Puisi: Singa Bersayap Api (Karya Wayan Jengki Sunarta)

Puisi "Singa Bersayap Api" karya Wayan Jengki Sunarta menawarkan refleksi mendalam tentang pengalaman manusia dan pencarian makna dalam kehidupan.
Singa Bersayap Api

singa bersayap api
menari-nari
di atas runtuhan candi
gerimis miris
mengusir hari
pohon lontar kuyu
pada basah air mata

jalan setapak berliku
dan berbatu itu
menuju ceruk kelabu jiwaku

aku tercekik udara dari kenangan
yang merambati liang pekat batu
ketika gugusan waktu memudar
pada serpih-serpih tembikar

singa bersayap api
terbang ke awang-awang
mengelabui bebayang
dan petang paripurna
dalam tarian kunang-kunang
tapi siapa menuntun ruhku
ke musim yang dijanjikan
musim penuh mawar putih-perak mekar

kau hanya termangu
ketika kata-kata meresap
ke lipatan senyap
kau menunggangi singa bersayap api
lalu lenyap
di balik ufuk penghabisan langit

matahari selalu memata-matai langkahku
di terik tanah gersang
bayang-bayangku lumer
bagai lelehan lemak babi

singa bersayap api siaga
menunggu di pintu retak candi
dan alangkah dungu
yang menerima nujuman itu

aku perlu sekerat aksara
atau seteguk arak
agar lepas dari kutukan cinta
dan liar birahi

tak perlu kau menjenguk
ke jalan setapak berdebu itu
sebab kau bukan lagi raga
yang menunggu pelepasan
kini kau anak singa bersayap api
kuku-kuku jari runcing
dan gerigi taring
telah terbentuk
saat ufuk mengantuk
dan sungai-sungai tidur
dalam kepedihan panjang kemarau

remah-remah waktu
berceceran sejauh perjalananmu
menggapai kesejatian
dan dimanakah aku kini?
aku yang menunggumu
dalam cengkeraman kelopak
dan sari bunga matahari

di kawasan ini hanya ada kaktus
yang memeram benih air
dalam kemalasan hari senja
sedikit rumput jawawut
akan menjaga kuburanku
tapi aku perlu alunan
lolong serigala
atau salak anjing kampung
yang kurus, kudis, kerempeng
anjing yang terbuang
yang melata di jalan-jalan sepi
penuh teluh dan kutukan

pada jauh tatap mata
yang sisa hanya keheningan
malam telah merambati atap langit
dan bulan yang rombeng
telah terusir ke barat
dimana kau menengadah
dan menadah sisa kenangan
sepanjang waktu, sejauh musim
ketika kau menjelma arca batu
yang memakan bunga-bunga
dan sari madu
yang dipersembahkan
gadis-gadis desa
berkebaya putih kafan

singa paling tua
menjilati tubuh molek-bugil gadis belia
yang menggelinjang dan meradang
pada ranjang keramat
yang nikmat
yang laknat
yang kiamat

singa paling muda
berputar-putar di udara kelabu
dipenuhi serbuk cahaya kekunang
ia ragu akan takdir dan birahinya sendiri
hanya menatap kuyu
pada payudara-payudara hampa
perawan belia

sebuah pesta di petilasan penuh lumut
tambur dan genderang bertalu
penari-penari tua menandak-nandak
di atas kuburan batu
kain disingkap hingga lutut
paha-paha layu
dalam rayuan malam
api cahaya biru berkedip-kedip
di sela-sela rambut terurai
lidah menjulur dengan percik-percik api
api dari birahi
api sakti
dari durga
yang akan menghanguskan aku
tanpa sisa

singa bersayap api menari di udara
mengaum ke dalam kelam cuaca
penari api mengangakan mulut
menadah liur singa bersayap api

aku menyembunyikan waktu
ke dalam lipatan daun sirih
pohon pandan menggeliat
di bening pagi

ke arah mana kini angin bertiup
sepasang serangga hutan
telah menuntaskan musim kawin
di telaga seroja penuh amis darah

baiknya kau minum seteguk arak
bersama para pengembara
yang riang mengarungi hari-hari sepi
yang telah menabur benih
di hutan-hutan basah hujan
yang terbiasa menanggalkan kenangan
di jalan-jalan sejauh kembara
arak akan menghangatkan
pembuluh nadimu
sebelum kau kembali menyusuri waktu
yang akan membawamu ke arah
istana kemilau singa bersayap api

tapi istana itu
berdiri anggun
pada kedalaman jiwamu
kaulah yang menandai setiap jejak
dari langkahmu sendiri
kaulah waktu dari muara waktu
dini dari sekelumit dini           
senja dari semua senja
bunga dari benih bunga
yang disemai serangga
di taman-taman penghabisan
hayatku

sebuah altar akan terbangun
di tengah hutan yang terbakar
dan kau pemuja segala berhala
yang dikeramatkan para peziarah
yang terlunta di jalan terakhir takdir

singa bersayap api adalah restu abadimu
akar kota akan merambat dari hutan
yang dihuni liliput dan halimun
kota yang disangga laut raya
kota yang akan basah air mata
dan air ketuban kekasihmu

khianat dan kiamat perlahan menjalar
menuju jari-jari kakimu
kota akan terbakar
menjelang dinihari paling asing
singa-singa bersayap api meraung
menuntaskan birahi penghabisan
di atas tubuh ibumu

kau merayakan perjamuan kemarau
burung-burung yang bersiul murung
merontokkan bulu-bulunya
di atas puing-puing candi
jengkrik sembunyi dalam liang-liang dangkal
sepasang ular saling belit di belukar
duri-duri pandan masih terasa
menyusup di tapak-tapak kaki
para penari api kembali menandak-nandak
asap menyan, gaharu, cendana
berbaur bau bangkai
maut masih menghuni rongga hati,
daging busuk terlontar ke udara bertuba
di atas setra gandamayu

tapi kau keturunan singa bersayap api
matamu memeram bara masa silam
di timur kau anggapati
di selatan kau mrajapati
di barat kau banaspati
di utara kau banaspati-raja
beribu kutukan menjulur
dan menjalar
dari lidah apimu
membakar aksara-
aksara sukmaku!

Ababi, Bali, Februari 2007

Analisis Puisi:

Puisi "Singa Bersayap Api" karya Wayan Jengki Sunarta merupakan karya yang kaya dengan simbolisme dan nuansa emosional. Melalui gambaran yang kuat dan imajinatif, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tema-tema besar seperti kekuatan, kehampaan, dan perjalanan batin.

Tema

  • Kekuatan dan Kemegahan: "Singa bersayap api" adalah simbol kekuatan dan kemegahan. Singa, sebagai makhluk yang kuat dan megah, dibalut dengan sayap api yang menambah dimensi supernatural dan kekuatan yang lebih besar. Tarian singa ini di atas runtuhan candi menunjukkan kemegahan yang bertahan meskipun di tengah kehancuran dan kepedihan.
  • Kehampaan dan Kesedihan: Puisi ini juga menyoroti tema kehampaan dan kesedihan. Gambaran seperti "gerimis miris" dan "pohon lontar kuyu" menciptakan suasana melankolis dan putus asa. Ini menggambarkan kesedihan mendalam dan kehampaan yang dialami oleh penulis atau tokoh dalam puisi ini, serta rasa kehilangan yang mendalam.
  • Perjalanan Batin: Perjalanan batin terlihat jelas dalam puisi ini melalui deskripsi "jalan setapak berliku" dan "ceruk kelabu jiwaku". Ini mencerminkan perjalanan emosional dan psikologis yang dialami tokoh puisi dalam mencari arti dan penyelesaian dalam hidupnya.
  • Cinta dan Kutukan: Tema cinta dan kutukan juga muncul dalam puisi ini, dengan frasa seperti "kutukan cinta" dan "liar birahi". Ini menggambarkan konflik internal yang dialami tokoh puisi terkait dengan cinta dan hasrat yang tidak terpuaskan, serta dampak buruk dari perasaan tersebut.

Gaya Bahasa dan Teknik

  • Imaji dan Metafora: Puisi ini menggunakan imaji yang kuat untuk menciptakan gambaran visual yang jelas dan emosional. Frasa seperti "singa bersayap api", "runtuhan candi", dan "pohon lontar kuyu" membangkitkan gambar-gambar yang dramatis dan memengaruhi suasana hati pembaca. Metafora ini membantu dalam menyampaikan makna yang lebih dalam di balik kata-kata.
  • Simbolisme: Simbolisme memainkan peran penting dalam puisi ini. Singa bersayap api melambangkan kekuatan dan kekuasaan, sementara runtuhan candi dan gerimis miris menggambarkan kehampaan dan kehancuran. Simbol-simbol ini menambah dimensi makna dan membantu pembaca memahami tema-tema besar yang dieksplorasi dalam puisi.
  • Konflik Internal: Puisi ini juga mengeksplorasi konflik internal yang mendalam melalui deskripsi dan narasi yang emosional. Ketegangan antara kekuatan dan kelemahan, antara kemegahan dan kehampaan, menciptakan lapisan-lapisan kompleksitas dalam puisi ini.
  • Penggunaan Bahasa yang Lirikal: Bahasa dalam puisi ini sangat lirikal dan puitis, dengan penggunaan ritme dan pengulangan yang menciptakan alunan yang melankolis. Ini menambah kedalaman emosional dan membantu menyampaikan perasaan yang lebih dalam dari tokoh puisi.

Makna dan Refleksi

  • Kekuatan dan Kerapuhan: Puisi ini mencerminkan dualitas kekuatan dan kerapuhan. Meskipun singa bersayap api melambangkan kekuatan dan kemegahan, ada juga elemen kehampaan dan kesedihan yang menyertai kekuatan tersebut. Ini menggambarkan kompleksitas pengalaman manusia yang sering kali melibatkan perasaan yang bertentangan.
  • Pencarian Makna dan Pembebasan: Perjalanan batin yang digambarkan dalam puisi ini menunjukkan pencarian makna dan pembebasan dari konflik internal dan kesedihan. Melalui perjalanan ini, tokoh puisi berusaha untuk menemukan arti dan penyelesaian dalam hidupnya.
  • Keterhubungan dengan Alam dan Tradisi: Puisi ini juga menunjukkan keterhubungan antara tokoh puisi dengan alam dan tradisi. Referensi kepada candi, singa bersayap api, dan elemen-elemen alam lainnya mencerminkan hubungan yang mendalam dengan warisan budaya dan lingkungan sekitar.
Puisi "Singa Bersayap Api" karya Wayan Jengki Sunarta adalah karya yang menggugah pikiran dan emosional, mengajak pembaca untuk merenungkan tema-tema besar tentang kekuatan, kehampaan, dan perjalanan batin. Dengan penggunaan imaji yang kuat, simbolisme, dan bahasa yang lirikal, puisi ini menawarkan refleksi mendalam tentang pengalaman manusia dan pencarian makna dalam kehidupan. Karya ini menciptakan suasana yang melankolis dan memikat, mendorong pembaca untuk menjelajahi kedalaman emosional dan intelektual dari teks.

Wayan Jengki Sunarta
Puisi: Singa Bersayap Api
Karya: Wayan Jengki Sunarta

Biodata Wayan Jengki Sunarta:
  • Wayan Jengki Sunarta lahir pada tanggal 22 Juni 1975 di Denpasar, Bali, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.