Sumber: Panca Raya (15 Mei 1947)
Analisis Puisi:
Puisi "Putaran Bumi" karya Mahatmanto adalah sebuah karya sastra yang menggambarkan keberlangsungan hidup manusia dalam konteks kosmik yang luas.
- Tema Kehidupan dan Kosmos: Puisi ini membahas tema tentang keberlangsungan hidup manusia di Bumi yang berputar tanpa henti di tengah cakrawala yang luas. Penggunaan gambaran "Bumi melayang sepanjang cakrawala" menggambarkan kebesaran alam semesta dan kekecilan manusia di dalamnya.
- Kritik terhadap Kekuasaan dan Kegigihan: Mahatmanto menggunakan bahasa yang kuat untuk mengkritik kekuasaan dan kegigihan manusia. Ungkapan "dengan gigi-gigi loba dan angkara" menyoroti sifat-sifat manusia yang sering kali ganas dan rakus dalam mengejar kekuasaan atau kepentingan pribadi.
- Penggunaan Bahasa dan Gaya: Bahasa dalam puisi ini puitis namun mengandung kekuatan filosofis. Pemilihan kata-kata seperti "buaian berayun melingkar sirkel" menciptakan gambaran yang indah dan berputar, sejalan dengan tema tentang gerakan terus-menerus Bumi.
- Refleksi tentang Keindahan dan Kekosongan: Puisi ini juga mengeksplorasi tema keindahan kata-kata pujangga yang belum mampu merealisasikan mimpi dan kekosongan yang terasa tak tercapai. Ini mengundang pembaca untuk merenungkan tentang arti kehidupan dan pencarian makna di dunia yang terus berputar.
- Sisi Spiritual dan Kosmik: Dengan merujuk pada kata-kata "tiada semua dibenarkan Tuhan" dan gambaran tentang Bumi yang berputar tanpa henti, puisi ini juga menyentuh sisi spiritual dan kosmik, mengajak pembaca untuk mempertimbangkan peran manusia di alam semesta yang luas.
Melalui puisi "Putaran Bumi", Mahatmanto tidak hanya menghadirkan gambaran yang indah tentang alam semesta dan kehidupan, tetapi juga memprovokasi refleksi mendalam tentang eksistensi, kekuasaan, dan kebenaran. Puisi ini mengajak pembaca untuk mempertanyakan peran manusia di dunia yang terus bergerak dan peran keindahan kata-kata dalam mencerahkan kegelapan dan kekosongan yang ada.
Karya: Mahatmanto
Biodata Mahatmanto:
- Mahatmanto (nama sebenarnya adalah R. Suradal Abdul Manan) lahir di Kulur, Adikarta, Yogyakarta, pada tanggal 13 Agustus 1924.
- Dalam dunia sastra, Mahatmanto menggunakan cukup banyak nama samaran, beberapa di antaranya adalah Abu Chalis, Murbaningrt, Murbaningsih, Murbaningrad, Moerbaningsih, SA Murbaningrad, Suradal, Sang Agung, dan Sri Armajati Murbaningsih.