Puisi: Hikayat Cinta yang Pendek (Karya Esha Tegar Putra)

Puisi "Hikayat Cinta yang Pendek" karya Esha Tegar Putra menghadirkan sebuah narasi yang kaya akan simbolisme dan gambaran visual yang menggugah.
Hikayat Cinta yang Pendek

langit teduh di sekian teluh, hikayat melayang terbang
terbujur melarung dari bibir selat ke ujung tanjung
sungguh, siapakah yang mengerti maksud isyarat murung
selain perompak bermata sebelah berkaki buntung

jikalau tuan hendak menebus kesalahan di ini kisah
baiknya kunjungi lepau dan beli kopi daun agak secawan
agar nanti dentum meriam tak selalu diartikan kapal pecah
dan pendayung patah tak dimaksud sampan akan dibenam

sungguh benar dari laut cerita bermula dibentang
seketika langit teduh tanpa peluh dan elang berputar tenang
saudagar kapal datang hendak berbelanja rempah berkarung
untuk dibawa ke kampung orang berambut pirang

di padang, di dermaga gadang tikar pandan dibentang
para tuan berjual lada, kelapa, garda munggu, cengkeh dan pala
di gudang-gudang pasar lama pun terungguk itu barang
berupa bawaan dari tanah darek, tanahnya para raja

ada petanda jam gadang telah dibuat, berdentum bunyi meriam
dari bukit jirek sampai ke tanah lapang tempat muda bertemu pandang
bermulalah geletar jantung, di jejak jembatan lipapeh yang kian diam
sungguh pun dua cinta akan berpisah di ujung dermaga teluk padang

tapi inilah rasa, dari zaman berpandang adalah hina
masa tuan berbendi, sambil berlagak memakai kopiah
dan tuan mencatat tiap kedipan mata pada setiap lembaran lama
ini masa uang masih diukur dengan setali-dua tali bukan rupiah

maka cinta adalah sebuah pikulan beban pada karung sandang
yang diangkut para kuli setiap saat ke gudang-gudang
harap dimaklumi sebab belum ada pengganti rindu berpandang
di ini zaman bergandengan juga sebentuk rintang dan halang

"duh, berapa lamakah lagi kita bakal dipisah
ini kapal dari jao sudah merapat yang kesekian kalinya
janganlah tuan sampai nantinya sampai berulah
aku sudah menaiki pedati lamban sekian jauh jaraknya"

"kalaulah dikau tak percaya selat akan merapatkan bibirnya
usah tergiur bunyi terompet yang didengung itu kapal
sebab diri cuma dagang, kerap dikur dan ditimbang tanda
bakal dipermainkan di tiap pekan jika tak sedikit membual"

"ahai, tuan belahan hati dan jantung, sepunggung tulang kuserahkan
kalaupun kita tak bersua nantinya, hafallah muasal bulan susut
dan jikapun tuan tak bakal meraja dilemahnya sebilah badan
agar dibuhul itu janji jangan seumpama pintalan benang kusut"

tetaplah cinta jadi sesuatu yang purba, sedari lama
sejak zaman memasak ditunggu memakai kayu gaharu
tentunya ini kisah harus diputus dulu agak beberapa lama
agar nantinya tak berebut maksud dengan sesuatu yang baru

Kandangpadati, 2009

Analisis Puisi:

Puisi "Hikayat Cinta yang Pendek" karya Esha Tegar Putra menghadirkan sebuah narasi yang kaya akan simbolisme dan gambaran visual yang menggugah. Dengan penggunaan bahasa yang khas dan imajinatif, puisi ini membawa pembaca ke dalam suasana zaman lampau yang penuh dengan nuansa cinta, perpisahan, dan kehidupan masyarakat tradisional.

Tema Puisi

  • Cinta dan Perpisahan: Puisi ini menggambarkan tema utama tentang cinta dan perpisahan. Diceritakan dengan gaya yang melankolis, puisi ini membahas tentang dua cinta yang terpisah di ujung dermaga, mewakili kisah yang umum dalam puisi-puisi epik atau hikayat tradisional. Penggunaan gambaran pasar, rempah-rempah, dan petanda-petanda seperti dentuman meriam menghidupkan suasana zaman dulu yang penuh dengan kehidupan sehari-hari dan perjuangan.
  • Nostalgia dan Keindahan Alam: Esha menghadirkan nostalgia akan keindahan alam dan kehidupan di zaman lampau melalui penggambaran langit teduh, dermaga, dan padang dengan tikar pandan. Ini tidak hanya menciptakan latar belakang untuk cerita, tetapi juga menunjukkan betapa kuatnya keterkaitan manusia dengan alam sekitarnya dalam kisah cinta dan kehidupan mereka.
  • Simbolisme dan Imajinasi: Puisi ini diperkaya dengan simbolisme yang kuat, seperti kapal sebagai simbol perjalanan hidup, rempah-rempah sebagai simbol kemewahan dan perjuangan, serta matahari dan bulan sebagai simbol waktu yang melampaui kehidupan manusia. Imajinasi penyair tercermin dalam penggunaan bahasa yang khas dan pemilihan kata-kata yang mendalam.

Gaya Bahasa dan Teknik Puitis

  • Penggunaan Bahasa yang Khas: Esha Tegar Putra menggunakan bahasa yang khas dengan ungkapan-ungkapan yang tidak lazim, seperti "baiknya kunjungi lepau dan beli kopi daun agak secawan," yang menghadirkan nuansa lokal dan tradisional dalam puisi.
  • Imaji yang Mendalam: Penggunaan imaji yang mendalam, seperti dermaga, tikar pandan, lada, kelapa, dan rempah-rempah, menciptakan gambaran visual yang kuat bagi pembaca, mengundang mereka untuk merasakan dan menghayati setiap nuansa dan detail dalam puisi.
  • Ritme dan Suara: Puisi ini memiliki ritme yang tenang namun penuh dengan makna. Suara puisi ini mengalir dengan lancar, menciptakan nuansa yang sekaligus merenungkan dan menggugah.
Puisi "Hikayat Cinta yang Pendek" karya Esha Tegar Putra adalah sebuah karya yang menggambarkan kehidupan dan cinta dalam konteks tradisional yang kaya akan simbolisme dan imajinasi. Dengan gaya bahasa yang khas dan imaji yang mendalam, Esha berhasil menciptakan sebuah kisah yang tidak hanya menghibur tetapi juga mengajak pembaca untuk merenungkan arti dari cinta, perpisahan, dan kehidupan manusia di dalamnya. Puisi ini memperkaya sastra dengan mempertahankan keindahan bahasa dan kekayaan nilai budaya dalam sebuah narasi yang menggugah.

Esha Tegar Putra
Puisi: Hikayat Cinta yang Pendek
Karya: Esha Tegar Putra

Biodata Esha Tegar Putra:
  • Wayan Jengki Sunarta lahir pada tanggal 29 April 1985 di Saniang Baka, Kabupaten Solok, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.