih bisa berlarian
makan dedaunan
menghasilkan keturunan dan
menikmati hidup!
Sungguh badak
aku iri!”

Presiden itu
istana Bogor yang anggun
hanya membisu
dan mata kecil badak itu
seperti lubang kehidupan
kecil tetapi memancarkan energi
luar biasa
presiden itu lalu berjalan
ke arah beranda
ke arah halaman rumput
ribuan badak mengelilinginya
presiden itu tersenyum
tapi matanya beku
seluruh wajahnya menyiratkan duka yang keras
senyum
senyum itu hanyalah
gerak mekanis dari bibir yang ditarik sedikit ke atas
tetapi duka itu
tetap mengambang dan membayang
sangat jelas.

“Tuan Presiden!
Duka itu tidak datang dari langit
tidak datang dari rumputan
tidak datang dari pohon-pohon
juga bukan dari burung atau jangkrik
lihatlah teratai itu
dengan tegar dia menyembul dan mekar
lalu ditantangnya matahari
dengan keindahannya
dengan kesombongannya
tetapi dia lalu sadar
dan segera merunduk
kembali menyelam
hanya kali ini dia berisi biji-biji kecil
yang akan menyebarkan benih
kehidupan baru.”

“Tuan Presiden!
waktu hanyalah siklus
tanpa awal dan tanpa akhir
sedang ruang juga baru sebatas Anda ketahui
dari orbit proton dan neutron
terhadap inti atom
sampai orbit galaksi-galaksi entah
terhadap apa.
Tetapi bukan berarti ada batas terkecil
dan batas terbesar
semua tak terhingga.”

“Tuan Presiden
duka itu
kekecewaan itu
hanya sekadar berawal dari diri Anda sendiri
pilar-pilar Barok istana ini
begitu indah bagi gubernur jenderal baru
yang tiba dengan kapal laut
dari seberang benua sana
tetapi
pilar-pilar indah ini
adalah jeruji penjara yang membosankan
bagi seorang bekas presiden yang dikucilkan
oleh penggantinya”

“Tuan Presiden!
Kalau sekarang tuan berduka
maka sumber duka itu ada di dada
atau perut atau kepala Anda!”

“Persis!
Memang begitu itu!
Kalau para badak saat ini merasa terkurung
di sebuah taman sempit
maka itu hanyalah perasaan saja.
Kemerdekaan lalu menjadi sebuah utopia!
Bahkan keinginan untuk merdeka
bisa menjadi sebuah kungkungan tersendiri
yang membuat kita menjadi
tidak akan pernah bisa benar-benar merdeka.
Karena sesudah kemerdekaan didapat
akan datang keinginan-keinginan lain.
Kita lalu menjadi budak keinginan.”

“Tuan Presiden!
Saat ini kami merdeka.
Para badak menjadi penguasa dan Anda sandera!”
“Oh tidak!
Saya tetap merdeka.
Saya justru merasa lega.
Tiba-tiba saya bisa terbebas dari kungkungan kekuasaan.
Ini enak.
Nyaman!”
“Tuan di bawah kekuasaan kami!”
“No! Yang menguasai  saya ya diri saya sendiri!
Saya bebas untuk merasa merdeka dan berpikiran nyaman! Apapun yang terjadi!”
“Kalau begitu tuan akan segera kami bunuh!”
“Good!
Itu sangat bagus!
Mati adalah kemerdekaan yang paling murni!
Dengan mati saya terbebas dari semua kungkungan!
Jadi silahken bunuh.
Silahken seruduk lalu injek-injek sampai gepeng!
Ayo! Makin cepat makin bagus!”
“Lo, kok begitu?”
“La maunya kalian para badak bagaimana?
Maunya saya keder, gemetar
memohon ampun lalu meluluskan tuntutan-tuntutan?
Begitu?
Apakah menurut pendapat kalian saya ini banci?
Atau gadis cengeng?
Saya ini Presiden!
Pemimpin 200 juta bangsa manusia
yang menguasai negara ini beserta seluruh isi-isinya
termasuk badak!
Ngerti?”
“Kalau begitu kami telah gagal menculik
Anda!”
“Tidak juga! Sebab yang kalian lakukan
sebenarnya bukan menculik
tetapi justru membebaskan saya
dari kungkungan rutinitas.
Sekarang saya mendapatkan suasana alternatif
yang sungguh sangat menyenangkan.
Terimakasih kangmas badak!”
“We la dalah.
Ketiwasan tenan!
He konco-konco para badak
termasuk para arwah leluhur.
Ayo kumpul.
Ada pengumuman penting!”

Istana Bogor
sunyi itu tiba-tiba jadi gaduh
deru telapak badak
menghentak lantai marmer
badak-badak itu
mendengus
mendongakkan cula
dan mendorong-dorong apa
saja yang dapat didorong.

“Tenang Saudara-saudara. Tenang!”
“Ya, kita tidak boleh merusak
dan melampiaskan dendam.”
“Ini peninggalan sejarah!”
“Ada arwah para Gubernur Jenderal di sini.”
“Kita harus menghormati monumen peradaban!”
“Lalu apa yang harus kita serbu?”
“Ya apa?”
“Istana monyet?”
“Bukan!
Kita akan menyerbu markas besar tentara manusia!”
“Di mana?”
“Di mana saja! Ayo!”
“Ayo!”

Para badak itu
gegap gempita
gemuruh
seperti panser
seperti tank
bergerak
pelan-pelan
tapi kokoh
yakin
dan penuh percaya diri.

Istana Bogor
kembali sepi
kembali senyap
angin
daun-daun karet hutan yang berjatuhan
lambaian cemara
harum bunga pinang
teratai raksasa dari Amazon
presiden itu
tepekur
dia diam
dan memandangi
kerimbunan tajuk
pohon-pohon raksasa
di kebun raya.

Sumber: Negeri Badak (2007)


F. Rahardi
Puisi: Badak dan Presiden
Karya: F. Rahardi

Biodata F. Rahardi:
  • F. Rahardi (Floribertus Rahardi) lahir pada tanggal 10 Juni 1950 di Ambarawa, Jawa Tengah.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.