Puisi: Di Kedai Kopi Fort Rotterdam (Karya Wayan Jengki Sunarta)

Puisi "Di Kedai Kopi Fort Rotterdam" karya Wayan Jengki Sunarta menggambarkan sebuah suasana yang kaya akan citra dan emosi, menyoroti kehidupan ...
Di Kedai Kopi Fort Rotterdam

dalam gelas kopi
yang sisa
hanya ampas puisi
dan gumam getas

endapan malam di meja kayu
angin garam rambutmu
lengang jalanan berdebu
dan kita hilang tuju

seorang pengamen gila
mengiris senar gitar
dengan butir-butir air mata
pengemis cilik berbau amis
menjulurkan tangan ke udara
berharap gerimis memberkatinya

tapi kau igaukan doa tak selesai
yang ditulis penyair tak ternama

celoteh dan tawa tetamu kedai
berbaur bau pelabuhan
kuli-kuli letih bergeletakan
di lantai kotor monumen pantai
bercampur pesing kencing
dan ludah pelacur jalanan

namun, kau masih saja silau
lelampu perahu di kejauhan

pengamen gila
meratapi jiwamu

2012

Analisis Puisi:

Puisi "Di Kedai Kopi Fort Rotterdam" karya Wayan Jengki Sunarta menggambarkan sebuah suasana yang kaya akan citra dan emosi, menyoroti kehidupan sehari-hari dengan latar belakang kehidupan di kota pelabuhan yang sibuk.

Tema Kehidupan Kota dan Realitas Sosial: Puisi ini menggambarkan kehidupan di kota pelabuhan dengan cara yang realistis dan puitis. Tema utamanya menyoroti keramaian dan kekacauan yang terjadi di sekitar kedai kopi, dari kehadiran pengamen gila yang menciptakan musik dengan senar gitar yang teriris hingga pengemis cilik yang berharap pada gerimis sebagai berkah.

Citra-Citra yang Kuat: Penyair menggunakan citra-citra yang kuat untuk membawa pembaca merasakan suasana dan emosi yang ada di kedai kopi tersebut. Gelombang malam yang melekat di meja kayu, angin garam yang mengusik rambut, jalanan yang lengang dan berdebu, serta lampu perahu di kejauhan, semuanya menghidupkan suasana dan konteks kota pelabuhan yang keras namun mempesona.

Kontras Antara Kehidupan yang Berwarna dan Keberadaan yang Terpinggirkan: Puisi ini mengeksplorasi kontras antara kehidupan yang riuh dan berwarna di kedai kopi dengan keberadaan individu yang terpinggirkan, seperti pengamen gila dan pengemis cilik. Meskipun kehidupan di sekitar kedai kopi penuh dengan celoteh dan tawa, ada juga kesedihan yang dalam yang tersirat dari kehadiran mereka yang miskin dan terpinggirkan.

Makna Simbolis: Simbolisme dalam puisi ini sangat kuat, terutama dalam menggambarkan gelas kopi yang hanya menyisakan ampas puisi dan gumam getas. Gelas kopi menjadi metafora bagi kehidupan yang sementara dan penuh dengan berbagai cerita yang terabaikan atau terlupakan.

Suara Kritik Sosial: Melalui penggambaran kehidupan di kedai kopi ini, penyair secara halus tetapi tajam menyampaikan kritik sosial terhadap ketidakadilan dan ketimpangan sosial yang terjadi di masyarakat, di mana ada yang menikmati hidup dengan berlebihan sementara yang lain harus meratapi nasibnya dalam kemiskinan dan kesendirian.

Puisi "Di Kedai Kopi Fort Rotterdam" adalah sebuah karya sastra yang menggugah, mengundang pembaca untuk merenungkan kehidupan kota dan kompleksitas dalam hubungan sosial. Dengan gaya bahasa yang kaya dan citra-citra yang kuat, Wayan Jengki Sunarta berhasil menciptakan sebuah lukisan kata-kata yang menghidupkan suasana dan mempertanyakan realitas sosial yang ada di sekitar kita.

Wayan Jengki Sunarta
Puisi: Di Kedai Kopi Fort Rotterdam
Karya: Wayan Jengki Sunarta

Biodata Wayan Jengki Sunarta:
  • Wayan Jengki Sunarta lahir pada tanggal 22 Juni 1975 di Denpasar, Bali, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.