Puisi: Di Hotel Sriwijaya, Teluk Betung, Lampung (Karya Wayan Jengki Sunarta)

Puisi "Di Hotel Sriwijaya, Teluk Betung, Lampung" karya Wayan Jengki Sunarta mengundang pembaca untuk merasakan atmosfer nostalgia dan melihat .....
Di Hotel Sriwijaya, Teluk Betung, Lampung


/1/ Untuk: M. Arman AZ

serupa apa haru
yang tiba-tiba gagu
ketika berjumpa masa lalu
di hotel yang menggetarkan kenangan

sepi saja di sini
saat jemari waktu mengukir hari
di dinding-dinding suram kota
apa angin garam telah menumpas sisa asa
pada jiwa yang lena
di setiap musim persinggahan

perempuan-perempuan di tikungan
di bawah tiang listrik
masih menyisakan jejak perjalanan
di kota tua yang rahasia

cahaya lampu merkuri
membasuh wajahnya
dan tahulah kita
segala bermula dari fana


/2/ Untuk: Ahmad Syubbanuddin Alwy

alwy, dimana akhir birahi
ketika langkah kata
bersijingkat dari lantai bawah
ragu menapaki tangga
sebab cemas pada diri
yang begitu belia

pada pucuk malam
kita hanya sekelumit bayangan
gemetar meraba arah
di jalan-jalan kota yang murung

ada kupu-kupu begitu lugu
belum sempurna lepas
dari lendir kepompongnya
menghampiriku di kamar terakhir
sayap yang indah dan polos
mencoba belajar terbang
mengarungi malam demi malam

alwy, dimana akan gugur
sayap kupu-kupu itu
di hampar kasur lapuk
atau di ladang kering jiwaku


Lampung, Agustus 2007

Analisis Puisi:
Puisi memiliki kekuatan untuk membawa pembaca ke dalam perjalanan emosional, menghadirkan kenangan dan merangkai cerita. Dalam puisi "Di Hotel Sriwijaya, Teluk Betung, Lampung" karya Wayan Jengki Sunarta, pengarang menciptakan atmosfer nostalgia di kota tua yang terlupakan.

Puisi ini terdiri dari dua bagian yang saling melengkapi. Pada bagian pertama, pengarang memulai dengan menggambarkan suasana hati yang terpukul ketika berjumpa dengan masa lalu di hotel yang memunculkan kenangan. Hotel tersebut menjadi titik sentral yang menggetarkan dan menghidupkan kembali kenangan yang terkubur. Sunarta menggambarkan ketenangan yang sepi di tempat itu, seakan-akan angin garam telah memadamkan harapan yang tersisa dalam jiwa yang lena. Setiap musim yang dijalani oleh jiwa tersebut menjadi sebuah persinggahan yang memberikan kesan yang mendalam.

Pada bagian kedua, puisi ini memasuki perjalanan dengan Alwy. Sunarta menggambarkan langkah-langkah ragu yang dihadapi Alwy saat menapaki tangga di malam hari. Rasa cemas dan kekhawatiran pada dirinya yang masih muda menjadi pengiring perjalanan itu. Kota tua yang murung dihadapi dengan bayangan yang hanya sekelumit di pucuk malam. Di tengah kegelapan, kupu-kupu yang belum sempurna mencoba belajar terbang, mencari jalan melalui malam demi malam.

Puisi ini menciptakan citra yang memikat, menggambarkan suasana nostalgia dan keindahan yang tersembunyi dalam kota tua yang terlupakan. Cahaya lampu merkuri yang membasuh wajah, jejak perempuan di tikungan, dan kupu-kupu yang berusaha terbang dalam malam menjadi simbol kehidupan yang tegar dan berkelana di tengah kesunyian. Namun, kehidupan ini juga sementara dan fana, seperti sayap kupu-kupu yang mungkin akan gugur di kasur lapuk atau di ladang kering jiwa.

Puisi "Di Hotel Sriwijaya, Teluk Betung, Lampung" karya Wayan Jengki Sunarta mengundang pembaca untuk merasakan atmosfer nostalgia dan melihat kehidupan yang tersembunyi dalam kota tua yang terlupakan. Puisi ini menciptakan gambaran yang kuat tentang kehidupan yang bergerak dan berusaha di tengah keadaan yang sulit. Melalui kata-kata yang indah, Sunarta berhasil merangkai cerita dan memancing emosi, menggugah pembaca untuk merenungkan keindahan dan kerapuhan yang ada di sekitar kita.

Wayan Jengki Sunarta
Puisi: Di Hotel Sriwijaya, Teluk Betung, Lampung
Karya: Wayan Jengki Sunarta

Biodata Wayan Jengki Sunarta:
  • Wayan Jengki Sunarta lahir pada tanggal 22 Juni 1975 di Denpasar, Bali, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.