Sumber: Astana Kastawa II (2015)
Analisis Puisi:
Puisi "Nama dan Air Mata" karya Mahatmanto menggambarkan pemikiran mendalam tentang nama dan air mata sebagai simbol pengalaman emosional manusia.
- Simbolisme Nama dan Air Mata: Puisi ini menggunakan nama dan air mata sebagai simbol untuk menggambarkan pengalaman emosional yang mendalam. Nama dipandang sebagai sesuatu yang mengingatkan akan masa lalu dan hubungan dengan orang lain atau Tuhan, sementara air mata melambangkan ekspresi duka dan perasaan yang dalam.
- Ekspresi Emosional: Mahatmanto menggunakan bahasa yang sederhana namun kuat untuk menyampaikan ekspresi emosional tokoh dalam puisi ini. Kata-kata seperti "mata berlinang air laut duka" menggambarkan kesedihan dan kepedihan yang mendalam yang dialami oleh tokoh saat menyebut nama Tuhan.
- Pertautan Antara Masa Lalu dan Masa Datang: Puisi ini menyoroti pertautan antara masa lalu yang tak tergantikan dengan masa yang akan datang. Penggunaan kata-kata "terbayang / masa lalu / tanpa ujung tergantungnya / masa datang" menggambarkan konsep ketidakpastian dan kelanjutan pengalaman manusia melalui nama dan air mata.
- Refleksi Spiritual: Puisi ini juga mengandung elemen refleksi spiritual, di mana tokoh menghubungkan pengalaman pribadi dengan pengalaman yang universal. Cara tokoh menyebut nama Tuhan dengan mata berlinang air mata menggambarkan hubungan yang intim dan penuh makna antara manusia dengan Tuhan.
- Kesimpulan yang Merenungkan: Puisi ini diakhiri dengan pernyataan bahwa mereka juga akan menyebut nama tokoh dengan hal yang serupa, menyoroti bahwa pengalaman emosional adalah sesuatu yang universal dan dapat dirasakan oleh semua orang.
Melalui puisi "Nama dan Air Mata", Mahatmanto mengajak pembaca untuk merenungkan tentang pentingnya nama dan ekspresi emosional dalam menghubungkan diri dengan masa lalu, Tuhan, dan pengalaman manusiawi secara umum. Puisi ini memperkuat konsep bahwa pengalaman emosional adalah bagian tak terpisahkan dari kemanusiaan dan spiritualitas.
Karya: Mahatmanto
Biodata Mahatmanto:
- Mahatmanto (nama sebenarnya adalah R. Suradal Abdul Manan) lahir di Kulur, Adikarta, Yogyakarta, pada tanggal 13 Agustus 1924.
- Dalam dunia sastra, Mahatmanto menggunakan cukup banyak nama samaran, beberapa di antaranya adalah Abu Chalis, Murbaningrt, Murbaningsih, Murbaningrad, Moerbaningsih, SA Murbaningrad, Suradal, Sang Agung, dan Sri Armajati Murbaningsih.