Puisi: Barongsai (Karya Wayan Jengki Sunarta)

Puisi "Barongsai" karya Wayan Jengki Sunarta menggambarkan rasa hormat dan pengabdian terhadap budaya Tionghoa.
Barongsai
untuk: gus dur

di nisanmu Puisi dan Pagi

yang masih basah airmata
kuhaturkan kue-kue siu-tho, siu-ku
yang diolah oleh tangan ibuku
sebagai terima kasih
dan salam takzim
dari darah tionghoa

kunyalakan hio harum untuk ruhmu
telah kau lepaskan barongsai itu
meliuk-liuk dan melenggang
di remang petang
ketika petasan dan kembang api
memberi warna-warni pada langit

berpuluh-puluh tahun serasa kelu
barongsai itu terbelenggu
tak mampu berontak
apalagi menari atau berlagu
untuk diri sendiri
menjadi yatim piatu
dalam kesepian maha panjang
hingga kau datang
serupa tangan kasih Dewi Koan Im

di malam sing chi san
shio kerbau
barongsai itu menarikan duka
burung-burung bangau terharu
mengantar ruhmu
ke alam nirwana...


Karangasem, Bali, Januari 2010

Analisis Puisi:
Puisi adalah bentuk ekspresi seni yang memungkinkan penyair untuk menggambarkan perasaan, pemikiran, dan pengalaman mereka melalui kata-kata. Dalam puisi "Barongsai" karya Wayan Jengki Sunarta, kita disajikan dengan gambaran keberagaman budaya dan warisan Tionghoa yang dihormati. Puisi ini menggambarkan perasaan rasa hormat dan pengabdian kepada budaya Tionghoa.

Airmata dan Kebudayaan Tionghoa: Puisi ini dimulai dengan gambaran yang sangat emosional tentang "nisan" yang mengingatkan pada budaya Tionghoa. "Airmata" yang masih basah adalah simbol kesedihan yang dalam, yang merujuk pada perasaan rasa hormat dan pengabdian kepada para leluhur dan budaya Tionghoa. Penyair menunjukkan rasa terima kasih dan penghormatan dengan menghaturkan "kue-kue siu-tho, siu-ku" yang diolah oleh tangan ibu mereka.

Simbolisme Barongsai: Barongsai adalah simbol khas dalam budaya Tionghoa yang sering dihubungkan dengan festival dan perayaan. Penyair merenungkan makna dan simbolisme di balik barongsai. Barongsai di sini menjadi perwujudan kesenjangan dan kemiskinan, yang merentang selama "berpuluh-puluh tahun." Ini adalah gambaran tentang bagaimana beberapa aspek budaya bisa terpinggirkan atau terlupakan.

Kehormatan dan Pengabdian: Puisi ini menggambarkan keinginan untuk memberikan penghormatan dan pengabdian kepada barongsai yang terabaikan. Penyair menggunakan "hio harum" dan petasan sebagai simbol upacara penghormatan. Ini adalah cara untuk mengembalikan martabat dan kehidupan pada barongsai yang telah lama terlupakan.

Pertunjukan yang Membangkitkan Emosi: Penyair menggambarkan pertunjukan barongsai di malam "sing chi san" sebagai momen yang penuh emosi. Pertunjukan ini memberi warna dan kehidupan pada langit yang awalnya gelap. Ini adalah metafora untuk memberi kehidupan kembali pada warisan budaya yang hampir terlupakan.

Puisi "Barongsai" adalah karya yang menggambarkan rasa hormat dan pengabdian terhadap budaya Tionghoa. Puisi ini menciptakan gambaran tentang keinginan untuk menghormati dan menghidupkan kembali aspek budaya yang mungkin terabaikan atau terlupakan. Wayan Jengki Sunarta berhasil menyampaikan perasaan rasa hormat dan perasaan mendalam melalui kata-katanya, menciptakan gambaran tentang pengembalian martabat budaya dan warisan budaya yang memperkaya kehidupan masyarakat.

Wayan Jengki Sunarta
Puisi: Barongsai
Karya: Wayan Jengki Sunarta

Biodata Wayan Jengki Sunarta:
  • Wayan Jengki Sunarta lahir pada tanggal 22 Juni 1975 di Denpasar, Bali, Indonesia.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.