Puisi: Kalut (Karya Esha Tegar Putra)
Puisi: Kalut
Karya: Esha Tegar Putra
Kalut
; dhini rh butar-butar
- bahwasanya luka itu telah mati rasa
telah menjadi sakit yang dinikmati. sakit yang batu!
apapun yang tumbang dari mataku, jangan diucapkan
bahwa genangan hujan itu telah menggelegak dalam badanmu
semisal petaka, rupanya. selalu ucapan kita menjadi batu
teronggok, membuat dinding,
dinding yang tak sanggup kita huni
dinding yang teramat keras
dinding terus memanjangkan retakan sumpah
“katakanlah, kau tak akan berwujud lumut
seketika mendatangiku. biar retak ini diri dengan sendirinya
hingga cuaca akan memahat sepi di celahnya.
adapun kenangan yang terbentang biar jadi biji busuk
merabuk di mimpi yang senang bermain tengah malam”
kau tak akan tahu
gelisah mana yang membelitku dengan duri
sebab ada mambang yang tubuhnya penuh api
berkarib denganmu.
di sepiku kau berontak
di waktu kita mengucap sumpah batu untuk terakhir kalinya
tak ada lagi sakral setelah rindu itu melindap
dari jauh kujeritkan padamu,
“ada yang muncul dari pucuk-pucuk ilalang di sebalik ladang,
muncul bersama cerita sepi ratusan tahun
dan sumpah jangan diucap lagi
utara, muasalmu. pulau dengan gemuruh sitoli
tiba-tiba sibayak ikut pula ngamuk dari buncahan mulutmu
lihatlah, aku tetap serupa batu! (atau ingin ingin jadi pasir?)”
jangan dipanasi lagi kengerian ini
moga ngamukmu mengendap dengan sendirinya
seiring waktu yang tulus berlepasan,
dan sumpah akan mengurung cemasnya
di galau yang kian kusut. sebaris kalimat terbekap
terus saja mengiang, berhamburan,
dalam dahsyatnya kalut,
“debur biarlah debur. tak akan ada yang ingat
bahwa pasir pernah nyangkut di karang banyak.
semisal angin sunsang menyinggah di ini diri
tak akan diberi izin untuk nyentuh sehelai rambut pun
diri melahir dari rahim utara
takluk hanya ada dalam rimba
dengan rajaman sembilu. menjauhlah, menjauhlah!”
adalah ingatan pada bulan ke delapan.
dimana marahmu mengguncang kelok-kelok jalanku
sumpahmu telah menyisakan lengkingan suara yang sakit,
yang kalimat-kalimatnya teramat berpisau tajam.
pastinya kau tak ingin tahu tanah mana yang kau pijak kini
langit mana yang terus saja kau ludahi: kena muka kau sendiri!
berteriak lengkinglah untuk ketakutan yang terus memburu
waktu yang tulus berlepasan akan membikinkan keranda
untuk ngamukmu yang lain.
Kandangpadati-Padang, 2008
Karya: Esha Tegar Putra
Biodata Esha Tegar Putra:
- Esha Tegar Putra lahir pada tanggal 29 April 1985 di Saniang Baka, Kabupaten Solok, Indonesia.