Puisi: Madrasah Muhammadiyah (Karya Mahatmanto)

Puisi "Madrasah Muhammadiyah" karya Mahatmanto menggambarkan nostalgia dan refleksi atas masa lalu yang telah berlalu.
Madrasah Muhammadiyah

Gedung ini
telah beberapa lama dahulu
kutinggalkan pergi.
Sekarang kutengok kembali,
berderit kubuka pintu,
bertiup sepoi masuk, berdesir
di kertas kalender

lama, belum jua diganti,
anai-anai menjangkau kasau
kelambu jarang jaring laba-laba
di jendela tiada berdaun.
Dua tiga bekingking
menempel pada pigura di dinding
lukisanku dahulu itu.

Bukannya bekingking mencari seninya
menginti ciptanya! Hanya...
makan lumut pada kacanya.

Ah...
guru lama berlalu,
pelajar lama terlantar,
mereka pergi berjuang, bertempur...
tapi di mana pula mereka gugur?

Sawugalur, 3 Mei 1947

Sumber: Astana Kastawa II (2015)

Analisis Puisi:

Puisi "Madrasah Muhammadiyah" karya Mahatmanto adalah sebuah karya yang menggambarkan nostalgia dan refleksi atas masa lalu yang telah berlalu.
  • Tema Nostalgia dan Kehancuran: Puisi ini mengangkat tema tentang kehancuran dan perubahan dari sudut pandang yang penuh dengan nostalgia. Gedung madrasah yang ditinggalkan dan dibiarkan usang menjadi simbol dari masa lalu yang perlahan-lahan terlupakan.
  • Gambaran Temporal: Mahatmanto menggunakan gambaran-gambaran seperti "kertas kalender lama, belum jua diganti" dan "kelambu jarang jaring laba-laba" untuk menciptakan suasana temporal yang kuno dan terlupakan. Ini menunjukkan bahwa waktu telah berlalu tanpa meninggalkan banyak perubahan di tempat yang dulu berarti bagi tokoh dalam puisi ini.
  • Kritik terhadap Pengabaian: Puisi ini mengkritik sikap pengabaian terhadap warisan budaya dan sejarah. Penggambaran anai-anai dan laba-laba yang merajalela di gedung yang ditinggalkan menyoroti perasaan terabaikan dan dilupakan oleh masyarakat yang lebih sibuk dengan masa depan daripada masa lalu.
  • Bahasa dan Gaya: Bahasa dalam puisi ini sederhana namun sarat dengan makna. Pemilihan kata-kata seperti "berderit", "berdesir", dan "bertiup sepoi masuk" menciptakan suasana yang melankolis dan melambangkan perasaan campur aduk tokoh dalam menghadapi kenangan masa lalu.
  • Pertanyaan Pemikiran dan Refleksi: Puisi ini mengakhiri dengan pertanyaan retoris tentang nasib guru dan pelajar lama yang telah pergi berjuang tanpa diketahui keberadaan mereka yang terakhir. Ini mengundang pembaca untuk merenungkan tentang nilai-nilai masa lalu dan perjuangan yang mungkin telah dilupakan dalam dinamika zaman.
Melalui puisi "Madrasah Muhammadiyah", Mahatmanto berhasil mengekspresikan perasaan nostalgia dan kehancuran atas masa lalu yang berlalu. Puisi ini tidak hanya menghadirkan gambaran yang kuat tentang warisan budaya dan sejarah, tetapi juga menunjukkan dampak emosional dari perubahan zaman terhadap individu dan komunitas.

Puisi: Madrasah Muhammadiyah
Puisi: Madrasah Muhammadiyah
Karya: Mahatmanto

Biodata Mahatmanto:
  • Mahatmanto (nama sebenarnya adalah R. Suradal Abdul Manan) lahir di Kulur, Adikarta, Yogyakarta, pada tanggal 13 Agustus 1924.
  • Dalam dunia sastra, Mahatmanto menggunakan cukup banyak nama samaran, beberapa di antaranya adalah Abu Chalis, Murbaningrt, Murbaningsih, Murbaningrad, Moerbaningsih, SA Murbaningrad, Suradal, Sang Agung, dan Sri Armajati Murbaningsih.
© Sepenuhnya. All rights reserved.