Ada yang baru nih dari Songmont! Tas Elegan dengan Kualitas Terbaik

Puisi: Cikini (Karya Wayan Jengki Sunarta)

Puisi "Cikini" karya Wayan Jengki Sunarta menggambarkan kehidupan kompleks dan kontras di tengah-tengah kota besar, dengan fokus pada Cikini, ...
Cikini

bayangkan tentang sepi
di tengah riuh kendaraan
dan kemerlip lelampu kota
ketika seekor anak kucing
gemetar melintasi gerimis

bayangkan tentang birahi
ketika para penyair
menulis puisi cinta picisan
sementara beribu pelacur
berduyun memenuhi ibu kota
demi menghibur lapar

bayangkan tentang nyeri
ketika seorang veteran setengah buta
memunguti botol-botol bir hingga pagi
sembari berceloteh perihal negeri
yang kehilangan jati diri

di Cikini,
sepi, birahi, dan nyeri
saling berpacu melintasi gerimis
seekor kucing lumat dilindas kendaraan

di Cikini
aku tersedu merindui-Mu
sembari mereguk sisa bir
dari botol terakhir.

2013

Analisis Puisi:

Puisi "Cikini" karya Wayan Jengki Sunarta adalah sebuah karya sastra yang menggambarkan kehidupan kompleks dan kontras di tengah-tengah kota besar, dengan fokus pada Cikini, sebuah daerah yang memiliki karakteristik unik di Jakarta.

Tema-Tema Sentral

  • Kontras Antara Sepi dan Riuh Kota: Puisi ini memulai dengan membangun kontras yang kuat antara keadaan sepi dan riuh di tengah kota. Di satu sisi, ada kesunyian yang terasa di tengah riuhnya lalu lintas dan gemerlap lampu kota. Ini menciptakan suasana kontradiktif yang menggambarkan kota besar yang padat dengan aktivitas, tetapi juga menyimpan keheningan yang menyedihkan.
  • Bayangan tentang Birahi dan Kehidupan Malam: Penyair membayangkan tentang birahi yang termanifestasi dalam puisi cinta picisan yang ditulis oleh para penyair, di samping kehadiran ribuan pelacur yang menghadiri ibu kota untuk menghibur mereka yang lapar. Ini menggambarkan kehidupan malam yang berbeda dari kehidupan sehari-hari, di mana emosi-emosi intens dan nafsu-nafsu manusiawi bergelora di balik tirai malam Jakarta.
  • Nyeri dan Kehilangan Identitas: Ada nuansa nyeri dan kehilangan identitas yang kuat dalam puisi ini, terutama melalui gambaran seorang veteran yang setengah buta yang mengumpulkan botol-botol bir di Cikini. Dialog perihal negeri yang kehilangan jati diri menyoroti perasaan kehilangan dan kebingungan di tengah dinamika sosial dan politik yang kompleks.

Gaya Bahasa dan Citra

  • Imaji Kota Jakarta: Sunarta menggunakan imaji-imaji yang khas dari kehidupan urban Jakarta, seperti lalu lintas yang ramai, lampu-lampu kota yang berkedip, dan hujan gerimis yang melintas, untuk menambahkan kedalaman dan realitas dalam gambaran puisinya.
  • Simbolisme Kucing dan Botol Bir: Kucing yang gemetar melintasi gerimis dan veteran yang mengumpulkan botol-botol bir menjadi simbol-simbol yang menggambarkan kehidupan yang rapuh dan terluka di tengah keramaian kota.
Puisi "Cikini" tidak hanya sekadar gambaran fisik dari daerah tertentu di Jakarta, tetapi juga menciptakan lanskap emosional yang rumit dan mendalam tentang kehidupan di kota besar. Dengan gaya bahasa yang kuat dan citra-citra yang memukau, Wayan Jengki Sunarta berhasil menggambarkan nuansa sepi, birahi, dan nyeri yang saling berbenturan di tengah kota yang modern namun penuh kontradiksi. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang kehidupan manusia yang seringkali tersembunyi di balik keramaian dan gemerlap kota metropolitan.

Wayan Jengki Sunarta
Puisi: Cikini
Karya: Wayan Jengki Sunarta

Biodata Wayan Jengki Sunarta:
  • Wayan Jengki Sunarta lahir pada tanggal 22 Juni 1975 di Denpasar, Bali, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.