Puisi: Dermaga Kayu (Karya Wayan Jengki Sunarta)

Puisi "Dermaga Kayu" karya Wayan Jengki Sunarta menawarkan gambaran yang mendalam tentang usia, kelelahan, dan ketidakpastian dengan bahasa yang ....
Dermaga Kayu

dermaga kayu di dasar sukma
menerima kandasan usia
yang lelah mengelana

gua-gua tebing karang
sarang sekaligus kuburan
bagi si elang laut
aku ingin suntuk mengigau
dalam nafas sunyimu

cahaya mercusuar letih
menuntun laju perahu
sebab nakhoda selalu ragu
menentu arah tuju
yang makin tak menentu.

1995

Analisis Puisi:

Puisi "Dermaga Kayu" karya Wayan Jengki Sunarta menyuguhkan gambar-gambar yang melankolis dan reflektif, mengajak pembaca untuk merenungkan tema-tema tentang usia, kelelahan, dan ketidakpastian. Melalui bahasa yang sederhana namun mendalam, puisi ini menciptakan suasana yang introspektif dan penuh makna.
  • Dermaga Kayu dan Usia: Puisi dimulai dengan gambaran "dermaga kayu di dasar sukma," yang menjadi simbol dari tempat atau kondisi batin yang menampung perjalanan hidup dan kelelahan seiring bertambahnya usia. Dermaga kayu, yang mungkin melambangkan kestabilan dan tempat berlabuh, juga mencerminkan keausan dan kemudaan yang mereda. Ini mengarah pada refleksi tentang bagaimana pengalaman hidup menimbulkan kelelahan dan perubahan.
  • Gua-Gua Tebing Karang: Gua-gua tebing karang yang disebutkan dalam puisi berfungsi sebagai simbol kompleks dari sarang dan kuburan. Gua ini adalah tempat yang melindungi dan sekaligus menandakan akhir dari sesuatu, mencerminkan dualitas antara perlindungan dan kematian. Sebagai "sarang sekaligus kuburan bagi si elang laut," gua tersebut mencerminkan ruang di mana sesuatu yang hebat (seperti elang laut) menemukan kedamaian akhir atau akhir yang tak terhindarkan.
  • Nafas Sunyi dan Kelelahan: Pernyataan "aku ingin suntuk mengigau dalam nafas sunyimu" menciptakan citra tentang keinginan untuk tenggelam dalam keheningan atau kesunyian yang melingkupi dermaga. "Nafas sunyi" ini mencerminkan ketenangan yang paradoksal, mungkin sebagai bentuk pelarian atau refleksi dari kelelahan dan keraguan yang dialami. Ada kerinduan untuk menemukan kedamaian dalam keadaan yang tenang meski melelahkan.
  • Cahaya Mercusuar dan Ketidakpastian: "Cahaya mercusuar letih" yang "menuntun laju perahu" menggambarkan panduan yang berkurang efektifnya seiring waktu. Mercusuar, sebagai simbol panduan dan arah, menjadi "letih" dan tak lagi memberi kejelasan yang diperlukan. "Nakhoda selalu ragu menentu arah tuju" menunjukkan ketidakpastian dan kebingungan dalam menentukan arah, yang semakin menyusut dalam ketidakpastian masa depan.
Puisi "Dermaga Kayu" karya Wayan Jengki Sunarta menawarkan gambaran yang mendalam tentang usia, kelelahan, dan ketidakpastian dengan bahasa yang sederhana namun penuh makna. Dengan menggunakan simbol-simbol seperti dermaga kayu, gua-gua tebing karang, dan cahaya mercusuar, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan perjalanan hidup, perlindungan, dan arah yang sering kali menjadi tidak jelas. Melalui suasana melankolis dan reflektif, puisi ini menyampaikan pesan tentang tantangan dan kerinduan yang muncul dalam perjalanan hidup yang panjang dan melelahkan.

Wayan Jengki Sunarta
Puisi: Dermaga Kayu
Karya: Wayan Jengki Sunarta

Biodata Wayan Jengki Sunarta:
  • Wayan Jengki Sunarta lahir pada tanggal 22 Juni 1975 di Denpasar, Bali, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.