Puisi: Perahu Tua (Karya Wayan Jengki Sunarta)

Puisi "Perahu Tua" tidak hanya menggambarkan perjalanan fisik sebuah perahu di laut, tetapi juga mengajak pembaca merenung tentang perjalanan hidup ..
Perahu Tua


perahu tua yang sendiri di laut raya
adakah halimun melingkupimu
saat waktu-waktu biru mengukir batas
pada warna ombak beralun-alun
atau bayang bebukitan
di kejauhan

perahu tua yang teronggok sendiri
di laut tersepuh cahaya
di manakah akhir pelayaran
dermaga demi dermaga
telah menambatkan usia
dan juga dosa
tapi belum juga kau tahu
di mana pulau itu berada

perahu tua yang telah menjelajahi
segala cuaca dan wangi musim
kau pilih laut itu
sebagai kuburan abadimu

camar-camar dan elang laut akan singgah
melepas letih di tiang-tiang layarmu
yang setengah patah
dan ikan-ikan beranak pinak di lapuk lambungmu
                                                   
perahu tua, perahu tua
kurayakan masa lalumu
dengan kidung kerang
di lepas senja
dan mimpi-mimpi indah
terumbu karang

Agustus, 2006

Sumber: Impian Usai (2007)

Analisis Puisi:
Puisi "Perahu Tua" karya Wayan Jengki Sunarta menggambarkan perahu tua yang melambangkan perjalanan hidup manusia. Melalui penggambaran perahu tua di laut raya, penyair mengajak pembaca untuk merenungi arti kehidupan, perjalanan yang dijalani, serta kisah-kisah yang terukir dalam waktu.

Kesejajaran Perahu Tua dan Manusia: Puisi dibuka dengan gambaran perahu tua yang "sendiri di laut raya," menciptakan kesan kesepian dan ketidakpastian. Hal ini dapat diartikan sebagai perjalanan hidup manusia yang pada akhirnya harus dihadapi sendirian. Penggunaan personifikasi pada perahu mengeksplorasi kesamaan antara perjalanan perahu tua dan perjalanan hidup manusia.

Warna Ombak dan Bayang Bebukitan: Penyair menggambarkan waktu-waktu biru yang mengukir batas pada warna ombak. Ini menciptakan citra keindahan alam dan memberikan nuansa poetik pada perahu tua. Bayang bebukitan di kejauhan menghadirkan gambaran tentang masa lalu yang mungkin jauh di sana, merujuk pada kenangan dan pengalaman yang telah dilalui.

Deretan Dermaga sebagai Simbol Perjalanan: Penggunaan dermaga demi dermaga dalam puisi menggambarkan perjalanan hidup sebagai serangkaian pengalaman dan tempat berlabuh yang telah dijelajahi. Dermaga mewakili fase-fase kehidupan dan keputusan-keputusan yang diambil dalam perjalanan menuju akhir hayat.

Pemilihan Laut sebagai Kuburan Abadimu: Ketika perahu tua memilih laut sebagai "kuburan abadimu," hal ini menciptakan metafora tentang akhir perjalanan hidup. Laut di sini dapat diartikan sebagai kematian atau perubahan besar yang mengakhiri perjalanan panjang dan penuh warna.

Camar-Camar, Elang Laut, dan Ikan-Ikan: Imaji tentang camar, elang laut, dan ikan-ikan yang melepas letih di perahu tua menambahkan elemen alam pada puisi. Mereka menggambarkan keberagaman pengalaman dan momen-momen istimewa yang dijalani perahu, seolah-olah alam sendiri turut merayakan perjalanan hidupnya.

Kidung Kerang di Lepas Senja: Penutup puisi menghadirkan citra penuh keindahan, di mana perahu tua merayakan masa lalunya dengan "kidung kerang di lepas senja." Kidung ini mungkin mencerminkan kenangan dan pengalaman yang diukir dalam sejarah perahu tua, menciptakan suasana penutup yang indah dan merenung.

Puisi "Perahu Tua" tidak hanya menggambarkan perjalanan fisik sebuah perahu di laut, tetapi juga mengajak pembaca merenung tentang perjalanan hidup manusia. Dengan menggunakan gambaran alam dan objek lautan, penyair menciptakan lapisan makna yang dalam, memperkaya pengalaman membaca dan memberikan ruang bagi refleksi pribadi tentang arti hidup dan akhirat.

Wayan Jengki Sunarta
Puisi: Perahu Tua
Karya: Wayan Jengki Sunarta

Biodata Wayan Jengki Sunarta:
  • Wayan Jengki Sunarta lahir pada tanggal 22 Juni 1975 di Denpasar, Bali, Indonesia.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.