Puisi: Untuk Mila (Karya Wayan Jengki Sunarta)

Puisi "Untuk Mila" merupakan refleksi yang mendalam tentang cinta, kehilangan, dan pencarian makna dalam pengalaman hidup yang penuh kesedihan.
Puisi untuk Mila

menyusuri garis edar puisi
ingin kau raih segala abadi
letih pun musnah dalam taman bulan juni
alpa akan raga yang fana

di ihuru kau peram sunyi dan luka
usai ufuk terbentuk di subuh merah
cerita berlalu dari waktu ke waktu
hingga tandas sudah kata-kata
lalui bintang pari atau mungkin rasi kataka
upacara itu, mila, telah usai di akhir senja luruh
namun selalu kau coba beri makna jiwa rapuh

Denpasar, 28 Juni 2006 (jam 01.00 WITA)

Analisis Puisi:

Puisi "Untuk Mila" karya Wayan Jengki Sunarta adalah sebuah karya yang sarat dengan makna, menggambarkan perasaan dan penghayatan yang mendalam terhadap sosok Mila. Dalam puisi ini, Wayan menggunakan simbol-simbol yang kuat dan gambaran alam untuk mengekspresikan hubungan emosional yang kompleks, menciptakan suasana melankolis sekaligus reflektif.

Tema Kesedihan dan Kehilangan

Dari pembukaan puisi, terlihat tema kesedihan dan kehilangan yang mengemuka:

"menyusuri garis edar puisi / ingin kau raih segala abadi"

Penyair menyampaikan keinginan untuk mencapai sesuatu yang abadi melalui kata-kata. Namun, "garis edar puisi" menunjukkan perjalanan yang tidak linier dan penuh liku. Ada rasa keputusasaan dalam usaha meraih keabadian, menandakan bahwa apa yang dicari mungkin sulit dijangkau.

Bait ini juga memperlihatkan betapa letihnya pencarian tersebut, dengan penggambaran bulan Juni yang mengisyaratkan masa penuh harapan, tetapi diimbangi dengan kesadaran akan "raga yang fana," yang menekankan ketidakabadian manusia.

Suasana Sunyi dan Kenangan

Berikutnya, Wayan menggambarkan suasana sunyi dan luka:

"di ihuru kau peram sunyi dan luka / usai ufuk terbentuk di subuh merah"

Kata "ihuru" (yang berarti kerumunan) menciptakan kontras dengan "sunyi," menunjukkan adanya kesedihan yang terpendam di tengah keramaian. "Peram" di sini berarti mengumpulkan atau menyimpan, sehingga menggambarkan bagaimana Mila menyimpan rasa sakit dan kesunyian yang mendalam.

Penyair melanjutkan dengan citra ufuk yang terbentuk di subuh merah, yang merupakan simbol dari harapan baru dan awal yang segar, tetapi juga menyiratkan bahwa setiap awal selalu diikuti dengan bayang-bayang masa lalu. "Cerita berlalu dari waktu ke waktu" menunjukkan bahwa meskipun waktu terus bergerak, kenangan-kenangan yang menyakitkan tetap ada.

Momen Akhir dan Upacara Makna

Bait selanjutnya mengarahkan pada akhir sebuah upacara emosional:

"upacara itu, mila, telah usai di akhir senja luruh / namun selalu kau coba beri makna jiwa rapuh"

"Upacara" di sini bisa diartikan sebagai perayaan atau ritual dalam konteks hubungan, yang kini telah berakhir. "Akhir senja luruh" menciptakan citra visual yang kuat, melambangkan transisi dari terang ke gelap, atau dari harapan ke keputusasaan.

Namun, meskipun upacara tersebut telah usai, Mila terus berusaha memberikan makna pada "jiwa rapuh," yang mencerminkan usaha untuk menemukan kekuatan dalam kelemahan dan rasa sakit. Ini menunjukkan sifat resilien dari Mila, meskipun ia terperangkap dalam emosi yang menyakitkan.

Puisi "Untuk Mila" merupakan refleksi yang mendalam tentang cinta, kehilangan, dan pencarian makna dalam pengalaman hidup yang penuh kesedihan. Wayan Jengki Sunarta berhasil menggambarkan perjalanan emosional yang kompleks melalui simbolisme dan citra yang kuat. Penyair menggunakan elemen alam dan pengalaman pribadi untuk membangun jembatan antara kesedihan dan harapan, memberikan pembaca kesempatan untuk merenungkan makna di balik hubungan dan pengalaman manusia yang fana. Puisi ini menggugah perasaan dan mengajak pembaca untuk menghayati setiap bait, menemukan resonansi dalam perjalanan emosional masing-masing.

Wayan Jengki Sunarta
Puisi: Untuk Mila
Karya: Wayan Jengki Sunarta

Biodata Wayan Jengki Sunarta:
  • Wayan Jengki Sunarta lahir pada tanggal 22 Juni 1975 di Denpasar, Bali, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.