Puisi: Ibu Pasar Kumbasari (Karya Wayan Jengki Sunarta)

Puisi "Ibu Pasar Kumbasari" karya Wayan Jengki Sunarta menggambarkan keindahan dan pengorbanan dalam kehidupan sehari-hari seorang ibu.
Ibu Pasar Kumbasari

subuh belum luruh
kau telah menanak peluh
di jalan-jalan becek pasar kota
bergelut dengan bayang-bayang pagi
yang setengah buta

kebaya rombeng dan kain lusuh
sayur mayur, ikan asin, bumbu dapur, palawija
dalam keranjang anyaman bambu di kepalamu
berkisah tentang letih subuh dan penat tubuh

aku tahu, ibu, kaulah pengempu kehidupan kota ini
dari jalanan desa kau melata
tersihir cahaya lampu-lampu merkuri
tak ada yang mampu menahanmu
untuk tak putus-putus mencurahkan kasihmu

ibu, tarianku tak ‘kan pernah sampai
di jalan-jalan yang kau pijak dengan kaki telanjang
aku menghormatimu melebihi hormatku pada para dewa
yang selalu kau puja dengan sesajen dan upacara-upacara
hingga tanganmu terasa mati rasa di pucuk-pucuk janur,
serbuk-serbuk dupa dan kelopak-kelopak bunga

ibu, jika saat itu tiba
ijinkan aku merasakan peluhmu
membasuh sanubariku
agar aku makin memahami
rahasia semesta
yang menyala di ubun-ubunmu

2011

Sumber: Montase (2016)

Analisis Puisi:

Puisi "Ibu Pasar Kumbasari" karya Wayan Jengki Sunarta adalah sebuah karya yang mendalam dan penuh perasaan, yang menyoroti kehidupan seorang ibu yang bekerja keras di pasar. Puisi ini menggambarkan kehidupan sehari-hari yang penuh perjuangan dan pengorbanan dari seorang ibu yang menjadi tulang punggung keluarga, sambil menyampaikan rasa hormat dan kekaguman yang mendalam dari penulis terhadap sosok ibu tersebut.

Tema

  • Pengorbanan dan Kehidupan Sehari-hari: Tema utama puisi ini adalah pengorbanan dan perjuangan ibu dalam kehidupan sehari-hari. Sunarta menggambarkan bagaimana ibu bekerja keras di pasar dengan peluh dan keletihan yang tidak pernah berakhir. Puisi ini mencerminkan dedikasi dan ketekunan ibu dalam memenuhi kebutuhan keluarga, meskipun ia menghadapi berbagai kesulitan dan tantangan.
  • Hormat dan Kekaguman: Selain menggambarkan pengorbanan, puisi ini juga menekankan rasa hormat dan kekaguman penulis terhadap ibu. Sunarta menghargai dan mengagumi dedikasi ibu yang melampaui segala batas, bahkan melebihi penghormatan kepada para dewa. Ini menunjukkan betapa dalamnya penghargaan penulis terhadap sosok ibu yang tak kenal lelah dalam memberikan yang terbaik untuk keluarganya.

Bait Pertama: Kehidupan di Pasar

subuh belum luruh
kau telah menanak peluh
di jalan-jalan becek pasar kota
bergelut dengan bayang-bayang pagi
yang setengah buta

Bait ini menggambarkan rutinitas pagi ibu yang mulai bekerja sebelum fajar terbit. Dengan kata-kata "menanak peluh" dan "bergelut dengan bayang-bayang pagi", Sunarta menyoroti betapa keras dan beratnya pekerjaan ibu di pasar yang masih setengah gelap. Ini menciptakan gambaran yang kuat tentang kesulitan dan dedikasi yang diperlukan untuk menjalani kehidupan sehari-hari.

Bait Kedua: Kehidupan dan Kesulitan

kebaya rombeng dan kain lusuh
sayur mayur, ikan asin, bumbu dapur, palawija
dalam keranjang anyaman bambu di kepalamu
berkisah tentang letih subuh dan penat tubuh

Bait ini menggambarkan penampilan fisik ibu dan barang-barang yang dijualnya di pasar. Dengan menyebutkan "kebaya rombeng dan kain lusuh," Sunarta menunjukkan betapa kerasnya pekerjaan ibu, yang juga tercermin dalam kondisi pakaiannya. Keranjang anyaman bambu dan barang dagangan yang disebutkan menggambarkan kehidupan ibu yang penuh kerja keras dan dedikasi.

Bait Ketiga: Penghormatan dan Kesadaran

aku tahu, ibu, kaulah pengempu kehidupan kota ini
dari jalanan desa kau melata
tersihir cahaya lampu-lampu merkuri
tak ada yang mampu menahanmu
untuk tak putus-putus mencurahkan kasihmu

Bait ini mengungkapkan penghormatan penulis terhadap ibu yang dianggap sebagai pilar utama kehidupan kota. Sunarta mengakui perjalanan ibu dari desa ke kota dan bagaimana ibu tidak terpengaruh oleh berbagai kesulitan untuk terus memberikan kasih sayangnya. Ini menunjukkan rasa hormat dan kekaguman yang mendalam terhadap dedikasi ibu.

Bait Keempat: Rasa Hormat dan Keinginan untuk Memahami

ibu, tarianku tak ‘kan pernah sampai
di jalan-jalan yang kau pijak dengan kaki telanjang
aku menghormatimu melebihi hormatku pada para dewa
yang selalu kau puja dengan sesajen dan upacara-upacara
hingga tanganmu terasa mati rasa di pucuk-pucuk janur,
serbuk-serbuk dupa dan kelopak-kelopak bunga

Bait ini menegaskan betapa besar rasa hormat penulis terhadap ibu. Sunarta menyadari bahwa perjuangan ibu di pasar adalah sesuatu yang tidak bisa sepenuhnya dipahami atau dihargai oleh orang lain. Rasa hormat penulis melebihi penghormatan terhadap para dewa, mencerminkan betapa berartinya ibu bagi penulis.

Bait Kelima: Kesadaran dan Penghormatan Terhadap Pengorbanan

ibu, jika saat itu tiba
ijinkan aku merasakan peluhmu
membasuh sanubariku
agar aku makin memahami
rahasia semesta
yang menyala di ubun-ubunmu

Bait terakhir menggambarkan keinginan penulis untuk merasakan dan memahami pengorbanan ibu secara lebih mendalam. Dengan menyebutkan "membasuh sanubariku," Sunarta mengungkapkan keinginan untuk mengalami dan menghargai perjuangan ibu agar dapat lebih memahami makna dan nilai dari pengorbanan yang dilakukan.

Gaya dan Struktur

  • Gaya Bahasa: Gaya bahasa puisi ini adalah deskriptif dan penuh emosi. Sunarta menggunakan bahasa yang sederhana namun kuat untuk menggambarkan kehidupan ibu di pasar, menggabungkan elemen visual dengan perasaan untuk menciptakan gambaran yang hidup dan menyentuh.
  • Struktur dan Alur: Puisi ini memiliki struktur yang bebas dengan alur yang mengalir dari deskripsi kehidupan ibu di pasar ke penghormatan dan rasa syukur penulis terhadap pengorbanan ibu. Struktur ini memungkinkan penulis untuk mengeksplorasi berbagai aspek dari kehidupan ibu dan menyampaikan pesan secara menyeluruh.

Makna dan Pesan

Puisi "Ibu Pasar Kumbasari" menyampaikan pesan tentang pengorbanan dan dedikasi seorang ibu yang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Melalui deskripsi yang mendalam dan penghormatan yang tulus, puisi ini mengajak pembaca untuk menghargai dan memahami perjuangan ibu yang sering kali tidak terlihat. Pesan utama puisi ini adalah pentingnya menghargai dan menghormati pengorbanan ibu, serta menyadari nilai dari dedikasi dan kerja keras yang dilakukan untuk keluarga.

Puisi "Ibu Pasar Kumbasari" karya Wayan Jengki Sunarta adalah sebuah karya yang menggambarkan keindahan dan pengorbanan dalam kehidupan sehari-hari seorang ibu. Dengan gaya bahasa yang deskriptif dan penuh perasaan, serta struktur yang bebas, puisi ini mengungkapkan rasa hormat dan kekaguman penulis terhadap ibu yang bekerja keras di pasar. Pesan utama puisi ini adalah pentingnya menghargai dan memahami pengorbanan ibu, serta menyadari betapa besar kontribusi mereka dalam kehidupan kita.

Wayan Jengki Sunarta
Puisi: Ibu Pasar Kumbasari
Karya: Wayan Jengki Sunarta

Biodata Wayan Jengki Sunarta:
  • Wayan Jengki Sunarta lahir pada tanggal 22 Juni 1975 di Denpasar, Bali, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.