Puisi: Garis Ladang (Karya Esha Tegar Putra)

Puisi "Garis Ladang" karya Esha Tegar Putra menggambarkan interaksi kompleks antara manusia, alam, dan kehidupan di ladang.
Garis Ladang

di ladang kita berpandang, bersahutan suara, saling berebut
tali puisi. ladangku rumpang ladangmu lempang. hah,
jadinya aku cuma bertanam rumput gajah. biar dijarah
perempuan malang yang di pinggangnya terselip sebilah sabit
(aku tahu ia bakal merambahnya secara diam-diam bila
seminggu saja aku tak berkunjung ke ladang) sebab matamu
merah apel, dan di sini aku tak bisa membibitnya. tapi bakal
kusayat dalam perih, kuiris dengan tajam. sebab jemarimu
telah biasa menujah pucuk kopi dan kulit manis
di tiap musim bertukar

dalam manis tebu, dalam pahit empedu, di mana garis
ladang bakal bertemu dengan lagu yang menandakan
dinginnya suara gunung? orang kata cuma di silungkang
tempat bertenun adalah mengasah waktu, tempat perempuan
berparas kelabu dan senyum yang makin batu. di sanalah
cerita dingin yang teramat dijahitkan. dengan benang ragu

tapi bukankah di air lembah, dingin juga menujah? biarlah
lurah bersuara tentang puisi yang direbut malang. tentang
peristiwa sunsang, peristiwa yang berlainan perut, peristiwa
yang saling menikamkan usus. dan semua itu berupa tali puisi
yang dipintal secara pasi, dengan tangan masih disusup gabuk
aku jadi si peragu, jadi gugu, di lambungku tertanak batu. sebab
kita dua ladang yang bersahutan garang. dan cuma di puisi
beradu suara. sebab matamu merah apel dan aku telah
bertanam rumput gajah. mengingat ulah seorang perempuan
yang di pinggangnya terselip sebilah sabit. tapi tak apalah,
tali puisi bakal memanjang
biar diulur dan ditarik setiap kali bersahut diri.

Kandangpadati, 2008

Analisis Puisi:

Puisi "Garis Ladang" karya Esha Tegar Putra adalah sebuah karya yang menggambarkan interaksi kompleks antara manusia, alam, dan kehidupan di ladang. Puisi ini menggunakan metafora yang kaya dan imaji yang kuat untuk menyampaikan pesan tentang persaingan, kerja keras, dan ketidakpastian dalam kehidupan sehari-hari.

Tema dan Makna

  • Interaksi dan Persaingan: Puisi ini menggambarkan interaksi dan persaingan antara dua ladang, yang mungkin melambangkan dua individu atau dua kelompok. Ladang yang rumpang dan lempang menunjukkan perbedaan dalam kondisi dan hasil kerja. Ada persaingan dalam "bertanam rumput gajah" dan ketidakpastian akan hasilnya. Perempuan dengan sabit yang merambah ladang secara diam-diam mencerminkan ketegangan dan potensi konflik.
  • Kerja Keras dan Ketidakpastian: Pekerjaan di ladang digambarkan sebagai sesuatu yang penuh dengan kerja keras dan ketidakpastian. "Sebab jemarimu telah biasa menujah pucuk kopi dan kulit manis di tiap musim bertukar" menunjukkan rutinitas dan upaya yang terus-menerus dalam mengelola ladang. Namun, hasilnya tidak selalu pasti, dan ada banyak faktor yang mempengaruhi.
  • Hubungan dengan Alam: Puisi ini juga menyoroti hubungan antara manusia dan alam. Ladang, gunung, lembah, dan air semua memiliki peran dalam kehidupan dan kerja keras yang digambarkan dalam puisi ini. Ada juga pengakuan akan kekuatan alam yang kadang tak terduga dan mempengaruhi kehidupan manusia.
  • Keberanian dan Keraguan: Ada kontras antara keberanian dan keraguan dalam puisi ini. "Aku jadi si peragu, jadi gugu, di lambungku tertanak batu" menunjukkan keraguan dan kebimbangan yang dialami oleh penyair. Namun, ada juga elemen keberanian dan ketahanan, seperti terlihat dalam upaya terus-menerus untuk bekerja di ladang dan bersaing.

Gaya dan Teknik Puitis

  • Metafora dan Simbolisme: Esha Tegar Putra menggunakan metafora dan simbolisme untuk memperkaya makna puisi. Ladang, rumput gajah, sabit, dan mata merah apel semuanya adalah simbol yang membawa makna lebih dalam tentang kehidupan dan kerja keras. Metafora "tali puisi" menggambarkan bagaimana kata-kata dan puisi dapat menghubungkan dan memisahkan individu.
  • Imaji dan Deskripsi Visual: Imaji yang digunakan dalam puisi ini sangat kuat dan memberikan gambaran visual yang jelas. Deskripsi seperti "matamu merah apel" dan "sebilah sabit" memberikan detail visual yang membantu pembaca merasakan suasana dan ketegangan dalam puisi.
  • Pengulangan dan Ritme: Pengulangan frasa seperti "sebab matamu merah apel" dan "tali puisi" memberikan ritme dan memperkuat tema utama puisi. Pengulangan ini juga membantu menekankan konflik dan interaksi yang digambarkan dalam puisi.
  • Kontras dan Paradox: Puisi ini juga menggunakan kontras dan paradox untuk menyoroti ketegangan antara elemen-elemen yang berbeda. Misalnya, kontras antara "manis tebu" dan "pahit empedu" atau antara "ladang rumpang" dan "ladang lempang". Paradox dalam puisi ini menyoroti kompleksitas kehidupan dan hubungan antar manusia.
Puisi "Garis Ladang" karya Esha Tegar Putra adalah sebuah karya yang mendalam dan penuh makna, menggunakan metafora yang kaya dan imaji yang kuat untuk menggambarkan interaksi dan persaingan dalam kehidupan sehari-hari. Puisi ini menyoroti kerja keras, ketidakpastian, dan ketegangan dalam kehidupan di ladang, serta hubungan yang kompleks antara manusia dan alam. Dengan menggunakan bahasa puitis dan teknik sastra yang kaya, Esha Tegar Putra berhasil menciptakan sebuah karya yang memikat dan mengajak pembaca untuk merenungkan makna kehidupan dan kerja keras.

Esha Tegar Putra
Puisi: Garis Ladang
Karya: Esha Tegar Putra

Biodata Esha Tegar Putra:
  • Wayan Jengki Sunarta lahir pada tanggal 29 April 1985 di Saniang Baka, Kabupaten Solok, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.